"Seperti terhalang tembok besar di antara keduanya. Mulai dari sana, aku berjanji untuk merobohkan tembok itu agar kita bisa bersama, selamanya."
Amalia alfaqih
💚🌷🌷🌷🌷
Setelah menyelesaikan tugas dan menentukan jadwal sidang, Fikri berniat langsung pulang ke rumah karena rasa lelah yang menyergap. Apalagi setelah sidang skripsi nanti, tak ada waktu lagi untuk beristirahat, ia harus lanjut dengan kegiatan koas di rumah sakit. Koas atau ko-assistant atau mungkin lebih di kenal dengan dokter muda, adalah pendidikan profesi kedokteran, biasanya para koas akan menjadi asisten dokter senior untuk melakukan tindakan kepada pasien, dan dokter senior akan mendampingi koas selama kegiatan berlangsung.
Fikri sudah menyiapkan mental dan fisik untuk koas nanti, karena butuh banyak tenaga dan usaha yang di keluarkan demi meraih gelar dokter itu.
15 menit berlalu, mobil range cover biru milik Fikri memasuki halaman rumah, lelaki itu kemudian keluar dari mobil dan berjalan memasuki rumah. Langkah tegapnya terhenti karena suara percakapan orang dewasa yang membuat telinganya panas. Bentakan, teriakan bahkan tangisan sampai terdengar keluar membuat Fikri mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam rumah. Fikri bersandar pada pintu kayu, air matanya menetes lolos begitu saja tanpa di minta.
Rumah bagi sebagian orang adalah tempat berpulang, tempat berkumpul dengan keluarga sambil bercanda ria di selingi tawa, semuanya di tepis kasar oleh Fikri. Karena faktanya, lelaki itu tak pernah merasakan apa namanya kehangatan dalam keluarga.
Dengan rasa tidak peduli, Fikri kemudian masuk ke dalam rumah. "Assalamualaikum."
Kedua orang dewasa yang saling bertatap sengit kemudian mengalihkan atensi ke arah pintu yang terbuka.
"Bang, kamu baru pulang, gimana kuliah kamu?" Suara lembut namun sedikit bergetar itu menyapa.
Fikri menatap datar, "gak usah sok peduli!"
"Fikri, yang sopan sama mama kamu!" bentak pria dewasa itu sambil menunjuk tepat di wajahnya.
Fikri tersenyum smirk. "Saya belajar dengan apa yang saya lihat, Anda saja tidak sopan pada istri anda, bagaimana saya bisa sopan pada pada dia yang tidak pernah memberikan apa yang seharusnya dia berikan! Perempuan yang hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa peduli pada anaknya. Perempuan yang melepaskan semua tanggung jawabnya hanya karena gengsi. Perempuan itu-" Fikri menunjuk wanita yang berada dihadapannya "-yang sangat tidak pantas untuk saya panggil, mama!!"
Salma, wanita berusia 37 tahun itu menangis, dadanya begitu sesak, bahunya bergetar seiring dengan lutut yang melemas. Salma tahu apa yang dilakukannya dulu adalah kesalahan besar, hingga Fikri tumbuh tanpa kasih sayang dari seorang mama. Salma menunduk takut, menyesali perbuatannya.
"Fikri, maafkan papa, Nak. Papa yang salah," ucap Raka. Pria dewasa yang menyandang status sebagai ayah dari Fikri.
"Basi, saya tidak butuh maaf dari anda."
PLAK
"Mas," teriak Salma.
"Papa tidak pernah mengajarkan kamu untuk bertingkah tidak sopan pada orang tua!!" Tanpa sadar, Raka menaikkan suara satu oktaf, dadanya naik turun, nafasnya memburu menahan amarah.
Kedua tangan Fikri mengepal kuat. "Memang apa yang sudah anda ajarkan pada saya? bukankah dulu ketika saya minta di ajarkan menggambar anda selalu mengusir saya dengan alasan anda sibuk meeting, atau ketika saya meminta anda untuk mengajari saya pelajaran matematika tapi anda selalu marah karena istirahat anda terganggu, sejak kapan anda pernah mengajari saya tentang tata cara sopan santun!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam diamku
EspiritualMemendam rasa cinta bertahun-tahun itu tidak mudah, ada banyak rasa yang tak bisa di realisasikan, ada ucapan yang tak bisa di lontarkan, ada rasa protes yang tak bisa di ungkapkan dan ada cemburu yang tak bisa di perlihatkan. semua itu Shafira simp...