Aku ingat betul pelukan eratmu waktu itu sebelum keretanya tiba.
Dengan nada lirih dan napas yang terisak, kamu tetap berusaha bicara walau suaramu serak.
"Jangan khawatir. Jarak bukan apa-apa untuk kita yang sudah bertahan selama tiga tahun," katamu waktu itu.
Aku mengangguk dan mengiyakan. Walau dadaku sesak dipenuhi ketidakrelaan.
Namun, itu dulu, kini, pesan-pesan yang kukirim saja tidak pernah kamu baca.
Telepon-telepon yang aku hubungkan tidak pernah diangkat.
Hay! Apa kamu lupa? Dulu, kamu yang selalu menelponku lebih dulu untuk mengadu siapa yang paling merindu.
Kamu juga yang sering mengirim pesan bahkan setelah sejam lalu kita chatan.
Sekarang, centang abu-abunya tidak pernah menjadi biru. Dan mungkin, nomor biasamu sudah diganti yang baru.
Kalau ini adalah tanda-tanda perpisahan.
Maka, sempatkanlah dirimu ke stasiun. Sebab, rinduku mungkin akan tiba pukul enam sore.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perasaan Seperti Rumah
RomancePerasaan seperti rumah yang dilengkapi ruang-ruang. Kamu bebas menentukan tamu mana yang layak masuk. Tapi, selayaknya tamu, dia berhak pergi dari rumahmu setelah urusannya selesai. Proses mencintaimu seperti menyusuri setiap ruang di sebuah rumah...