"Dalam hal memendam rasa, perempuan memang jagonya. Tapi jika cemburu, 1 menit pun tak bisa tertahan."
🌷Amaliaalfaqih🌷
*****
Mobil yang di kendarai Shafira memasuki halaman kampus dan berhenti di depan parkiran. Shafira merapikan jilbabnya yang sedikit berantakan lewat kaca. Sebelum keluar dari mobil, tak lupa gadis itu mencium punggung tangan ayahnya.
"Fira kuliah dulu, ayah." Mencium tangan ayahnya dengan lembut.
Adrian membalas dengan sebuah kecupan di dahi Shafira. "Iya sayang, ayah doain semoga kuliah kamu lancar."
"Iya, yah. Shafira juga doain ayah semoga lancar buat kerjanya."
"Yaudah, sana masuk! Nanti kamu telat." Titah Adrian dengan lembut.
"Shafira pergi dulu ayah, assalamualaikum." Pamitnya dengan sopan.
"Waalaikumsalam,"
Shafira melambaikan tangan hingga mobil ayahnya hilang dari sana. Gadis itu melangkah riang sambil bersenandung sholawat.
Fakultas kedokteran, Shafira sengaja mengikuti jejak ayahnya untuk masuk kedokteran, tak ada yang memaksa, itu memang murni keinginan Shafira masuk fakultas itu.
"Shafira!" Merasa terpanggil, gadis itu menoleh ke belakang.
"Kamu baru datang, Bel?" Gadis yang di panggil bel itu menggeleng pelan.
"Gue udah datang dari tadi, cuma ke kantin dulu buat sarapan." Tutur Bella.
Widyana Arabella, adalah sahabat dekat Shafira sejak masa putih abu-abu. Jadi terhitung sudah 5 tahun Bella mengenal Shafira, karena sekarang mereka sudah masuk tahun ke-2 di fakultas kedokteran. Sama-sama berjilbab seperti Shafira, namun sedikit barbar.
"Lo udah baca diktat kuliah pak Revan?" Tanya Bella.
"Alhamdulillah udah, kamu gimana?"
"Gue juga udah, asli pusing banget gue bacanya, materinya banyak banget," ujar Bella mengeluh.
Shafira terkekeh. "Namanya juga kedokteran, Bel. Ini menyangkut nyawa orang, gak boleh main-main."
"Iya sih. Eh, tapi pak Revan masuk jam 10, kita ke perpus dulu yuk! Masih ada waktu 2 jam lagi," ajak Bella, karena jam kuliah mereka di undur 2 jam ke depan.
"Yuk, aku juga pengen minjem buku nih," shafira mengangguk setuju.
🌷🌷🌷🌷🌷
Sorot mata yang sangat tegas di ikuti dengan langkah yang sangat berwibawa membuat banyak perempuan histeris menatapnya. Muhammad Fikri alfazani, mantan ketua BEM fakultas kedokteran yang sekarang sedang melewati masa-masa skripsi. Ransel di pundak yang terlihat sangat berat belum lagi tangan sebelah kanan yang sibuk membawa tas berisi laptop. Hari ini, Fikri berniat untuk bimbingan skripsi bersama dosen pembimbingnya.
"Woy, Fik!" Fikri menoleh sembari melayangkan tatapan tajam pada si pemanggil.
"Maaf pak ustadz, tadi khilaf." Cengirnya tak berdosa. "Assalamualaikum bapak Fikri yang terhormat," ulang Dafi mengucap salam di selingi candaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam diamku
SpiritualMemendam rasa cinta bertahun-tahun itu tidak mudah, ada banyak rasa yang tak bisa di realisasikan, ada ucapan yang tak bisa di lontarkan, ada rasa protes yang tak bisa di ungkapkan dan ada cemburu yang tak bisa di perlihatkan. semua itu Shafira simp...