.
.
.
Happy reading ✨
Pukul enam sore, langit sudah berubah gelap karena matahari telah segera tenggelam di ufuk barat.
Tapi Citra masih berkutat dengan buku-buku serta beberapa jurnal yang dia pinjam dari perpustakaan. Masih ada satu mata kuliah lagi dan itu dimulai pukul setengah delapan malam. Dia memutuskan untuk tidak pulang dulu karena bisa dipastikan akan memakan waktu.
"Mau makan gak, Citra?" Fitri bertanya. Gadis itu mengikat rambutnya dengan asal karena merasa gerah.
"Ayo, makan dimana ya?"
"Ayam gorengnya Bu Surti kayaknya enak deh. Lo mau gak?"
Citra nampak menimbang-nimbang, "boleh deh. Ayo."
Hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit dengan berjalan kaki ke tempat makan yang mereka tuju. Ternyata cukup ramai, tapi mereka masih bisa mendapatkan tempat duduk sebab kebanyakan pembeli lebih memilih untuk membungkusnya.
"Bu, mau pahanya dua, sate ususnya lima, sate kulitnya dua. Usus sama satenya jangan digoreng garing ya, Bu. Tapi ayamnya aja." Kata Fitri.
"Dibungkus apa makan disini, Kak?"
"Makan disini, Bu."
Setelah memesan, kedua gadis itu duduk di bangku. Fitri mengambil dua buah nasi yang sudah dibungkus dengan daun pisang, untuknya dan juga Citra. Tidak lupa dengan piring plastik.
"Lusa giliran gue yang persentasi matkulnya Pak Sidiq. Pptnya belom beres anjir. Bikin dua puluh slide aja gue udah mau muntah, apalagi tujuh puluh. Gumoh kali gue." Curhat Fitri. Dia menyenderkan kepalanya di meja.
Citra tertawa kecil, lalu menuangkan teh panas kedalam gelas dan memberikannya pada Fitri. "Tapi tetep dikerjain kan?"
"Ya iyalah, gue sayang sama nilai gue kali." Jawab Fitri. "Citra, Citra." Lengan Fitri menyenggol pelan lengan temannya yang tengah asyik memainkan ponselnya.
"Apa?" Sahut Citra.
"Itu... Kak Bian bukan sih?" Bisik Fitri.
Mendengar itu, Citra langsung mendongak. "Mana?"
"Itu yang lagi di tukang gorengan. Anjir, pake seragam Alfamart aja cakep ya, Cit." Ujar Fitri lalu tertawa kecil.
Citra memusatkan pandangannya pada Bian yang tengah membeli gorengan. Posisi gerobak gorengan itu hanya terhalang oleh gerobak bubur darinya, jadi Citra masih bisa melihatnya dengan jelas. Pria itu nampak bercanda dan tertawa dengan pedagang. Sepertinya mereka sudah akrab.
Citra sudah enam bulan ini menaruh perhatian pada lelaki itu. Tapi dia terlalu ragu untuk mendekatinya. Sejauh yang dia tangkap, Bian adalah tipe cowok yang mudah bergaul. Sangat berbeda dengan Citra. Gadis ini selalu punya pikiran jika dia membosankan untuk pria seperti Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA
General FictionIni untuk kamu, yang tengah berjuang keras meski dunia memperbudak dengan keras. Untuk kamu, yang merasa marah tapi memutuskan untuk tetap mengalah. Untuk kamu, yang harus selalu tersenyum meski hati menangis pilu. Untuk kamu, yang berusaha menggapa...