"Felicia tolong bawakan buku-buku tugasnya ke meja saya," perintah Ibu Ambar. Ia melenggang keluar kelas setelah memberi salam penutup."Siap bu," sahut Felicia semangat, bangkit dan berjalan ke meja guru.
Sampai di depan meja guru Felicia tiba-tiba terdiam ketika hendak membawa buku-buku itu keluar kelas. Sebuah ide tiba-tiba terlintas di kepalanya, Felicia menoleh pada Adara yang tengah merapikan buku pelajaran yang telah usai.
Felicia berjalan ke tempat duduk Adara sembari membawa buku-buku tersebut. "Bawa tuh." Ia meletakkan buku-buku itu di atas meja Adara.
Adara melirik buku-buku yang diletakkan Felicia di atas mejanya. "Kenapa harus gue?"
"Ya karena tampang lo kaya babu," ujar Felicia sembari membolak-balik telapak tangannya—mengecek kuku baru—dengan senyuman manis.
Ucapan Felicia sontak membuat seisi kelas tertawa puas terkecuali Aksa yang menenggelamkan kepalanya di atas meja, beberapa dari mereka bahkan saling menimpali dirinya dengan ejekan.
Pada akhirnya Adara bangkit dan mengambil semua buku itu. Ia berjalan menghampiri Felicia dan mengikis jarak di antara keduanya.
Adara endekatkan mulutnya pada telinga Felicia. "Kalo emang tampang gue kayak babu, Bu Ambar bakal
nyuruh gue bukan lo," katanya dengan suara pelan.Air muka Felicia seketika berubah, menatap bengis Adara yang berjalan keluar kelas dengan langkah santai walaupun kakinya terluka.
Mungkin akan lebih baik jika Adara mengatakan itu dengan suara lantang yang bisa saja membuat Felicia merasa malu, akan tetapi Adara bukan Felicia yang selalu mempermalukan orang di depan banyak orang. Ia terlalu malas bicara hal tidak penting yang bisa menguras tenaganya, lebih baik tenaganya ia pakai untuk bekerja.
●□●□●□●
Adara melangkah menyusuri koridor sekolahannya yang ramai. Lonceng istirahat telah berderang beberapa menit lalu, mereka terlihat berhamburan keluar kelas mencari kebebasan. Adara hanya berjalan sembari merundukkan kepalanya, ia malas melihat tatapan sinis yang merujuk pada dirinya.
"Adara, Hi!" Panggil seseorang yang baru saja keluar dari kelasnya. Olivia.
Langkah Adara terhenti lalu menoleh. "Hi," sahutnya dengan senyuman tipis.
Beberapa orang yang berada di depan kelas Olivia saling berbisik mengenai Adara dan Olivia yang nampak terlihat akrab.
"Aku bantu ya," tawar gadis cantik dengan satu jepit di sisi rambutnya, nampak terlihat elegan untuk dirinya. Olivia berniat mengambil separuh buku yang dibawa oleh Adara, namun dengan cepat Adara menjauhkannya.
"Gak usah, aku bisa sendiri."
Kepala Olivia menggeleng. "Ihh ga apa-apa lagi, sini aku bantu," bujuk gadis itu.
Walaupun Olivia tidak keberatan tetap saja Adara terlalu segan untuk membiarkan Olivia membawa buku-bukunya yang berat.
"Minggir, sini biar gue yang bawa." Arlan merobos, merebut seluruh buku yang dibawa Adara begitu saja, lelaki itu keluar dari kelas yang sama dengan Olivia.
Raut wajah Olivia seketika muram, kesal dengan apa yang dilakukan Arlan barusan.
Adara kebingungan, harus diam di sana atau menyusul Arlan. Pada akhirnya Adara memilih menyusul lelaki yang telah berjalan jauh lebih dulu dan segera menjajari langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIVALEN [SEGERA TERBIT]✔
RomanceUntuk sesaat Adara berpikir bahwa dunia tak sejahat itu padanya ketika ia mendapatkan beasiswa di sebuah sekolah ternama di pusat kota. Tapi, rupanya tempat yang Adara kira akan memberikan sedikit kebahagiaan dalam hidupnya menjadi tamparan paling m...