"ketika hati dan pikiran selalu tak sejalan dengan nyali yang kita punya, apa yang harus kita lakukan?"
Amalia alfaqih
💚🌷🌷🌷🌷🌷
"Baik, perkuliahan saya cukup sampai disini, ada yang ingin bertanya?" Tanya pak Revan, dokter sekaligus dosen paling muda di kampus Shafira, usianya baru menginjak 25 tahun.
"Tidak ada pak," mereka kompak menjawab.
"Baik kalau begitu cukup sampai disini, kita ketemu Minggu depan. Dan jangan lupa! Kumpulkan tugas, saya tunggu email sampai besok malam."
"Baik pak,"
Setelah pak Revan keluar, semua mahasiswa menghela nafas pelan, belajar dengan pak Revan adalah hal yang sering membuat buluk kuduk mereka terus berdiri, suasana kelas juga selalu tegang dan dingin, di tambah tatapan mata yang tajam dan pembawaan yang tegas menambah kesan pak Revan di juluki dosen killer.
"Ra, kayaknya pak Revan suka sama lo deh," celetuk Bella.
"Kalau ngomong jangan ngaco deh, Bel." Ujar Shafira cuek.
"Serius Ra. nih yah, dari pertama datang sampai selesai tadi, matanya terus natap ke arah lo, dan gue bisa lihat dari matanya kalau dia tertarik sama lo,"
Shafira menggendikkan bahu tak peduli, mustahil kalau dosen super killer itu menyukainya, ya walaupun Shafira sering membaca wattpad tentang dosen dan mahasiswa, tetap saja mustahil karena ini dunia nyata, bukan dunia halu.
Shafira dan Bella masih betah berada di dalam kelas, selain menikmati dingin suasana disana, masih ada 1 mata kuliah yang harus mereka ikuti setelah ini.
"Hmm, Ra. Mata kuliah Bu Winda masih agak lama. Lo mau ke kantin atau ke perpus?" Tanya Bella yang menopang dagu dengan tangannya.
Shafira mengetuk dagu pelan. "Kita ke perpus aja yuk, lagian aku belum terlalu laper."
"Ayok lah!"
Perpustakaan kampus yang terletak di antara fakultas kedokteran dan fakultas psikologi yang hanya di pisahkan dengan sebuah jembatan kecil yang sangat indah. Kedua sahabat itu bergandengan tangan dengan ceria menuju perpustakaan. Sampai disana, mereka berpisah mencari buku yang sedang di butuhkan.
Shafira sedikit berjinjit mengambil buku karena letaknya berada di rak paling atas, dengan susah payah gadis itu mengambil namun tangannya tak sampai.Ditengah usaha meraih buku, sebuah lengan kekar mencoba membantu mengambil buku yang di inginkan Shafira.
"Nih, makanya jangan terlalu pendek," ledek pria itu sambil memberikan sebuah buku mikrobiologi pada Shafira.
"Aku gak pendek kak Fikri , cuma kurang tinggi." Balas Shafira mendengus kesal menatap Fikri.
"Masa? Kok masih tinggian gue, sih."
"Tinggi aku 165, masih ideal lah kalau buat cewek. Dan lagi, cewek pendek itu nyaman banget buat di jadiin pelukan." Balasnya dengan canda.
"Oh ya? Kalau di peluk sama gue mau gak?"
Deg
Shafira mendadak pucat, bahkan sekarang degup jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Melihat wajah Shafira yang pucat sontak membuat lelaki itu tertawa.
"Gue bercanda kali," ujar Fikri di sela tawanya.
Shafira merengut kesal, menutup setengah wajah dengan buku yang ia pegang. Melihat Fikri yang kembali tertawa, itu membuat Shafira semakin jatuh akan pesona yang Fikri pancarkan. Dari dulu, Fikri selalu tampil dengan wajah datar, namun terkadang bisa tertawa begitu lepas saat bersamanya. Sampai detik ini, Shafira senang masih bisa menikmati tawa itu dari dekat. Entah sampai kapan Shafira hanya diam dengan segala perasaannya, tapi yang pasti gadis itu masih ingin merasakan kebersamaan dengan seorang Fikri alfazani.
🌷🌷🌷🌷🌷
Berbeda jauh dengan Shafira, Bella tengah beradu mulut dengan seorang pria yang selama ini selalu Bella hindari. Dafi, sahabat dari Fikri yang notabene dulu adalah mantan dari Bella di masa putih abu. Merutuk pelan karena gadis itu malah terdiam saat Dafi mendekatinya.
"Hai mantan," sapa Dafi dengan senyuman khasnya.
Bella menatap sinis. "Balikin buku gue!" Ujarnya to the point.
Dafi memajukan wajahnya agar lebih dekat dengan Bella. "Gue juga perlu ini, gimana dong?"
"Tapi gue yang liat duluan," sahut Bella tak terima.
"Gue yang ngambil duluan," balas Dafi tak mau kalah.
Bella menghentakkan kaki kesal. "Lo bisa gak sih ngalah sama cewek,"
Dafi masih setia dengan senyuman menatap sang mantan. "Gak bisa, lo mau ini di robek jadi dua, hmm?"
"Ambil deh! gue udah gak butuh." Bella menyerah kemudian berbalik hendak meninggalkan Dafi. Namun detik kemudian, Dafi mengucapkan kata yang membuat usaha move on selama ini goyah.
"Rasa itu masih ada, Bel."
Bella melirik sinis, ucapan Dafi memang membuat hati goyah, tapi Bella tetaplah Bella yang berusaha menghilangkan nama itu dari pikirannya. Bella tidak mau lagi jatuh ke dalam lubang yang sama dan Bella tidak mau andil lagi dalam membuat cerita dengan Dafi.
🌷🌷🌷🌷🌷
Shafira duduk di kursi panjang dekat jembatan, gadis itu tengah menunggu Bella yang tak kunjung datang, padahal Shafira sudah mengabari Bella dari 15 menit yang lalu, namun belum ada tanda kemunculan Bella.
Shafira memutuskan untuk membaca buku yang tadi ia pinjam dari perpustakaan. Belum sampai 5 menit membaca, fokusnya pecah karena bayangan kejadian tadi di perpustakaan, gadis itu menggeleng pelan, berusaha menghilangkan bayangan itu, memukul kepalanya dengan pelan supaya fokusnya kembali.
"Argh! Kesel gue," tiba-tiba Bella datang dengan raut wajah yang merah padam seperti menahan marah, Bella duduk di samping Shafira yang tengah memandang heran.
"Kamu kenapa datang malah marah-marah gak jelas?"
Bella mengatur nafasnya. "tadi waktu di perpus, gue mau pinjam buku tentang farmakologi, waktu gue mau ambil, itu buku udah serobot duluan sama ka Dafi. Ya gue gak terimalah, kita cekcok, tapi akhirnya gue ngalah dan buku itu di ambil sama dia," melipat tangannya di depan dada, Bella merengut kesal saat mengingat wajah Dafi yang begitu menyebalkan tanpa dosa.
"Oalah, jadi abis ribut sama mas mantan nih? Cie cie, ada yang mau balikan nih," sahut Shafira yang menggoda sahabatnya itu.
Shafira, Bella dan Dafi memang satu pondok juga satu sekolah saat masa SMA, bedanya adalah posisi Dafi yang menjadi kakak kelas mereka berdua. Jika Shafira betah dengan perasaan dalam diamnya, lain halnya dengan Bella yang terang-terangan menyukai Dafi hingga mereka melanggar aturan pondok bahkan aturan Islam yaitu pacaran. Tapi, karena satu hal, Bella akhirnya memutuskan Dafi secara sepihak.
"Siapa juga yang mau balikan sama dia, gak level banget balikan sama mantan." Jawab Bella dengan sewot.
Shafira menutup mulut menahan tawa. "aduh Bel, jangan terlalu benci sama mantan, kalau nanti taqdir bilang kamu harus balikan sama ka Dafi gimana coba?"
Bella diam mematung, jika ditanya apakah dirinya masih menyukai Dafi, jawabannya adalah iya, ucapan Dafi di perpustakaan juga Bella iyakan, memang benar rasa itu masih ada, hanya Bella yang berhenti menunjukkan rasa itu.
"Udah deh, gak usah ngurusin kisah gue, mending sekarang urusin tuh perasaan 7 tahun lo, masih aman gak?". Tanya Bella, niatnya gadis itu mengalihkan pembicaraan mereka berdua.
Menaikkan kedua alisnya. "Yang perlu kamu tau, rasa itu masih tetap sama. Aku gak tau harus bertahan sampai kapan, tapi yang pasti, kalau sinyal kecewa itu muncul, disaat itu juga aku harus menghentikan semuanya." Jawab Shafira dengan serius.
Menatap lurus ke depan, Setelah menjawab pertanyaan Bella, gadis itu diam, mencerna setiap kalimat yang ia lontarkan tadi. Walaupun ucapannya tadi terdengar serius, tapi hati dan pikirannya seolah menolak itu semua.
🌷🌷🌷🌷🌷
To be continued.
Sukabumi, 17 Juli 2021
"Siti Amalia Desmon"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam diamku
SpiritualMemendam rasa cinta bertahun-tahun itu tidak mudah, ada banyak rasa yang tak bisa di realisasikan, ada ucapan yang tak bisa di lontarkan, ada rasa protes yang tak bisa di ungkapkan dan ada cemburu yang tak bisa di perlihatkan. semua itu Shafira simp...