2.

4.6K 526 24
                                    

"lisa-ya, kau mimisan lagi." Guru les Lalisa menghampiri dengan sebungkus tisu di tangan nya. Hari ini Lalisa kembali melakukan kewajiban nya tanpa telat satu detik pun.

"Gomawo unnie." Kim Sojeong adalah guru les nya. Guru ketiga nya setelah, Sunmi, dan Hyori.  Lalisa melakukan tiga sesi les setelah pulang dari sekolah nya.

Kim Sojeong atau lebih akrab nya Sowon meringis melihat luka lebam di sudut bibir Lisa. Dia sudah bisa menebak bahwa lebam itu di timbulkan oleh seojoon dan minyoung.

"Mianhe lisa-ya. Seharusnya kemarin aku tidak melaporkan pada appa mu karna kau telat." Sowon menunduk dalam, merasa bersalah pada gadis lima belas tahun di depan nya.

Tubuh kurus, mata panda, wajah pucat namun tetap tersenyum. Itu membuat relung hati Siwon terluka. Dia berpikir seberapa tersiksa nya Lalisa di dunia.

"Gwenchana unnie. Itu memang tugas mu. Aku memang harus di hukum karna telat. Aku tidak bisa menjadi pewaris perusahaan appa jika tak disiplin."

Lalisa memaaf kan Sowon. Dia tau bahwa seojoon selalu meminta guru les nya untuk memberitahukan setiap gerakan yang Lalisa buat saat les.

Menurut nya Sowon tak bersalah di sini karna diamenjalankan tugas nya, justru dirinya sendiri lah yang salah karna terlambat.

"Tapi kau hanya telat satu menit Lisa-ya. Lalu mereka memukul mu, memaki mu. Itu tak bisa di lakukan oleh mereka, itu berlebihan."

"Aniyo unnie, mereka benar, aku memang pantas di hukum. Lagi pula mereka melakukan ini untuk kebaikan ku di masa depan nanti."

Dada Sowon terasa sesak. Dia tau dari sorot mata Lisa bahwa gadis itu membutuhkan pertolongan. Dia tersiksa tapi bisa berbuat banyak. Seandaikan Sowon bukan orang yang menjaga privasi orang lain, dia pasti sudah melaporkan kekerasan yang di terima murid nya ini.

"Apa kau menyayangi mereka?" Dahi Lalisa mengkerut, tentu saja dia menyayangi keluarga nya.

"Tentu."

"Kenapa kau tak membenci mereka saja? Kenapa masih menyayangi mereka? Seharusnya kau marah dan membenci keluarga mu bukan justru menyayangi orang yang melukai batin dan fisik mu."

Lalisa tersenyum, manis sangat manis. Pikiran Sowon menurut nya terlalu jauh.

"Jangan ajari aku membenci orang lain unnie. Karna aku lebih dulu di benci sejak masih dini."

Sowon menangis mendengar kalimat akhir Lalisa. Dirinya berjalan lalu memeluk Lalisa erat. Menyalurkan  kehangatan yang tak bisa di dapat kan dari keluarga nya.

"Di benci bukan berarti tak bisa membenci lisa-ya."

.
.
.
.

"Ya!! Jeongyeon-ah. Kenapa kau lama sekali hah?!!" Seulgi memukul kepala Jeongyeon yang telat datang.

Seulgi dan Jeongyeon adalah teman Lalisa, bukan hanya teman tapi juga keluarga. Lalisa banyak menampakkan kebahagiaan nya saat bersama Jeongyeon dan seulgi.

"Yo Jeongyeon! Ais.. kenapa kau terlambat hah? Aku sudah lapar menunggu mu." Lalisa juga ikut memukul kepala Jeongyeon. Dia ikut kesal karna harus menunggu lima belas menit, padahal perut nya sudah sangat lapar.

"Yak!! Tak bisa kah jangan memukul kepala ku? Ais.. kecantikan ku bisa berkurang karna kalian." Sedangkan seulgi dan Lalisa hanya memutar mata nya malas. Sahabat nya ini memang terlalu PD. Di tambah dia juga sedikit bodoh.

"Kalian sudah memesan makanan nya?" Seulgi dan Lalisa mengangguk. Memang sejak lima menit sebelum Jeongyeon tiba dia sudah mengirim pesan untuk segera memesan makanan. Tidak mau menunggu lama ucap nya.

"Lalu kenapa kau terlambat?" Lalisa bertanya. Sedikit penasaran dengan alasan Jeongyeon terlambat, di tambah seperti nya dia sedang memikirkan sesuatu yang berat.

"Aku lupa jika memiliki janji dengan kalian, ais.. pasti karna terlalu memikirkan masalah itu."

"Memang nya apa yang kau pikirkan?"

"Sebenarnya mana dulu yang lahir? Telur atau ayam?" Jeongyeon menatap seulgi dan Lisa satu persatu. Meminta bantuan untuk menjawab pertanyaan yang telah di pikir selama lima jam ini.

"Kenapa bertanya lagi? Tentu ayam lah yang lebih dulu lahir." Lalisa dengan bangga menyampaikan pendapat nya. Menurut nya ayam lah yang lebih awal di ciptakan.

"Aniyo... Jika ayam lebih dulu lahir...  Tapi... Ayam tidak akan ada jika tidak ada telur. Ayam terlahir dari telur." Lalisa langsung menghilangkan senyum nya, benar juga yang Jeongyeon katakan, jika tidak ada telur lebih dulu, maka ayam pun tidak akan lahir.

"Hahaha pabbo-ya. Ais, kenapa kau sangat bodoh lisa-ya? Sudah jelas telur lah yang lebih dulu lahir. Hahahha adik ku benar benar bodoh ternyata." Seulgi memegangi perut nya yang sakit karna terlalu banyak tertawa. Menurut nya Lalisa sangat lucu karna berpikir ayam lebih dulu lahir di bumi.

"Aniyo unnie. Jika telur lebih dulu lahir, itu juga salah. Telur berasal dari ayam. Jika tak ada ayam telur pun tidak akan ada." Seketika juga seulgi langsung menghentikan tawa nya. Benar lagi apa yang di bilang Jeongyeon, telur terlahir dari ayam, bagaimana bisa telur yang pertama di ciptakan sedangkan ayam saja belum terlahir.

Kini mereka bertiga diam tak bersuara. Mereka benar benar memikirkan siapa lah yang terlahir lebih dulu antara ayam dan telur.

Bahkan hingga makanan mereka datang, semua nya masih diam dalam pemikiran masing masing.

"Nona permisi ini pesanan nya." Ketiga nya masih diam tak berkutik.

"Nona... Nona... Nona!!" Jeongyeon mendongak menatap pelayan itu, satu alis nya di angkat bermaksud bertanya apa maksud nya.

"Ada apa dengan kalian nona, aku ingin mengantar pesanan ini. Apakah kalian sakit? Atau butuh bantuan?"

"Lebih dulu lahir yang mana antara ayam dan telur?" Pelayan tersebut diam beberapa menit lalu dengan pasti dia menatap Jeongyeon.

"Tentu saja telur."

"Aniyo... Telur tidak akan ada tanpa ayam."

"Maka lebih dulu ayam lah yang lahir." Balas pelayan itu.

"Aniyo... Ayam tidak akan ada tanpa telur." Pelayan itu diam kembali. Berpikir sama keras nya seperti Jeongyeon, seulgi dan Lalisa. Dia pun sudah duduk di bangku kosong sebelah seulgi. Menunduk berpikir jawaban pertanyaan Jeongyeon.

Pelayan lain datang bermaksud bertanya apa yang terjadi, tapi tetap berakhir sama seperti keempat orang di meja itu.

Kejadian nya terus berulang sampai lima pelayan lain pun ikut duduk di sana dan membantu berpikir.

Terakhir, sang menejer restoran pun ikut terjebak dalam pertanyaan sulit milik Jeongyeon. Menejer itu pun ikut duduk di sana dan berpikir.

Jika di hitung sudah dua jam mereka di sana untuk mencari jawaban nya. Makanan Jeongyeon, seulgi dan Lalisa pun sudah habis. Tapi tetap dengan keheningan karna pikiran nya masih mencari jawaban.

Tapi mereka tak kunjung menemukan jawaban nya, jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah waktu nya mereka pulang.

Restoran pun sudah sepi karna pelanggan memilih mencari restoran lain. Pelayanan sangat lama karna lima pelayan sedang berpikir dengan keras bersama menejer nya di meja Lalisa.

TBC end vote

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang