"Sayang, dasiku mana?"
"Di atas meja belajar!"
"Mana, nggak ada."
"Ada, tadi uda aku taruh situ!"
"Tapi ini gak ada, lho."
Pagi-pagi suasana keluarga kecil Jung terlihat ramai walau hanya beranggotakan dua orang. Jeno sibuk dengan atribut seragamnya dan Jaemin sibuk dengan masakannya. Hari ini hari Senin, hari paling menyeramkan bagi para pelajar.
Termasuk yang baca fanfict ini.
Omong-omong Jaemin sudah siap dengan seragamnya. Hanya tinggal memakai jilbab putih dan ia siap untuk tampil di depan layar. Ya, karena pandemi WFH dan SFH diberlakukan.
Kalau ada yang bertanya mengapa jaemin tidak memakai rok abu-abu malah memakai celana tidur, itu karena nanti yang terlihat di kamera saat vidcon adalah tubuh bagian atas saja.
Jaemin mengambil sendok sayur lantas mencicipi sayur asem buatannya. Sempurna. Ia mematikan kompor.
"Keknya enak, tuh," celetuk Jeno yang kini berada di belakang Jaemin.
"Astaghfirullah hal adzim, aku kira siapa," kata Jaemin setelah membalik badannya.
"Hehe.."
"Udah kamu duduk sana biar aku yang siapin sarapannya."
---
"Baik, materi pada pagi hari ini adalah sistem reproduksi manusia."
"Sebelum itu perlu Ibu sampaikan bahwa materi ini bukan bermaksud pornografi melainkan agar kalian tahu tentang bahaya berzina."
Jaemin menunduk, menggigit bawah bibirnya kuat sembari memilin ujung kemejanya. Ucapan sang guru seperti ditujukan untuknya. Ia hampir saja menangis. Diusapnya perut buncit yang bersembunyi dibalik seragam.
"Jaemin."
Sang pemilik nama tersentak. Ia kembali menghadap kamera.
"Iya, Bu."
"Kamu baik-baik saja?"
Jaemin tersenyum kecil. "Saya baik-baik saja, Bu."
"Ciee udah ada yang praktek materi kali ini. Uda gitu berhasil lagi," celetuk Haechan.
Jaemin tak dapat membendung air matanya lagi. Setetes pun keluar dan dengan cepat ia menghapusnya.
"Haechan, mana sopan santumu!" seru sang guru.
"Maaf, Bu," jawab Haechan.
"Saya maafkan, jangan sampai ada kejadian seperti ini lagi. Saya kan belum menyuruh kalian untuk berbicara."
Jeda sejenak.
"Baik, mari kita masuk ke materi."
---
"Sayang, ada apa?"
Jeno khawatir. Setelah pembelajaran daring selesai ia mendapati sang istri yang duduk dan menangis di tepi kasur. Tanpa banyak pikir, ia langsung duduk di sebelah Jaemin lalu menenggelamkannya dalam dekapan.
Hampir satu menit berlalu, tak ada jawaban dari Jaemin selain isakan. Jeno berinisiatif untuk mengusap kepala pasangannya.
"Apa ada yang nyakitin kamu?" tanya Jeno. Jaemin menggeleng.
"Gapapa jujur aja. Aku kan suamimu."
Jeno melepas dekapan, tangannya memegang sisi kepala Jaemin dengan lembut. Mereka saling bersi tatap. Jeno sedih melihat kedua netra orang yang dicintainya basah akan air mata.
"Gara-gara Haechan?"
Jaemin melotot, mengapa Jeno bisa tahu.
"Tadi aku mau masuk ke kamar minjem tip x. Pas aku sampe di depan kamar aku denger suara Haechan nyindir kamu," ok ingatkan Jaemin untuk menggunakan headset ketika meeting.
"Tapi tadi kamu gak masuk kamar."
"Iya gak jadi, aku inget kalo aku pake erasable pen."
Hening melanda. Percakapan terhenti sejenak hingg Jaemin kembali membuka suara.
"Maafin aku," ujar Jaemin.
"Maaf kenapa, hm?"
"Kalau aja aku gak hamil kita gak akan pernah ada di posisi kayak gini."
Jeno mengerti. Mereka berada di posisi sulit. Masih berstatus siswa tetapi sudah memiliki calon buah hati. Dibenci masyarakat itu tak masalah. Namun yang menjadi tanda tanya besar adalah apakah Allah mau mengampuni dosa mereka. Seperti yang kita tahu berzina adalah perbuatan berdosa besar.
"Gak perlu minta maaf. Itu kesalahan kita berdua. Kan kamu yang bilang itu kemarin," kata Jeno lalu kembali menarik Jaemin ke dalam pelukannya.
"Yang seharusnya kita ucapkan itu terima kasih bukan maaf. Jadi, terima kasih Jung Jaemin karena mau menjadi pendamping hidupku."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
2gether | Nomin [END]
FanfictionMenjadi orang tua di usia muda bukan keinginan Jeno dan Jaemin. Karena kesalahan yang mereka perbuat, mau tak mau mereka harus mempertanggungjawabkannya. Nomin GS!