━━━ chapter 0017

3.2K 502 24
                                    

▍"Aish!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▍"Aish!"

Aku berdecak dan mengernyit. Tak butuh waktu lama, seluruh kertas penuh tulisan berantakan sudah basah terendam genangan hitam di meja. Tanganku yang memegang pulpen dan dilapisi sarung tangan pun turut hitam. Melihat tinta hitam yang berceceran ini, mendadak kepalaku bertambah pusing.

Ini sudah tanggal 9. Tinggal 1 hari lagi bagi racun bunga esku untuk pecah seperti biasanya. Mendekati tanggal 10, tubuhku sudah mulai menunjukkan gejala-gejala bahwa racunnya akan segera pecah. Kedinginan, pucat, menggigil, dan dadaku mulai sesak.

Aku berusaha mengalihkan pikiranku agar semua gejala itu tidak terasa. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanya menulis. Mengingat kalau membaca buku, aku hanya akan berakhir tidak fokus saking gemetarannya tubuhku. Tapi siapa yang sangka kalau tangan gemetaran ini malah akan menyenggol botol tinta dan mengacaukan semuanya?

"Ah! My Lady!"

Telingaku menangkap suara langkah kaki yang tergopoh-gopoh. Benar saja, ketika aku mendongak, Rin sudah datang membereskan kekacauan yang kubuat.

"Hai, Rin," sapaku dengan senyum manis.

"Apakah Anda terluka My Lady? Lebih baik lepas dulu sarung tangannya sebelum seluruh gaun Anda ikut kotor." Dengan cekatan Rin melepas sarung tangan menulisku. Ia membantuku berdiri kemudian dan mendudukkanku di kasur.

"My Lady, tangan Anda gemetar sekali. Apa saya perlu menambahkan kayu bakar di perapian?"

 Apa saya perlu menambahkan kayu bakar di perapian?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak, tidak perlu." Aku berjengit sedikit ketika Rin menyelimutiku dengan selimut tebal. "Kalaupun ditambah, aku akan tetap kedinginan."

Ya memang percuma saja. Toh sekarang aku sudah memakai gaun berlengan panjang yang sangat tebal sekaligus dilapisi capelet cantik. Belum lagi Rin sudah menyelimutiku dengan selimut tebal. Tapi tetap saja aku kedinginan, tak ada perubahan signifikan.

Tanganku yang gemetar terjulur kedepan, menerima secangkir teh lavender hangat yang disodorkan Rin padaku. Dan keningku sukses mengerut karena tanganku masih terasa dingin meski asap tebal mengepul dari cangkir ini.

The Villainess' ConundrumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang