13

4.1K 556 82
                                    

Call me Zee. Jangan panggil aku author. Aku bukan Sifa paman.

Semua berlalu. Setelah malam itu keadaan berubah. Si anak sialan yang paling di benci berubah menjadi anak paling berharga bagi keluarga.

Seminggu berlalu sejak malam itu. Tak ada perubahan pada Lalisa. Dia masih hidup dengan tanpa jiwa.

Seulgi juga telah kembali. Tapi... Kini keberadaan Jeongyeon di pertanyakan? Dia menghilang selama seminggu.

Tak ada sedikitpun kabar dari gadis itu. Bahakan pihak sekolah pun tak ada yang tau. Ini benar benar aneh, Seulgi cemas sedangkan Lisa masih dalam dunia kosong nya.

Di malam hari Lalisa akan terus terusik saat tidur. Menangis, berteriak, meringis, dan memohon ampun pada seseorang yang bahkan hanya diam dan memeluk diri nya.

Kalian pasti tau orang itu... Seojoon dan Minyoung tentu saja. Dua orang yang membuat Lalisa depresi dan kehilangan jiwa nya sendiri.

Seojoon dan Minyoung mengetahui keadaan Lalisa. Mereka sudah membawa seorang psikolog. Mereka juga tau Lalisa berusaha mengakhiri hidup nya dengan melihat bekas goresan di lengan gadis itu.

Tapi di sini masih ada kesalahan... Mereka masih belum mengetahui segala luka di hati Lalisa. Mereka juga belum mengetahui segala luka di punggung gadis yang mereka sebut bodoh ini.

Padahal mereka mandi bersama. Minyoung bahkan berada dalam bathtub yang sama selama tiga hari ini. Tapi dia tak mengetahuinya... Atau bahkan dia malah berpura pura tidak tau?

Jika memang dia berpura pura, maka bantu aku berdoa pada Tuhan agar suatu kesedihan besar menyerang Minyoung.

Sedang Seulgi? Dia benar benar di bingung kan dengan keadaan Lalisa. Seulgi hanya bisa mengikuti alur karna dia benar benar tak tau masalah yang terjadi.

Sekarang orang tua dan saudari Lalisa berkumpul di ruang keluar dengan segala masalah. Lalisa sudah berada di alam mimpi nya.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dengan Putri bungsu ku?" Seojoon memecah keheningan. Berubah menjadi ayah yang baik secara tiba tiba untuk Lalisa .

"Semua berawal dari saat kita memukul nya dengan kompak malam itu." Yah... Kau benar Jisoo. Semua berawal dari sana. Tapi itu hanya awal Lalisa kehilangan hidup nya.
Bukan awal rasa sakit yang kalian berikan.

"Dia... Selalu menangis di tengah malam bukan? Tapi... Kenapa dia meminta agar aku berhenti memukul nya di saat aku hanya diam?" Minyoung mengeluarkan apa yang di pikirkan nya sedari kemarin.

Lalisa akan menangis dan memohon ampun pada diri nya, Seojoon atau bahkan ketiga anak nya yang lain.

Ini tak masuk akal pikir nya. Minyoung jadi merasa sangat sangat bersalah dan bingung pada keadaan ini.

"Dia depresi. Tapi kenapa? Aku tidak pernah melakukan sesuatu yang menyakiti mental atau fisik nya..." Kembali pada Minyoung yang buta akan kesalahan nya.

"Entah lah... Aku juga merasa tak pernah melakukan hal hal yang menyakiti diri nya... Aku tak pernah menekan nya untuk satu hal, dia hidup dengan bahagia bukan selama ini?"

Oh ayolah seojoon... Jangan seperti Minyoung yang berpura pura lupa akan kesalahan. Kau jelas Ingat saat memaksa Lisa untuk menjadi pengusaha.

Kau jelas tak melupakan saat di mana kau memukul nya karna nilai nya tak sempurna. Kau juga pasti mengingat bentakan yang kau beri karna Lalisa ingin menjadi seorang idol.

"Aku juga bingung appa... Psikolog itu bilang Lalisa terlalu banyak menerima tekanan. Padahal aku selalu mendukung keinginan nya..." Yang benar saja Jennie! Kau bilang mendukung? Padahal kau juga ikut dengan Seojoon dan Minyoung melarang keinginan Lalisa menjadi idol.

"Sekarang aku harus apa? Aku tidak melakukan kesalahan tapi aku merasa bersalah." Chaeyoung memandang kepalan tangan nya sendiri. Dia merasa bersalah tapi benar benar tak tau apa salah nya.

.
.
.
.

Malam berlalu, berganti dengan pagi yang cerah. Keluarga itu sedang menikmati sarapan nya. Tentu dengan bergantian menyuapi Lalisa.

Gadis jangkung itu tak akan makan jika tak di suapi, dia tak akan sekolah jika tak di antar, tak mandi jika tak di mandikan, atau bahkan bergerak jika tak di paksa.

Layak nya robot yang harus menerima sebuah perintah atau di tuntun. Itu lah keadaan Lalisa sekarang, kalian jelas bisa membayang kan nya bukan?

"Ayo buka mulut mu lagi..." Lalisa membuka mulut nya saat Minyoung ingin memberikan sesuap nasi beserta lauk nya.

"Anak appa memang pintar... Rajin rajin belajar agar cepat menjadi pengganti appa." Lalisa menghentikan kunyahan nya.

Pandang nya secara perlahan menatap manik hitam Seojoon. Lalisa menggeleng, air mata menetes tanpa di sadari.

Seojoon panik, dia kaget karna Lalisa yang tiba tiba menangis. Tentu dia juga bahagia karna pada kahir nya Lalisa merespon setelah seminggu layak nya mayat hidup. Meski hanya sebuah gelengan Seojoon sudah merasa bahwa dia adalah ayah paling hebat di dunia karna berhasil menyadarkan Lalisa dari alam kosong itu.

Meski kita juga tau bahwa sebenar nya Seojoon adalah ayah yang paling buruk bahkan di dunia lain.

"Jangan... Itu sakit... Lisa lelah, ingin tidur tapi tak terbangun." Suara serak Lalisa mengalun di pendengaran orang tua dan kakak kakak nya.

Tiba tiba semua menangis mendengar kalimat singkat itu. Entah kenapa rasa nya sangat sakit saat bayangan sebuah makam dengan nama Lalisa di nisan akan menjadi semenyakit kan ini.

"Andwe... Lalisa tidak boleh tidur arra? Lalisa harus bangun, jangan pernah menutup mata indah ini. Unnie ingin terus melihat mata hazel yang membuat hati unnie damai..."

Pandangan Lalisa beralih pada Chaeyoung. Dia ingat Chaeyoung adalah orang yang membawa stik golf untuk Seojoon menghukum diri nya. Itu menyakitkan dan Lalisa di buat takut sekarang.

"Aniyo... Lisa sudah mati, ini bukan Lisa, ini robot yang kalian kendalikan. Lisa sudah terbang bersama Tuhan."

"Aniyo! Kau di sini! Kau belum mati Lalisa! Kau hidup berdampingan dengan kami." Jennie marah, dia tak tahan dengan kalimat Lalisa yang terasa begitu menyakitkan.

Hati nya entah kenapa terasa seperti di remas dan hancur begitu saja.

"Hey... Kenapa anak appa berbicara seperti itu hemm? Lisa tidak boleh pergi, appa kan di sini menyayangi mu. Jika Lisa tidak ada, appa akan sedih dan menangis."

Suara Seojoon begitu lembut dan halus. Dia berbicara pada Lalisa seakan akan berbicara pada anak berusia tiga tahun.

Menggenggam tangan kurus Lalisa dan mengusap berusaha memberi pengertian jika di tinggal berbeda alam itu menyakitkan.

"Tapi Lisa lelah... Lisa ingin bersama Tuhan. Dia baik... Lisa tidak ingin menangis dan sakit terus, Lalisa lelah...."

"Lisa tidak kuat, Lisa benar benar lelah dan tidak berbohong. Lisa mau tidur saja..." Perlahan mata Lalisa tertutup bersama dengan tubuh nya yang akan ambruk.

Beruntung Seojoon dengan sigap menangkap dan memeluk nya. Lalisa tenang dan damai dalam gelap nya. Dia seperti sudah....

TBC and vote

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang