part 9. Salah Tingkah

14 3 0
                                    

"Jika perempuan sudah mencintai seorang laki-laki, jangankan saat bertemu, mencium wangi parfumnya saja sudah membuat hati berdetak dua kali lebih cepat."

Amalia alfaqih
💚

🌷🌷🌷🌷🌷

Shafira sedang memilih beberapa buku seputar kesehatan. Pak Revan, dosen yang memerintahkan untuk mencari beberapa buku untuk di jadikan referensi belajar. Setelah lama mencari, akhirnya Shafira mendapatkan semua buku yang sudah pak Revan list di sebuah kertas kecil.

Membawa sekitar sepuluh buku, Shafira jadi sedikit kesulitan saat berjalan karena terhalang oleh tumpukan buku, karena itu ia berkali-kali menabrak orang. Sampai di koridor fakultas kedokteran, Shafira menabrak seseorang hingga semua buku yang dibawanya jatuh berserakan di lantai.

"Maaf-maaf, aku gak sengaja," ucap gadis itu panik tanpa melihat siapa yang ia tabrak.

"Gak apa-apa, salah gue juga jalan sambil main hp," merasa familiar dengan suara itu, Shafira mendongakkan kepalanya.

"Kak Fikri, aku minta maaf udah nabrak kakak,"

"Santai aja, Ra. Gue juga salah kok. Lo banyak banget bawa buku, sampai gak bisa lihat jalan." Ujar Fikri sambil membantu merapikan buku-buku itu.

"Iya kak, aku di suruh pak Revan buat ngambil buku ini di perpus," Shafira meringis pelan saat ingin berdiri, kakinya sedikit terkilir saat jatuh tadi.

"Lo gak apa-apa, Ra?"

"Gak apa-apa, kak. Ini cuma keseleo aja,"

"Serius gak apa-apa? Atau lo mau gue gend-"

Fikri menggantungkan ucapannya, astagfirullah, jangankan di gendong, perempuan seperti Shafira pasti sangat menjaga untuk tidak berkontak fisik dengan lawan jenis. Bisa-bisanya Fikri lupa akan hal itu.

Saat di pesantren dulu, Fikri pernah mendengar penjelasan di dalam satu kitab bahwa pasak yang menusuk itu lebih baik dari pada menyentuh yang bukan mahramnya. Jangankan menyentuh, menatap wajah lawan jenis di iringi dengan syahwat sudah haram hukumnya. Aurat perempuan itu adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan ketika sholat. Bahkan di dalam kitab wabadrul gomam di jelaskan صَوْتُهَا عَوْرَةٌ bahwa suara perempuan itu adalah aurat, tapi berbeda dalam kitab i'anatuttolibin, bahwa suara perempuan itu bukan aurat tapi fitnah, fitnah adalah perkara yang lebih menjerumus pada keburukan, itu yang Fikri tahu.

"Tadi kak Fikri mau ngomong apa? Kok malah bengong," ucap Shafira yang melihat Fikri melamun.

"Eh, ngga Ra. Gak jadi. Hmm, lo serius bisa jalan sendiri?" Tanya Fikri sekali lagi.

"Insyaallah bisa kak, lagian kaki aku juga gak terlalu sakit,"

"Yaudah kalau gitu gue duluan, udah di tunggu sama dospem. Lo hati-hati, ya."

"Silahkan kak, sekali lagi aku minta maaf," Shafira menunduk malu, lebih tepatnya gadhul bashar.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam,"

Setelah Fikri pergi, tangan Shafira beralih memegang dadanya yang berdetak lebih kencang. "Astagfirullah, padahal cuma kayak gitu doang, tapi deg-degannya masih kerasa sampai sekarang, kenapa sih jantung aku gak bisa di kontrol kalau deket sama kak Fikri," gerutu gadis itu pelan.

"Lemah banget cuma di ucapin hati-hati aja udah jedag jedug gak karuan, gimana nanti kalau di ajak nikah, udah mleyot kali hati dedek,"

*****

Akhirnya Shafira sampai di depan pintu ruangan pak Revan, dengan perlahan gadis itu mengetuk pintu sopan dan tak lupa mengucap salam.

"Silahkan masuk!" Sahut suara laki-laki dari dalam ruangan.

Dengan berjalan tertatih, Shafira masuk ke dalam ruangan itu.

"Maaf pak, ini sudah saya ambil buku referensi yang bapak suruh,"

Pak Revan yang tadi fokus pada laptop, kemudian melirik ke arah gadis yang menyimpan tumpukan buku di meja kerjanya.

Pak Revan menatap Shafira datar. "Terima kasih," katanya dengan singkat.

Shafira mengangguk sopan. "Sama-sama pak, kalau gitu saya permisi dulu."

Gadis itu buru-buru segera keluar dari ruangan itu karena tak nyaman berduaan dengan laki-laki yang bukan makhrom, apalagi tadi pintu ruangan tertutup rapat.

"Tunggu!"

Memejamkan mata merasa kesal, kenapa pak Revan harus menahannya keluar dari ruangan ini. Terpaksa Shafira menoleh kembali dan melihat pak Revan yang menatapnya dengan intens.

"Iya pak, ada yang bisa saya bantu lagi?"

Pak Revan berjalan mendekati Shafira, langkah demi langkah, Shafira yang merasa tak nyaman mulai mundur hingga tubuhnya terhentak di pintu.

"Shafira Adijaya Kirana, saya tidak menyangka kamu seorang pencuri!!" Ucap Revan dengan tegas. Manik mata yang hitam legam itu membuat Shafira takut.

"Mak-sud bapak a-pa?"

Pak Revan tersenyum smirk. "Apa kamu tidak sadar kalau kamu telah mencuri sesuatu milik saya,"

Shafira menggeleng kuat. "S-aya gak pernah ngambil sesuatu yang bukan milik saya," balas gadis itu tergagap.

"Oh ya? Tapi kenapa hati saya kamu ambil dengan secara tidak langsung?"

Astagfirullah, desis Shafira dalam hati.

*****

Tangan Bella tak berhenti memegang ponsel, sudah beberapa kali gadis itu bolak-balik membuka aplikasi berwarna hijau untuk melihat kabar dari Shafira, tapi hasilnya nihil, bahkan pesan yang Bella kirimkan pada Shafira belum juga bercentang biru.

"Shafira kemana sih?! Di telfon gak di angkat, di WA gak di bales, lumutan dah gue nunggu dia disini,"

"Mana haus banget lagi..huh," tangan Bella mengipas dekat ke arah wajah.

"Nih," Dafi menyodorkan sebuah botol minuman tepat di depan wajah Bella.

"Gak usah,"

"Ambil! Gue gak suka penolakan,"

Dengan kasar, Bella mengambil minuman itu lalu menegaknya hingga tersisa setengah.

"Makasih,"

"Hmm, sama-sama." Bella kemudian beranjak dari duduk saat Dafi ingin dekat dengannya.

"Eh Bel, lo mau kemana?"

Bella mendengus. "Bukan urusan lo!".

Dafi menatap Bella sendu. "Gue mau serius sama lo Bel, apa lo gak percaya sama gue?"

Bella membalas tatapan sinis, "buat apa gue percaya pada laki-laki si pemberi luka,"

Dafi mematung, segitu bencikah Bella padanya, hingga gadis itu tak mau mendengarkan penjelasan tentang apa yang telah terjadi di masa lalu.

"Bel, gue mau ceritain kejadian itu, plis dengerin gue dulu," Dafi memohon.

"Gue gak ada waktu, percuma gue dengerin penjelasan lo, semuanya udah berubah, Daf."

"Gak ada yang berubah, semuanya masih sama Bella. Kasih gue waktu buat ngejelasin semuanya,"

"Gak tertarik,"

Dafi mengepalkan tangan, menyesali segala perbuatannya dulu, Dafi tidak menyangka kalau kejadian dulu akan berakhir seperti ini. Bella berubah, benar-benar berubah. Dafi sangat merasakan perubahan yang ada pada diri Bella, tidak ada lagi Bella yang manis, yang selalu tersenyum, yang selalu ceria, yang ada hanya Bella yang cuek, dan ketus padanya. Dafi benar-benar menyesal.

🌷🌷🌷🌷🌷

To be continued

Siti Amalia Desmon

Sukabumi, 07 Agustus 2021.

Dalam diamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang