6.

3.5K 495 18
                                    

Semua sedang menikmati makan malam nya. Lalisa sudah mengganti pakaian yang tadi Basar akibat tercebur ke dalam kolam.

Kakek dan nenek nya memandang Lalisa sinis. Mereka tau Lalisa baru saja membuat masalah dengan cucu cucu nya yang lain.

"Seojoon-ah, kenapa kau melahirkan Manusia menjijikkan ini? Aku tidak ingin memiliki keponakan aib seperti diri nya." Kakak tertua seojoon menyindir Lalisa dengan sinis nya.

Tangan Lalisa berhenti saat ingin menguapkan kembali sesendok nasi. Hati nya sakit lagi. Mental nya akan di uji beberapa detik setelah ini.

"Kenapa tak kau buang saja dia? Sudah bodoh, tidak sempurna, aib seperti nya tak pantas menyandang marga Park." Kakak kedua seojoon juga memberikan kalimat pedas nya. Lalisa hanya menunduk menggenggam erat jemari yang mulai berkeringat.

"Unnie, Hyung aku mohon jaga ucapan kalian." Seojoon memberi peringatan nya. Dia bertindak seakan tak terima Lalisa di hina orang lain.

"Appa dan eomma berencana akan mengirim nya ke xxxxx. Negara yang tak memiliki kemajuan selama beberapa tahun belakangan ini. Sama seperti anak mu itu."

Appa seojoon angkat suara. Dia dan istri nya memang sudah mencari kan tempat terpencil untuk cucu bungsu yang seperti kotoran itu.

"Aku setuju appa. Untuk apa kita mempertahan kan sampah seperti nya? Itu tak memberikan makna atau saham yang tinggi." Kembali kakak tertua seojoon berpendapat.

"Nde oppa. Kita sudah berhasil merahasiakan identitas nya selama lima belas tahun, media semakin pintar sekarang. Jika tak bertindak sekarang maka mereka akan mengetahui masalah aib keluarga kita ini."

"Jika itu terjadi saham perusahaan mungkin akan turun dua puluh persen." Jennie, jisoo dan Chaeyoung mengumpat mendengar kalimat bibi mereka.

Ada perasaan marah saat Lalisa di hina orang lain. Terlebih mereka mengatai nya kotoran hewan dan sampah.

Brak

"Unnie aku bilang berhenti!!" Seojoon menggebrak meja makan di depan nya dengan kuat. Semua terkejut dengan tindakan spontan seojoon.

Diam diam Lalisa tersenyum karna merasa di bela oleh seojoon. Dia berpikir bahwa seojoon mulai menyayangi nya seperti kakak kakak nya.

"Ada apa dengan mu seojoon-ah?"

"Jangan menghina anak ku lagi!!"

"Kenapa kau membela nya? Dia memang tak pantas ada disini. Bagaimana jika media tau dia anak mu? Saham perusahaan akan turun karna berita itu." Mulut pedas kakak tertua seojoon kembali melanturkan kalimatnya. Seorang pria dengan dua anak itu seakan benar benar membenci Lalisa.

"Oppa berhenti menghina anak ku!! Jangan pernah lagi kau mengatainya di hadapan ku!!" Minyoung membela Lalisa. Membuat orang yang di bela semakin bahagia. Dia benar benar berfikir bahwa keluarga sekarang menyayangi diri nya.

"Aku tak peduli jika saham menurun atau apa pun itu.  Aku tak akan mengirim nya keluar dari Seoul!!" Seojoon langsung pergi dengan menarik tangan Lalisa di ikuti anak anak dan istri nya.

Memasuki mobil lalu langsung menuju ke mansion pribadi nya sendiri. Wajah nya memerah, terlihat bahwa dia benar benar marah.

Istri dan ketiga anak nya pun juga terlihat menggeram kesal. Banyak umpatan yang mereka ucapkan saat mengingat ingat kejadian tadi.

.
.
.
.

Sekarang mereka sudah berkumpul di ruang keluarga. Masih saja ada umpatan yang keluar dari masing masing mulut.

Sedang Lalisa hanya dapat tersenyum kala merasa di bela oleh seojoon dan minyoung.

"KAU... KENAPA KAU HARUS LAHIR MENJADI GADIS BODOH HAH?!! KENAPA?!!" seojoon membentak tepat di depan wajah Lalisa. Seketika senyum manis di wajah nya menghilang.

Padahal tadi dia sudah berangan berlibur di pulau Jeju bersama, menikmati kebahagiaan yang selama ini di impikan.

"Appa... Hiks" Lalisa menangis. Angan angan nya menghilang. Kembali mendapati kenyataan bahwa itu hanya akan menjadi angan selama nya.

"Kenapa kau harus bodoh?!! Kenapa aku melahirkan anak tak sempurna seperti mu?! Kenapa harus aku?!!"

Plak
Plak
Plak

Minyoung menampar berkali kali pipi putih Lalisa. Pipi yang mulai menirus itu berubah menjadi merah saat tangan minyoung berhenti memberi pukulan.

"Aniyo!!! Aku tak boleh memiliki anak bodoh!!! Aku harus memiliki anak yang sempurna!!! Hey kau! Cepat bereskan pakaian mu, kita ke rumah sakit. Lakukan segala macam operasi."

"Cepat!! Ambil pakaian mu! Kita operasi wajah mu, kaki mu, tubuh mu, tangan buruk mu itu, bila perlu ganti saja tangan itu dengan tangan robot. Tak masalah soal biaya, yang penting kau sempurna! Atau kau juga harus gagar otak agar pintar? Ayo lakukan sekarang!!!"

Seojoon bergerak gelisah. Mendorong Lalisa agar mengambil pakaian dan menjalani operasi aneh itu.

"Sebegitu nya kah kau terobsesi pada kesempurnaan appa?" Batin Lalisa.

"Appa hentikan... Appa... APPA!" Seojoon langsung berhenti mendorong Lalisa saat mendengar nya berteriak lantang.

"Appa tolong jangan seperti ini appa... Hiks... Jangan lakukan ini pada ku!!"

"Jadi apa yang harus aku lakukan pada mu sialan!! Akh!!! Aku benar benar tak pernah ingin ada hadir mu di dunia ini!!"

"Maka bunuh lah aku appa!! Jika memang tak menginginkan hadirku, maka bunuh lah aku!! Ambil senjata kalian dan arah kan padaku.jangan beri aku harapan, harapan atas kasih sayang yang berakhir luka di tubuh ringkih ku ini!!!"

"Padahal tadi aku senang saat merasa kalian membelaku. Tapi.. kenyataan kembali menampakkan wujud nya"

"Kenapa kau harus marah saat paman dan bibi menghinaku? Kenapa kau tak menerima tawaran halabeoji untuk membuang ku? Kalau pada akhir nya hanya melukai kembali mental dan fisik ku ini. Maka bunuh lah aku!!!"

"Lilin yang di bakar lama kelamaan akan habis. Sama seperti aku!!! Lama kelamaan aku juga akan lelah saat mendengar kalimat panas kalian!!"

Lalisa langsung berlarian kekamar nya. Tangis nya mengalir sederas luka yang menancap.

Sedang kan orang tua dan kakak kakak nya hanya diam, Mematung, membisu. Seakan ada sesuatu di tenggorokan mereka yang membuat tak bisa bicara.

.
.
.
.

Malam ini Lalisa tak tidur. Dia hanya memandang langit dengan sungai kecil di pipi nya.

Sudah beberapa jam berlalu setelah kejadian pulang dari mansion kakek nya tadi. Tapi sakit nya tak kunjung hilang.

Lalisa masih menangis, ingatan tentang tadi tak mau hilang. Tak memberikan celah untuk Lalisa tidur sebentar.

Lalisa menoleh melihat jam pada dinding kuning kamar nya. Jam Lima pagi ternyata. Tak terasa karna Lalisa sibuk menangis sedari tadi.

"Matahari sebentar lagi terbit. Tak masalah, aku akan tersenyum sampai matahari kembali terbenam."

TBC and vote

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang