.
.
.
Carl Rogers, seorang psikolog beraliran humanistik menyebutkan bahwa semua individu mempunyai tanggung jawab pada hidup dan kedewasaannya sendiri. Teorinya menjelaskan bahwa siapapun bebas dalam mengatur dan mengontrol dirinya sendri. Akan tetapi mereka juga harus bertanggung jawab akan kontrol dan semua hal yang dilakukan.
Pendapatnya sendiri sebenarnya didasarkan pada "daya hidup" yang disebut sebagai kecenderungan aktualisasi. Sebutan ini diartikan sebagai motivasi yang ada dalam setiap individu dengan tujuannya yaitu mengembangkan potensi yang dimilikinya sebaik mungkin. Makanya manusia hidup tidak hanya sekedar untuk bertahan hidup melainkan juga berusaha mendapatkan yang terbaik bagi dirinya.
(https://dosenpsikologi.com)Karena itu, Windi berusaha sekuat mungkin untuk bisa berada di titik tersebut. Titik dimana dia tidak hanya harus bertahan hidup, tapi juga menggapai hal yang paling baik baginya. Bagi Windy, jika hanya untuk sekedar bertahan hidup, maka hewan juga hanya bertahan hidup. Tapi manusia harus bisa lebih dari sekedar bertahan hidup.
Hanya saja, untuk sekarang Windy harus puas dengan usahanya untuk bertahan hidup. Tujuannya untuk mendapatkan yang terbaik bagi hidupnya, akan dia lakukan dengan perlahan tapi pasti.
"Ayah, kaki Ayah sakit lagi ya?" Tanya Windy saat menyadari bahwa kaki Ayahnya itu terlihat pincang.
"Gak papa kok, Ayah masih bisa jalan. Windy liat sendiri kan?" Yusuf menjawab sambil tersenyum lebar pada putrinya itu.
Windy menghela napas, "kalo kakinya sakit, Ayah bilang ya sama Windy. Nanti kita ke dokter."
"Iya. Kamu mau berangkat ke kampus sekarang?"
"Enggak." Windy menggeleng, "aku kan udah pindah ke kelas karyawan. Jadi kuliahnya nanti malem."
"Win, kamu gak perlu loh sampe segitunya. Ayah masih sanggup kok buat cari biaya hidup kita."
Windy tersenyum, lalu memakai jaketnya. "Iya, tapi Windy juga pengen cari uang. Gimana dong?"
Yusuf tersenyum samar mendengar ucapan Windy. Entah sebutan seperti apa untuk sifat Windy yang satu ini. Keras kepala atau teguh pendirian?
"Ya udah, tapi inget ya janji kamu sama Ayah. Kamu gak boleh sampe sakit."
"Aku pasti inget terus kok. Lagian kan Ayah juga janji kayak gitu ke aku." Gadis itu mengambil helmnya yang ada diatas meja lalu berjalan keluar rumah dengan diikuti oleh sang Ayah dengan maksud untuk mengantar kepergian putrinya.
"Kamu bakal pulang jam berapa?"
Windy memasang helmnya sebelum menjawab, "mungkin jam lima. Soalnya kelas aku mulainya jam tujuh. Aku pergi ya, assalamualaikum."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA
BeletrieIni untuk kamu, yang tengah berjuang keras meski dunia memperbudak dengan keras. Untuk kamu, yang merasa marah tapi memutuskan untuk tetap mengalah. Untuk kamu, yang harus selalu tersenyum meski hati menangis pilu. Untuk kamu, yang berusaha menggapa...