4 : minggu jangan cepat berlalu

71 14 2
                                    

"Jawab aja bisa gak?!" bentak Aksa nyalang membuat Sherly bungkam. Ini adalah pertama kalinya Aksa berbicara dengan nada tinggi dengan Sherly.

Sherly tertegun. "Apaan si lo, kenapa lo bentak-bentak gue?" Air mukanya berubah menjadi sedih. Kaka kembarannya ini selalu memperlakukannya lembut walaupun jarang sekali tersenyum, Aksa tak pernah kasar pada Sherly.

Pada akhirnya Aksa hanya bisa menghela nafas pasrah. "Oke, maafin gue."

"Kenapa? Lo bentak-bentak gue dan alasan lo bentak gue adalah Adara. Lo suka sama si gembel, hah?!"

"Bukan itu maksud gue." Aksa menggigit bibir bagian dalamnya. "Ayah gak tau kelakuan lo di sekolah kayak gimana, kalo sampe Ayah tau lo mau apa?"

Sherly terdiam, ia memilih menatap jalanan di balik jendela mobil. Bencinya pada Adara sudah mendarah daging. Sekali benci itu akan tetap menjadi benci dan siapa pun tak akan pernah bisa mengubahnya.

"Kalo sampe Ayah tau dan semuanya nyebar kalo gue ngebully Adara. Gue akan ganggu dia lebih parah dari sekarang."

●□●□●□●


"Silakan kak," ujar Adara ramah pada setiap orang yang berjalan melewatinya sembari memberikan selembaran berisi promo makan dan minum. Jam 2 siang Adara masih berdiri di halaman depan sebuah cafe dekat taman yang baru saja dibuka, mengenakan kostum karakter minions yang berat dan sangat panas.

Ramainya lalu lalang orang-orang yang berkunjung ke taman membuatnya tak bisa beristirahat, ia harus menghabiskan selembaran jika tidak Adara tidak akan mendapatkan upahnya.

Untungnya sekarang caffe sudah lumayan ramai pengunjung jadi tidak sia-sia Adara membagikan selembaran itu selama 2 jam lamanya. Adara menoleh kesana-kemari, ingin memastikan apakah para pengunjung masih ramai berdatangan atau sudah sepi.

"Udah sepi, istirahat deh sebentar," ujar Adara dalam hati.

Gadis itu mengambil tas yang ia letakkan di dekat papan banner promo. Kemudian berjalan gontai ke sebuah pohon ketapeng di dekat caffe, di sana sepi jadi Adara bisa beristirahat sebentar.

Adara melepaskan bagian kepala kostum lalu meletakkannya di samping. Gadis itu duduk berselonjor sembari menepuk-nepuk kakinya yang terasa pegal. Ia menyeka keringat yang membasahi pelipisnya. Kini Poni tipisnya basah karena keringat.

Lengannya meraih tas yang ia taruh di dekatnya, mencari botol minuman untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kering.

"Kok gak ada si?" gerutu Adara kesal. Ia mengorek-ngorek tasnya namun tak kunjung ketemu.

Adara menghela napas pasrah, menyenderkan punggungnya pada pohon di belakangnya. "Pake acara ketinggalan di rumah lagi." Ia menepuk dahinya sendiri. Botol minum yang sudah ia siapkan untuk dibawa tertinggal di meja belajarnya. Ia lupa memasukkannya ke dalam tas.

"Nih."

Adara menoleh, seseorang dengan kostum karakter yang sama dengannya tiba-tiba saja duduk di sampingnya sambil menyodorkan satu botol air mineral. Ia sepertinya bertugas membagikan selembaran itu di tempat lain.

Adara meraih air mineralnya. "Makasih."

Tanpa pikir panjang lagi Adara menenggak air itu dengan cepat.

"Mau aku bantu?" tanya orang itu ramah. Di balik keramahan dan kelembutan orang di sampingnya ini Adara tidak tahu siapa orang ini. Dia tidak melepaskan kepala kostumnya, namun Adara merasa familiar dengan bias suaranya. Tapi masih abu-abu untuk benar-benar tau suara siapa itu.

AMBIVALEN [SEGERA TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang