18 : selfish

41 7 5
                                    

"Gak usah, biar gue aja."

Gerak tangan Aksa terhenti seketika, lantas menatap kapas yang sudah dituangkan cairan antiseptik. Ia terdiam kemudian melihat wajah Adara yang menatapnya sengit, dengan tampang pasrah akhirnya Aksa menyerahkan kapas itu pada Adara.

Yusuf  yang berdiri sembari memandangi keduanya hanya meringis ketika Aksa melihatnya dengan tampang melas. Sementara Abah tengah sibuk di dapur, melayani tiga pesanan pelanggan yang baru saja datang.

"Suf, tolong ambilin kaca," pinta Adara dengan suara lembut. Nada bicara benar berbeda 180° pada saat ia bicara dengan Aksa. Ketus.

Sadar namanya dipanggil Yusuf langsung memasang telinga dan bergerak cepat mengambil kaca yang dipinta Adara.

"Gue aja yang ambil, Suf." Aksa bangkit hendak menggantikan mengambil kaca, Yusuf yang baru saja berbalik dan mengambil 3 langkah jalan langsung terhenti.

"Emang tau?" Tanya Adara ketika Aksa bangkit dari duduknya.

Ketika kepala Aksa menggeleng dengan gerakan mata Adara menyuruh Aksa untuk duduk kembali dan saat itu juga Aksa duduk kembali ke tempatnya. Melihat sikap Aksa yang seperti itu di depan Adara membuat Yusuf terkekeh geli, begitu juga dengan Abah yang sedang menaruh makanan di meja pelanggan, ia terkekeh melihat kelakuan dua remaja itu.

"Ini, Teh." Yusuf memberikan kaca kecil pada Adara. Lalu kembali ke meja kasir saat Adara mengucapkan terima kasih padanya.

Selesai membersihkan luka di dahi, Adara mengambil plester untuk menutup lukanya. Saat ingin menempelkan plester itu ia terlihat kesusahan untuk menempelkannya, ujung plester itu terus menempel pada bagian ujung lainnya. Sudah 2 kali terus seperti itu, Adara berdecak kesal.

Di samping Adara, Aksa nampak gusar melihat Adara yang kesusahan seperti itu. Ia bergerak maju mundur untuk menawari Adara bantuan.

"Kalo susah tuh minta bantuan, Rara. Manusia tuh makhluk sosial, gak bisa hidup tanpa orang lain. Jangan gengsi buat minta tolong." Abah datang sembari menenteng nampan.

Wejangan dari Abah membuat Adara terdiam dengan bahu yang merosot ke bawah. "Abah aja kalo gitu yang nempelin," ucap gadis itu dengan sodoran plester di tangannya.

Abah menggeleng. "Tangan Abah kotor, nanti infeksi."

"Yusuf–"

"Yusuf lagi layanin pelanggan, tuh liat," potong Abah cepat seraya menunjuk dengan dagunya ke arah meja kasir yang terlihat sibuk.

Putranya memang sedang sibuk melayani pelanggan yang hendak membayar makanan. Mengambil uang, memberi nota, dan memberikan kembalian.

"Itu yang di sampingnya nganggur, minta tolong sok sana sama Aksa."

Adara menoleh pada Aksa yang tersenyum padanya, siap memberikan bantuan yang dibutuhkan Adara.

"Burukeun atuh."

Pada akhirnya Adara menyerahkan plester itu pada Aksa, pasrah. Dan dengan mata yang berbinar Aksa menyambut plester itu, membukanya, dan menempelkan pada dahi Adara dengan hati-hati.

"Bah!" Panggil seorang pelanggan.

"Iya, sebentar," sahut Abah mengacungkan tangannya.

"Rara gak usah kerja dulu, pulang aja gak papa."

"Abah gimana?" Tanya Adara, merasa tak enak karena tidak bekerja.

Abah mengibaskan tangannya. "Ada Ibunya Yusuf udah gak usah dipikirin, pulang aja sana."

Pria paruh baya itu pun melangkah pergi, menghampiri pelanggan yang memanggilnya. Ternyata meminta tambahan telur balado, dengan sigap Abah mengambil pesanannya. Sempat menoleh pada Adara dan segera menyuruhkan untuk pulang.

AMBIVALEN [SEGERA TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang