Haechan daritadi diam tak bersuara. Ia berada di kamar dengan Jaemin yang tengah menggendong Jisung sedangkan Mark dan Jeno tengah berbincang di ruang tamu.
"Haechan mau coba gendong Jisung?" tanya Jaemin ramah memecah kesunyian. Tenang, Jaemin tidak dendam dengan Haechan, kok.
"Tapi gue gak bisa gendong bayi," jawab Haechan.
"Sini aku ajarin," ujar Jaemin dengan nada antusias, "Tangannya gini, agak ke atas, Chan."
Haechan dengan canggung berhasil menggendong Baby Ji. Hatinya merasa menghangat melihat wajah polos si bayi. Yang digendong pun merasa asing dengan perempuan di hadapannya. Tak lama kemudian tangis keras memenuhi seluruh penjuru rumah.
"Iya, ini Mama, sayang. Ada apa, hmm?" Jaemin mengambil alih Jisung lalu menimang-nimangnya. Beberapa saat kemudian tangisnya reda.
"Na," panggil Haechan, Jaemin menoleh.
"Emm... Gue minta maaf sama lo, ya. Gue sadar selama ini banyak kata-kata gak pantes yang gue kasih ke lo," air mata Haechan perlahan turun karena tak mampu terbendung lagi, "G-gue minta m-maaf, Na," kata Haechan susah payah karena isakan.
"It's okay, Chan. Lupain masa lalu," Jaemin tersenyum teduh, "Aku juga minta maaf udah ngerebut Jeno dari kamu."
Jaemin tahu, dari SMP Haechan telah menunjukkan tanda-tanda ketertarikan pada Jeno. Namun, di saat yang bersamaan, Jaemin juga menyukai Jeno. Jaemin hendak mundur tetapi kalimat romantis berisi ajakan untuk berpacaran mengurungkan niatnya, Jeno mengutarakan perasaannya ke Jaemin.
"Enggak, gue pikir Jeno lebih cocok sama lo. Lo pinter pelajaran, pinter masak, sabar, pengertian, rajin ibadah. Lah gue, salat Isya ama Subuh aja masih bolong-bolong."
Jaemin menaruh Jisung yang sudah terlelap di ranjang bayi di sebelah kasur utama.
"Kebiasaan bisa diubah, kok. Asal niat. Kamu tahu gak, kalo pintu taubat senantiasa terbuka?" Haechan menunduk meresapi perkataan teman sekelasnya, "Allah suka dengan hambanya yang bertaubat."
Haechan tersenyum manis, "Okedeh mulai sekarang gue bakal coba rutin salat Isya dan Subuh."
"Jangan Isya dan Subuh aja. Yang lain juga."
Haechan tertawa pelan, "Siap bosku!"
Hening sejenak. Tak ada yang kembali memulai percakapan. Haechan sibuk mengedarkan pandangannya, mengagumi betapa rapinya kamar ini.
"Chan, aku boleh minta tolong, gak?" Haechan mengangguk, "Tolong move on dari Jeno. Mau bagaimanapun dia suami aku," Jaemin menunduk sambil meremas ujung kemejanya.
"Masih banyak laki-laki di luar sana."
Haechan terdiam, masih ada rasa ingin memiliki Jeno dalam benaknya.
"Dan sebenarnya aku tahu, waktu legalisasi berkas kamu ketemu Jeno, kan?" tanya Jaemin, "Dan kamu cium Jeno, bisa dibilang tidak langsung karena kalian sama-sama menggunakan masker."
"Na–"
"Jeno cerita itu," Haechan dapat melihat mata Jaemin yang berkaca-kaca, "Aku sebagai istrinya cemburu, benar-benar cemburu."
"Na, gue minta maaf. Gue kek spontan aja, gitu," Haechan membela diri.
"Tapi tetep aku maafin kok. Asal kamu janji itu yang pertama dan terakhir. Aku gak mau kejadian itu terjadi lagi. Ngerti, Chan?"
"N-ngerti, Na."
Haechan dibuat heran dengan sikap Jaemin. Itu bukan Jaemin yang gue kenal, batin Haechan. Tak disangka, perempuan selemah lembut Jaemin bisa membuat kata-kata didukung tatapan yang membuat Haechan mati kutu.
---
Acara jenguk bayi pun berakhir karena sudah masuk jam tidur siang Jisung. Setelah berpamitan Mark dan Haechan pun masuk ke mobil.
'Tolong move on dari Jeno'
Kata-kata itu terputar di otaknya seperti kaset rusak. Ia memang sudah mengikhlaskan Jeno dengan Jaemin, tapi ia masih memiliki rasa untuk memiliki Jeno. Namun, mau bagaimana lagi. Jeno sudah beristri bahkan beranak satu. Mau tidak mau Haechan harus mundur dan membuka hati kepada laki-laki lain.
"Chan."
Haechan tersadar dari lamunan. Ia menoleh ke arah Mark yang berekspresi panik. Maklum, tadi Haechan menatap depan dengan tatapan kosong, ia sibuk memikirkan hal lain.
'Ya gak lucu kalo ada yang kesurupan di mobil gue' batin Mark.
Mark kembali fokus pada jalan. Ia memutar kunci mobil dan sontak getaran halus terasa, tanda mobil sudah menyala.
"Okay, let's go home. Bismillahirrahmanirrahim," ujar Mark masih mengunci fokusnya pada jalan.
Sebelum menginjak pedal gas, Mark merasakan ada yang memperhatikannya. Ketika ia menoleh untuk memastikan penyebabnya, ia malah terkejut. Haechan tengah memajukan wajahnya hingga hanya terpaut beberapa senti dari wajah si sulung Jung. Kini mereka beradu tatap.
Selang beberapa detik, Haechan menampilkan senyum manisnya, "Ternyata kakaknya Jeno juga ganteng, ya?"
Mark yang mendengar itu merasa pipinya memanas. Di lain sisi ia juga takut kalau ternyata Haechan benar-benar kerasukan.
"Apasih, gak usah ngelantur, kamu."
Haechan kembali duduk tegap di kursinya. Ia menatap depan sambil mengerucutkan bibirnya kesal.
"Ngelantur dari mana, orang gue sadar kok," balas Haechan, "Yaudah ayo jalan. Apa aku harus kasih cium dulu baru jalan?"
Mark gelagapan. Detik kemudian ia menginjak pedal gas dengan pelan. Mobil pun melaju santai hingga kediaman Haechan.
"Udah gak ada yang ketinggalan?" tanya Mark sebelum Haechan membuka pintu mobil.
"Ada," jawab Haechan, "Tapi gak bisa gue miliki lagi sekarang."
Mark menaikkan alisnya, "Apa itu?"
"Hati, hati gue udah dicuri sama kakak mantan mas crush."
---
Haechan mengubah nama "Kakak Ipar" menjadi "Mas Crush Baru"
End
Heyyo, my lovely angels. Cerita ini sudah benar-benar tamat.
How's the story?
Maaf kalo masih belum bisa buat konflik yang greget, tapi aku sudah berusaha yang terbaik untuk work pertamaku di ranah Kpop.
Terima kasih banyaaakkkk yang telah mendukung book ini, termasuk yang sekadar baca. I know meluangkan waktu sejenak untuk membaca itu sulit but you did it ><
See you next book
Papay
KAMU SEDANG MEMBACA
2gether | Nomin [END]
FanfictionMenjadi orang tua di usia muda bukan keinginan Jeno dan Jaemin. Karena kesalahan yang mereka perbuat, mau tak mau mereka harus mempertanggungjawabkannya. Nomin GS!