12

4.1K 591 73
                                    

Jangan panggil aku author ka.. panggil aku Zee, cuman Zee bukan author atau Thor.

Pagi ini Lalisa bersekolah dengan segala kekosongan dalam diri nya. Pagi tadi Jisoo, Jennie dan Chaeyoung mengantarkan Lalisa ke sekolah.

Sebuah keajaiban yang di berikan tuhan. Tapi tetap Lalisa terjebak dalam kekosongan. Dia sudah tak bisa berfikir karna terlalu banyak di suruh berpikir.

Pelajaran pertama berlalu di ganti istirahat. Jeongyeon langsung menyeret Lisa ke roftop. Mereka duduk di bangku yang tersedia di sana.

"Ada apa? Kulihat kau hanya diam dua Minggu ini?" Lalisa diam memandang kosong segala nya!!! Dia benar benar seperti robot. Tidak berbicara, hanya bergerak.

"Jangan terus diam... Aku di sini, Jeongyeon teman mu di sini menemani. Jangan merasa bahwa kau sendirian di dunia ini." Jeongyeon memandang sendu Lalisa yang terlihat seperti mayat hidup.

Hati nya sakit saat Lalisa memandang kosong ke arah diri nya. Seakan akan jiwa Lalisa telah Tuhan tarik dan hanya menyisakan raga yang hidup.

"Gwenchana... Setelah malam berlalu semua kan baik baik saja." Jeongyeon memeluk Lalisa. Menyecup pucuk kepala nya berulang kali. Mengusap dengan sayang Surai hitam Lalisa.

Tidak terasa air mata nya menetes membasahi wajah Lalisa. Seketika... Lalisa mendongak menatap wajah basah Jeongyeon.

Dia seperti sadar dari alam kekosongan  nya saat melihat Jeongyeon menangis. Tangan Lalisa terangkat menghapus air mata Jeongyeon.

Membalas pelukan hangat nya. Lalisa ikut menangis... Di dalam dekapan Jeongyeon dia terisak...

"Wae? Wae? Aniyo... Jangan menangis..." Lalisa menghapus air mata Jeongyeon menggunakan ibu jari nya. Menatap mata nya dalam lalu menggeleng. Memberi isyarat bahwa Jeongyeon tidak boleh menangis.

Tetapi tangis Jeongyeon justru semakin deras mengalir. Posisi berubah, kini Lalisa yang mendekap erat tubuh Jeongyeon. Berganti mengecup kepala dan pipi Jeongyeon berkali kali.

"Jangan menangis...sttt..."

"Ada apa? Ada yang menyakiti mu? Kata kan padaku maka aku dan seulgi unnie akan berada paling depan untuk melindungi mu..." Jeongyeon menggeleng. Lalisa lah di sini yang menyakiti dirinya. Teman mana yang tak merasa sakit saat sahabat nya selalu membawa kekosongan di mata nya. Bergerak bak robot, diam bak patung.

"Lisa-ya... Aku bukan siapa siapa mu, tapi aku siap menjadi sandaran mu. Bahuku selalu siap jika kau membutuhkan nya hiks... Tak perlu ceritakan masalah mu... Cukup datang dan menangis lah."

"Jangan buat aku menjadi manusia paling tak berguna lisa-ya..." Tangis Lalisa semakin menjadi saat mendengar ucapan Jeongyeon. Lalisa sungguh sungguh bersyukur pada Tuhan karna mengirim sahabat seperti Jeongyeon dan Seulgi.

Sayang sekali karna seulgi sudah satu bulan ini berada di Kanada bersama keluarga nya. Mengurus perusahaan tentu nya.

"Gomawo... Gomawo... Gomawo..." Jeongyeon mengangguk. Lalisa menangkupkan kedua sisi wajah Jeongyeon. Menyecup kening nya lama, dan terakhir memberikan kecupan di kedua pipi nya.

Tiba tiba bayangan Seojoon tengah memukul nya terlintas di otak Lalisa. Berputar putar layak nya sebuah film. Lalisa menggeleng. Menutup kedua telinga nya dengan kuat.

"An-aniyo... Appa jebal... Akh!!! Appo... Akh!!! Jebal.... Jangan pukul aku appa... Akh!!" Jeongyeon bergerak mendekap Lalisa. Mulut nya terus mengucapkan kalimat penenang di samping telinga Lalisa.

Tangan nya terus mengusap dengan sayang rambut Lalisa. Tangis Lalisa sudah membasahi baju Jeongyeon.

"Sttt... Gwencana... Aku di sini. Tidak ada appa mu di sini.... Hanya aku... Gwenchana."

.
.
.
.

Lalisa memasuki mansion nya dengan ke adaan seperti awal. Kembali dengan kekosongan. Setelah saat di mana Lalisa berteriak tak jelas. Dia kembali menjadi sosok manusia tanpa jiwa.

Seojoon datang dan langsung menarik paksa lalisa menuju ruang keluarga. Di sana keluarga Lalisa lengkap tengah duduk di sofa.

"KAU.... Kenapa sangat bodoh hah? KENAPA?" Seojoon membentak tepat di depan wajah Lalisa yang hanya memancarkan kekosongan dan hilang...

"Aku tak pernah meminta apa pun padamu... Hanya nilai lah yang aku mau... Tapi kenapa kau justru telat mendatangi ketiga kelas tambahan mu hah?!!!"

Seojoon marah besar, dia mengambil stik golf yang biasa di gunakan untuk memukul Lalisa. Lalu kembali memandang Lalisa dari atas hingga ke bawah.

Buk!
Buk!
Buk!
Tak!

Pukulan terakhir mendarat di kepala Lalisa. Darah mengalir dari sana. Tapi... Lalisa diam. Tak menangis ataupun bergerak dari tempat nya. Seakan akan memberikan izin untuk Seojoon melukai nya.

Minyoung datang dengan membawa sabuk. Mereka berdua kompak memukul kan benda yang di genggam ke tubuh Lalisa.

Sedang ketiga kakak nya hanya diam. Memandang sendu Lalisa dengan air mata terus mengalir. Tak ada niat untuk mereka membantu Lalisa.

Inikah yang kalian katakan tidak akan menyakiti Lalisa lagi? Mana janji yang kau ucapkan Chaeng? Kau sudah berjanji tak akan menyakiti nya bukan? Dengan begini kau kembali melukai nya...

Mereka bertiga benar benar tak bergerak. Tak ada sedikitpun usaha mereka agar Lalisa tak kembali mendapat pukulan dari Seojoon dan Minyoung.

Sungguh kalian adalah manusia yang tak memiliki hati. Atau jangan jangan air mata yang kalian keluarkan sekarang ini hanya bualan semata?

"Mati kau sialan!!!"

Buk!!

Seojoon dan Minyoung berhenti untuk memukul Lalisa saat mereka menyadari satu hal. Lalisa tidak menangis atau bahkan berkedip.

Tiba tiba rasa khawatir menyerang Seojoon dan Minyoung. Mereka panik setengah mati, Mereka menjatuhkan sabuk dan stik golf yang di pegang.

"Ke-kenapa kau tidak menangis... Li... Lisa-ya...??" Suara minyoung berubah menjadi lembut. Dia menggenggam tangan Lalisa yang terasa sangat kurus. Seperti hanya tulang saja.

"Lisa? Hey.... Kenapa anak appa tidak menangis?" Seojoon dengan tiba tiba menganggap Lalisa anak nya. Memberikan usapan di surau hitam Lalisa.

Wah... Keajaiban datang saat Lalisa sudah kehilangan jiwa dan pikiran nya.

"Lalisa!!! Kenapa kau tak menangis?!! Menangis lah sekarang!!" Seojoon sekarang benar benar khawatir. Fikiran fikiran buruk terlintas di benak nya.

"Aniyo... Aniyo.... Kau harus menangis Lalisa!!! Menangis sekarang!!" Seojoon menjambak rambut Lalisa.

Plak!!

Menampar tepat pada bibir Lalisa. Darah mulai mengalir dari sana. Tangan seojoon yang sebelum nya menarik rambut Lalisa terlepas bersama dengan segenggam rambut yang ikut terlepas dari kepala Lalisa.

Seojoon dan Minyoung mematung menatap rambut di tangan Seojoon. Pandangan mereka beralih ke Lalisa yang masih seperti semula.

Seojoon menangis, begitupun dengan Minyoung. Lalu Seojoon memeluk Lalisa di ikuti Minyoung. Lalisa tak membalas nya. Pandangan nya masih kosong.

Dia tak bisa kembali menjadi Lalisa yang biasa nya seperti saat tadi melihat Jeongyeon menangis.

"Aniyo... Yeobo... Lalisa... Anak kita, ada apa dengan nya?" Minyoung bertanya pada Seojoon yang hanya bisa menggeleng. Dia juga tidak tau apa yang terjadi dengan Lalisa.

Yang jelas, kini perasaan Seojoon dan Minyoung benar benar panik dan khawatir. Mereka khawatir terjadi hal yang buruk pada Lalisa.

Padahal Lalisa hidup saja menurut nya sudah buruk. Selain di paksa menjadi duplikat orang tua nya, Lalisa juga tak mendapat kasih sayang yang seharus di peroleh seorang anak.

TBC and vote

Karna hari ini ada waktu luang, jadi di up.
Dan buat kakak kakak yang tau Telegram sama akun Instagram aku... Tolong banget, banget, banget.... Jangan sepam chat atau nelfon. Aku terganggu kerja nya, nyupir mobil jadi ga fokus karna hp geter terus. Aku pasti bakal up kok kalo ada waktu. luang.

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang