0.0

630 84 39
                                    

HAPPY READING ❤️🌄

.

.

.

Suara ayam yang berkokok terdengar nyaring menyambut pagi. Tapi Windy sudah terlihat sangat sibuk. Tangannya yang kurus itu sekarang sedang bergerak untuk memasak sarapan, matanya sesekali melihat kearah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah enam pagi.

"Aduh, mana udah jam segini lagi." Ekspresinya menunjukkan kekhawatiran.

"Win, kamu siap-siap aja sana. Biar Ayah yang bikin sarapan."

"Gak papa kok, ini udah beres masaknya. Ayah makan duluan ya, Windi mau mandi dulu." Perempuan itu menyajikan nasi goreng buatannya ke atas piring dan menyimpannya diatas meja.

"Ini Yah, makan dulu ya." Kata Windi, dia lalu bergegas untuk mandi dan memulai aktivitasnya.

"Halo Bian, iya nanti kita bareng kok. Udah jangan bawel!" Windy mematikan telepon secara sepihak karena tak mau lagi mendengar omelan Bian. Dia kini memakai kaos dan melapis dengan cardigan yang merupakan hadiah ulang tahun dari Bian.

"Oke, gini aja udah cukup." Setelah memoleskan bedak dan mengikat rambutnya, dia mengambil helm dan keluar dari kamar.

"Makan dulu, Win."

"Tapi Windy udah telat Yah, nanti aja di kampus." Windy terlihat buru-buru memakai sepatunya.

"Jangan gitu, kamu harus sarapan dulu. Gak banyak juga gak papa, tapi jangan biarin perut kamu kosong. Apalagi kamu mau bawa motor."

Windy hanya tersenyum dan menurut pada Ayahnya itu. Dia ikut menikmati sarapannya bersama sang Ayah.

"Ayah, Windy berangkat dulu ya."

"Iya, kamu hati-hati Win. Semangat ya!"

"Makasih, Windy pergi ya. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Windy mulai menjalankan motornya, bersiap untuk menjemput Bian. Mereka sudah janjian kemarin untuk berangkat bersama hari ini. Aslinya sih, Windy males banget. Soalnya Bian suka bawel. Lebih bawel daripada Ibu-ibu yang suka ngegosip.

"Lo naek motor apa naek cicak sih Win? Lama bener."

Nah kan, padahal Windy baru aja dateng, udah kena damprat aja.

"Ye...sabar dong Yan. Lo kalo mau cepet ya naek burung elang aja sana." Bales Windy.

Bian hanya memanyunkan bibirnya lalu duduk dibelakang Windy sambil memasang helm yang disodorkan oleh gadis itu. "Jangan ngebut Win, soalnya gue masih pengen hidup."

"Apaan sih lo, bangsul? Kapan coba gue ngebut?" Windy mulai menjalankan motornya.

"Eh, jangan pura-pura amnesia ya lo, bekicot! Emang yang minggu kemaren itu apa kalo bukan ngebut?" Tanya Bian. Dia masih dongkol sama Windy gara-gara cewek itu ngebut perkara dikejar sama banci.

Jadi, waktu itu Bian baru saja selesai bekerja dan memesan ojek online untuk pulang. Kebetulan, dia mendapatkan Windy. Saat lampu merah, mas-mas yang pakai dres dan make up itu nyanyi-nyanyi, ada sekitar tiga orang waktu itu. Terus salah satu dari mereka itu nyangka kalau Bian adalah teman mereka yang tidak ikut manggung dengan alasan sakit perut. Jadi para mas-mas cantik ini berpikirnya teman mereka itu nipu.

Dikejar lah Windy sama Bian oleh tiga orang itu. Windy sampai harus mengeluarkan jurus Rossi, sedangkan dibelakangnya Bian udah baca ayat kursi sama tiga surat terakhir Al-Qur'an saking takutnya. Takut ketangkep sama banci, terus takut juga mati.

ARUNIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang