4.0 : Anti Romantic

57 16 2
                                    

Say hello dulu dong ke pemegang utama chapter ini:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Say hello dulu dong ke pemegang utama chapter ini:

Sakti Ivander

Happy reading

.


.


.

Sakti menahan diri untuk tidak menghela napas. Hari minggu ini, dia menyeret kakinya untuk menghadiri misa pagi. Dengan mata yang terkantuk-kantuk karena baru tidur dua jam, Sakti berusaha mengikuti misa ini dengan baik sampai selesai. Bahkan dia sampai menggigit bibirnya agar tidak menguap. 

"Bang Sakti!" Fikri melambaikan tangannya.

"Yo!" Sakti membalas lalu berjalan menuju Fikri yang berdiri diluar gereja. 

"Udah beres bang?" Tanya Fikri.

"Udahlah, makanya gue keluar," jawab Sakti.

"Syukur dah," sahut Fikri.

"Eh, katanya bawa motor? Motornya dimana?" 

"Itu, disana," Fikri menunjuk motornya yang terparkir didepan apotek yang belum buka.

"Gue kira lo dibegal, kenapa parkirnya disana?" Tanya Sakti, dia dan Fikri kini berjalan menuju  tempat motor itu berada.

"Kan kalo di gereja udah gak kebagian," jawab Fikri.

Jadi, dua orang lelaki ini sudah janjian untuk mencari menu sarapan bersama lalu pilihan mereka sama-sama jatuh pada bubur yang  jadi favorit Fikri. Katanya, ada bubur enak yang tempatnya dekat gor. Sakti sih ikut-ikut saja, dia percaya pada Fikri yang memang merupakan anak yang jujur.

Fikri menjemput Sakti di gereja setelah dia selesai berolahraga dan mandi. Saat di perjalanan untuk menjemput, Fikri sampai mengebut karena khawatir Sakti menunggu terlalu lama. Tapi ternyata begitu sampai di gereja, misa belum selesai dan Fikri harus menunggu selama beberapa waktu.

"Misa emang selama itu ya, Bang?" Tanya Fikri.

"Iya, baru tau lo?" Sakti menjawab dengan suara besar karena mereka sudah menaiki motor dimana Fikri yang membawanya. 

"Hooh, di desa gue gak ada orang nonis soalnya, di sekolah gue dulu juga gitu."

"Katanya lo dari SMP sampe SMA itu mondok di pesantren?"

"Hehehe, iya sih."

"Anjir banget lu, Fik!"

Fikri tertawa mendengar umpatan Sakti.

Setelah menempuh perjalanan hampir dua puluh menit, mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. 

"Mau makan disini apa dibungkus, bang?" Tanya Fikri saat melepaskan helm dan turun dari motor.

ARUNIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang