Adara berjalan tanpa alas kaki di atas trotoar jalanan. Kakinya sakit karena terlalu lama memakai high heels. Sekarang sepatunya ia tenteng begitu saja di lengannya.
Mata Adara terpejam saat mengingat dirinya dipojokkan di acara pesta ulang tahun Olivia karena kesalahan yang sama sekali tak pernah ia lakukan. Niatnya pergi ke sana pun karena hanya ingin menghargai Olivia yang telah mengundangnya, ia tak pernah mengharapkan Olivia menjadi teman akrabnya. Adara hanya ingin menghargai karena Olivia satu-satunya orang yang tak pernah memperlakukannya dengan buruk.
Rasanya ia menyesal karena dengan dia berada di sana malah membuat acara pesta ulang tahun Olivia hancur. Adara menghela nafas berat, kemudian menatap lurus jalanan di depannya.
Adara menyipitkan mata ketika melihat seseorang yang tak asing tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu beralih melihat mobil yang terparkir tak jauh di sampingnya.
Gadis itu berlari ketika sadar orang itu adalah Aksa dan dia yang mulai memukuli kepalanya sendiri.
"Stop! Lo kenapa?"
Adara mencoba menyadarkan Aksa yang enggan melihatnya dan terus memukuli kepalanya sendiri. Entah kenapa hatinya terasa tersayat melihat Aksa menangis seperti itu.
Sebenarnya apa yang telah terjadi kepada Aksa. Selama mengenal Aksa tak pernah sekali pun ia melihat Aksa dengan sisinya yang begitu hancur seperti ini.
Adara mencoba melihat sekeliling, kenapa di saat-saat seperti ini jalanan sangat sepi. Kemana semua orang? Dan saat melihat jembatan di depannya, Adara baru sadar ini adalah tempat dimana ibunya meregang nyawa beberapa tahun silam.
"Aksa! Ini gue! Liat gue!" Adara menarik lengan Aksa dan mencoba membuat lelaki itu menatap dirinya.
Masih dengan air mata yang mengalir deras Aksa mencoba untuk menahan diri, kemudian menatap orang yang berada di depannya dengan tatapan getir. Saat matanya mendapati orang yang terduduk di depannya adalah Adara, Aksa terhenyak dan menatapnya lekat sejenak, lalu merengkuh gadis itu dalam pelukannya.
Mata Adara melebar seketika saat Aksa membawa dirinya dalam pelukan. Gadis itu kebingungan, apa yang harus ia lakukan sekarang. Mungkin harusnya marah, karena Aksa tiba-tiba memeluknya tanpa izin, tapi Adara mencoba untuk memahami situasi Aksa dan membiarkan lelaki itu menangis dalam pelukannya. Ia sejenak melupakan kebenciannya terhadap Aksa.
Adara bukan ahli dalam menghibur seseorang, ia tak tau harus mengatakan apa untuk membuat Aksa merasa lebih baik. Ia hanya bisa mengatakan, "Gak papa, ada gue." Ia menepuk-nepuk punggung Aksa, untuk membuat lelaki itu merasa tenang.
"Jangan khawatir, ada gue di sini," ujarnya dengan suara lembut.
***
Adara dan Aksa kini duduk di kursi taman, berteman cahaya kemuning lampu taman yang tak terlalu terang, mereka saling membisu untuk beberapa saat.
Rasanya sangat canggung berada di situasi seperti ini dengan Adara. Ditambah Adara telah mengatahui sisi lain dari dalam dirinya yang tak pernah diperlihatkan pada orang-orang.
Dalam hati Adara merutuki dirinya sendiri karena telah mengatakan hal aneh saat memeluk Aksa, ia merasa geli sekarang.
"Gak papa ada gue? Emang gue siapa?!" Adara merasa geli dengan dirinya sendiri, ia terlalu terbawa suasana tadi. Sekarang Adara ingin menangis saja karena malu. Ia hanya berharap semoga Aksa tidak ingat apa yang ia katakan tadi.
"Sorry." Aksa bersuara dengan suara pelan.
Adara yang tengah menengadah ke atas langit langsung menoleh. "Hmm? Maaf kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIVALEN [SEGERA TERBIT]✔
RomanceUntuk sesaat Adara berpikir bahwa dunia tak sejahat itu padanya ketika ia mendapatkan beasiswa di sebuah sekolah ternama di pusat kota. Tapi, rupanya tempat yang Adara kira akan memberikan sedikit kebahagiaan dalam hidupnya menjadi tamparan paling m...