16

3.4K 512 23
                                    

"kemarikan lengan mu sayang..." Lisa memberikan tangan nya sesuai permintaan Minyoung. Lalu Minyoung mengambil obat dan mengoleskan di lengan Lalisa yang memiliki bekas sayatan benda tajam.

"Lain kali jangan melukai tangan mu lagi oeh."

"Padahal aku tak pernah merasa melukai lengan ku, kenapa ada bekas nya di sana."

"Lisa benar benar tidak sadar?" Lalisa mengangguk, memang saat melakukan nya Lalisa masih kehilangan jiwa nya sendiri, jadi wajar jika dia tidak tau.

"Jangan seperti ini lagi, ini tidak baik."

"Selama ini kalian hanya sibuk membandingkan aku dengan unnie unnie ku dan tidak mengajarkan apa itu 'love myself' so... Wajar saja jika aku melukai diri sendiri."

Jisoo yang duduk di depan Lalisa dan Minyoung langsung melangkah meninggalkan ruang keluarga. Sungguh Jisoo tidak ingin kembali sakit hati dengan ucapan Lalisa.

"Eomma, boleh aku meluapkan semua yang aku pikirkan? Rasa nya ini adalah hak dari seorang anak."

"Ingin bercerita dengan appa juga?" Lalisa mengangguk. malam ini akan menjadi malam berkesan karna untuk pertama kalinya Lalisa bisa mengeluarkan pikiran nya setelah hampir enam belas tahun diam.

Mereka berdua berjalan memasuki kamar Minyoung dan Seojoon. Minyoung menarik lembut tangan Lalisa untuk naik ke atas kasur di mana kini Seojoon tengah berbaring.

Posisi nya Sekarang Lalisa di tengah menikmati pelukan hangat seojoon dan Minyoung.

"Ada apa Hem... Tumben sekali ke kamar appa."

"Gomawo." Seojoon menatap intens Lalisa. Kenapa anak bungsu nya tiba tiba mengucapkan terima kasih?

"Gomawo karna telah melahirkan ku eomma. Gomawo karna menghidupi aku appa. Dan... Terima kasih atas segala luka yang ada." Lalisa mengeratkan pelukan nya pada Seojoon dan Minyoung.

Sesuatu yang mungkin akan hilang. Lalisa hanya berusaha agar bisa mengingat selama nya kenangan malam ini. Pelukan hangat yang menenangkan. Tentu dengan kebahagian.

"Bukan kah aku menyedihkan? Entah sampai kapan aku bertahan di rumah ini. Dalam pikiran ku hanya ada pergi dan pergi."

"Aniyo, jangan berpikir untuk meninggalkan eomma. Lisa tau? Eomma menyayangi Lisa sebagai mana eomma menyayangi diri sendiri."

"Nyata nya kalian tidak menyayangi ku, kalian hanya kasihan dan merasa bersalah, jangan berlindung pada kalimat 'aku menyayangi mu' karna sakit saat aku tau itu kebohongan."

"Kenapa Lisa ingin meninggalkan appa? Lisa tidak menyayangi appa?"

"Karna kalian menyakitiku. Aku menyayangimu kalian, itu juga alasan kenapa aku tidak pergi. Bahkan ketika aku benar benar lelah dengan keadaan."

Lisa mengecup pipi Seojoon dan Minyoung. Entah kenapa Lisa menjadi iri saat menyentuh pipi orang tua nya. Lihat lah, pipi mereka berdua benar benar lembut dan cerah, tidak seperti Lisa yang memiliki beberapa jerawat.

"Kenapa akhir akhir ini kalimat mu pedas sekali?"

"Kenapa dulu kalimat kalian selalu menyakiti hati?" Balas Lisa. Sungguh rasanya Seojoon ingin menjahit mulut Lisa yang pedas ini.

"Appa, bagaimana jika aku pergi?"

"Lisa tidak bisa pergi.  Selama nya Lisa akan bersama appa."

"Ternyata benar, orang tua adalah manusia paling egois. Selain memaksa kehendak terhadap anak, orang tua juga egois untuk kebahagian nya sendiri."

"Eomma menyayangi mu."

"Aku lebih menyayangi eomma."

"Appa tau? Ada seseorang yang mengatakan padaku, bahwa orang tua akan mendidik anak nya dengan keegoisan."

"Dia juga bilang orang tua akan melakukan apapun untuk membuat anak nya sukses, termasuk dengan melukai mental anak nya sendiri. Dan sekarang... Semua itu terjadi padaku."

"Kalian memaksa, berkata kasar, melukai, dan membandingkan. Entah kenapa rasa nya depresi itu lebih sakit dari pada luka fisik"

Lisa menatap mata Minyoung. Ibu nya sedang menangis. Itu menyakiti hati Lisa, tapi itu juga pantas untuk Minyoung.

"Bukan kah sekarang Lisa sehat? Lisa tidak pernah kambuh, itu arti nya mental Lisa sudah sembuh bukan?"

"Sakit mental tidak seperti sakit fisik appa. Jika tubuh ku yang terluka, seiring berjalan nya waktu itu akan sembuh dan hilang. Berbeda jika aku sakit mental, seiring berjalan nya waktu dia akan semakin menyakitkan bukan semakin menghilang."

"Waktu tidak bisa menyembuhkan apapun, aku hanya di paksa untuk terbiasa dengan luka yang ada."

"Setelah ini banyak banyak beribadah pada Tuhan. Mungkin dia marah karna Lisa kurang beriman." Seojoon menarik selimut lalu menutupi setengah tubuh mereka. Malam ini Lisa harus tidur dengan Seojoon dan Minyoung. Hanya bertiga!

"Depresi itu cacat mental, bukan kurang iman."

"Akh..." Lalisa meringis pelan, tapi cukup untuk bisa di dengar Seojoon dan Minyoung. Mereka berdua panik. Lalu langsung bangkit dari tidur nya.

"Wae? Wae? Ada apa? Ada yang sakit? Di mana?" Seojoon terlebih panik. Dia langsung mengulurkan tangannya untuk menelfon dokter Kim.

"Aniyo appa, hanya punggung ku sedikit ngilu."

"Kenapa bisa ngilu? Ada yang melukai mu? Siapa? Biar eomma melihat nya." Pertanyaan beruntun Minyoung yang membuat Lalisa terkekeh. Dia tidak sadar diri juga ternyata.

Sedangkan Seojoon dan Minyoung di buat bingung, padahal baru tadi dia meringis kesakitan, sekarang gadis berponi ini justru tertawa.

"Bajingan terjahat di dunia adalah pelaku yang berpura pura tidak terjadi sesuatu atau bahkan berpura pura menjadi korban yang paling tersakiti."

TBC and vote

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang