8

3.5K 481 9
                                    

"jangan tinggal kan aku... Aku masih belum mengetahui siapa kau sebenarnya. Tapi aku harap kau tak meninggalkan aku sendiri dengan semua masalah ku"

"Kau satu satunya penyemangat yang aku miliki. Keluarga ku tak pernah mengerti aku bagaimana. Hanya kau dan akan kau untuk selama nya."

"Stay with me... Aku masih butuh penyemangat. Dan untuk mu... Cari lah seseorang yang akan memberikan pundak nya sebagai sandaran. Kau bilang orang yang paling mengerti keadaan ku adalah orang yang memiliki masalah lebih rumit dari aku sendiri."

"Dan kau lah yang paling mengerti aku. Kau pasti pernah merasakan posisi ku. Ku harap kau juga tetap kuat sebagaimana kau menguatkan aku. Hiduplah selama yang kau bisa, bukan selama yang kau ingin kan."

Lisa meletakkan surat yang baru saja di tulis di dalam laci mejanya. Dia tau manusia berinisial Jo itu mengalami masa masa yang lebih sulit dari yang Lalisa rasakan sekarang.

Lalisa berniat membalas kebaikan orang itu dengan mengirimkan surat semangat juga untuk nya.

Sekarang sudah jam pulang sekolah. Di kelas bahkan hanya ada Lalisa sendiri. Dia berjalan keluar dari kelas berniat pulang.

Saat sesudah di luar kelas nya, dia melihat Jeongyeon. Sedikit merasa aneh karna semua murid sudah pulang terkecuali Lisa, sekarang Jeongyeon juga.

"Jeong?" Jeongyeon yang tengah melihat isi tas nya terkaget mendengar seseorang memanggil nama nya. Dia mendongak dan semakin terkejut saat melihat Lalisa di depan nya.

"Lisa? Kenapa masih ada di sini? Bukan kah waktu pulang sudah lama berlalu?" Jeongyeon memberi pertanyaan pada gadis di depan nya.

Rasa nya bel pulang sekolah sudah setengah jam yang lalu berbunyi. Tapi kenapa Lalisa masih di sekolah? Apa yang dilakukan nya?

"Ah.. hanya sedang ingin lebih lama pulang, aku juga tadi mengerjakan tugas yang belum selesai." Jeongyeon mengangguk mengerti. Dia berpikir Lalisa memiliki masalah sehingga tak bisa pulang lebih awal. Ternyata hanya mengerjakan tugas.

"Lalu kenapa kau masih di sekolah?" Jeongyeon menegak memandang Lalisa dengan gusar. Dia tengah mencari alsan kenapa masih ada di sekolah.

"Ah... Ba-barang ku tertinggal di perpustakaan... Ya, tertinggal di perpustakaan, jadi aku harus mengambil nya sekarang.

Lalisa mengerutkan kening nya. Ada yang aneh dengan Jeongyeon. Seperti menyembunyikan sesuatu. Tak ingin berfikir negatif, Lalisa hanya mengangguk mencoba percaya.

"Mau ku temani?"

"Ah... Ani. Aku bisa sendiri, kau pulang lah. Les mu sebentar lagi akan di mulai bukan?"

"Astaga!! Aku lupa. Jika telat bisa di marahi aku. Jeong aku pergi dulu. Aku sudah hampir telat. Bye..."

.
.
.
.

"Kenapa kau pulang ke mansion ku?" Suara datar nan dingin Jisoo menyambut pulang nya Lalisa.

"Kau seharus nya tak perlu kembali. Mansion ini terasa lebih nyaman saat kau tak ada." Kembali Jisoo berucap dengan tangan bersedekap dada.

Di samping nya ada Jennie dan Chaeyoung yang sibuk memainkan ponsel nya masing masing. Tak ingin mencampuri urusan Jisoo bersama si 'kotoran hewan'

"Unnie.." belum selesai Lisa berbicara Jisoo mencela nya.

"Jangan panggil aku seperti itu. Terdengar menjijikkan jika kau yang mengucapkan nya. Apakah kau lupa bahwa aku bukan lah unnie mu?"

Kalimat Jisoo menyakiti hati Lalisa. Gadis itu mengepalkan tangan nya kuat untuk menahan air mata yang memberontak ingin keluar.

"Aku adik mu unnie. Aku juga Park di sini. Aku darah daging appa dan eomma. Aku masih adik kandungmu."

"Pernahkan appa mengatakan dia bangga akan dirimu? Pernahkan eomma mengatakan kau anak nya? Pernahkan mereka mengakui mu?"

Pertanyaan Jennie membuat Lalisa bungkam. Seojoon dan minyoung memang tak pernah mengakui Lalisa. Dan kenyataan itu semakin menambahkan luka di hati Lalisa.

Nafas nya sesak karna mengingat bahwa dia tak pernah di anggap.

"Orang tua ku tak pernah mengakui mu. Sebuah bukti nyata kau bukan adik kami. Adik ku hanya Chaeyoung. Si pintar dan sempurna. Bukan kau!! Si bodoh yang tak sempurna!!"

Lalisa tak kuat menahan tangis nya. Air mata itu meleleh dari pelupuk mata. Membasahi pipi nya untuk ke sekian ribu kali nya.

"Jangan menganggap kami unnie mu di saat Appa dan eomma tak pernah menganggap mu anak nya. Aku bahkan berfikir kau ini hanya anak pungut."

Sekali Chaeyoung berbicara, dengan sangat mudah pula ringan di mulut nya. Kembali Lalisa merasa sakit untuk kalimat yang tak melukai fisik.

"Jangan berbicara seperti itu unnie... Aku mohon... Semua keluarga kita bahkan tau aku anak kandung appa dan eomma. Aku bukan anak pungut.... Hiks"

"Jika kau bukan anak pungut lantas kenapa halabeoji tak menyayangi mu? Kenapa paman dan bibi membencimu? Kenapa kau tak di ungkap di depan media sebagai anak dari park seojoon dan park minyoung?"

Lalisa bungkam. Dia tak tau harus mengatakan apa sekarang. Lalisa merasa di sudut kan. Semua ucapan kakak nya benar tanpa setitik pun kesalahan.

"Kau diam? Sekalipun kau anak kandung orang tua ku, kau tetap lah anak yang tak di harapkan hadir nya. Mengapa harus lahir dari rahim eomma ku?" Ucap Chaeyoung.

"Aku tak bisa memilih unnie. Aku hanya mengikuti alur yang tuhan berikan."

"Maka mintalah pada tuhan untuk tidak pernah lahir di bumi. Apalagi di rahim eomma ku."

Dada Lalisa sesak mendengar nya. Sebegitu kah tak di harapkan nya Lalisa? Sebesar apa dosa nya hingga begitu di benci?

"Kau tau unnie? Aku tak pernah ingin mati sedari dulu hingga sekarang. Tapi aku juga tak ingin hidup seperti ini." Lalisa menjeda sebentar ucapan nya. Tangan nya meremas ujung seragam yang masih melekat di tubuh jangkung itu.

"Kau menyalahkan aku karna aku lahir di dunia? Ketahuilah unnie.. seorang anak lahir karna keinginan dari banyak orang. Keinginan eomma ku, keinginan appa ku, dan juga keinginan kalian lah yang membuat aku lahir di bumi."

TBC and vote

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang