0.3

172 39 8
                                    

Macet bukan hal yang biasa lagi di kota-kota besar. Sudah terlalu biasa hingga rasanya seperti suatu jadwal sehari-hari. Mereka yang tinggal di kota metropolitan menganggap keadaan ini bukanlah hal yang aneh, tapi rasa mengesalkan itu jelas selalu muncul.

"Maaf ya mbak, padahal tadi sebenernya saya bisa belok buat motong jalan."

"Gak papa, pak. Saya juga lagi gak buru-buru kok, santai aja." Keysa memasang senyum tipis.

Supir itu mengangguk, walau dalam hati masih merasa tidak enak.

Keysa lalu memainkan ponselnya karena bosan terus memperhatikan kendaraan di sisi kanan dan kirinya. Jari lentiknya bergerak diatas layar dengan lincah karena tengah memainkan sebuah game yang masih tetap jadi favoritnya meski sudah lama terpasang di ponsel.

Sudut bibir Keysa sedikit tertarik karena game itu telah berhasil menghiburnya. Namun rasa senang itu tak berlangsung lama karena layarnya kini menampilkan bahwa ada yang menelponnya.

Gadis itu kini memandang layar ponsel dengan datar. Nampak tak tertarik untuk menjawab panggilan yang ditujukan padanya. Tapi tak menjawab juga bukan pilihan yang tepat. Setelah panggilan terhenti, Keysa dengan segera mematikan ponselnya.

Biarlah dia kebosanan karena macet yang menghadang daripada harus menjawab panggilan tersebut.

Mobil mulai bergerak sedikit demi sedikit, tapi tak ayal membuat Keysa senang. Setelah beberapa menit, mobil kembali bergerak dengan lancar karena telah keluar dari area macet.

Keysa membuka tasnya dan mengambil uang yang sudah ia siapkan untuk membayar ongkos.

"Udah sampai kak."

"Iya pak, ini uangnya." Keysa menyerahkan uang dengan jumlah yang sesuai.

"Makasih ya kak."

"Sama-sama."

Keysa membuka pintu mobil lantas menutupnya lagi begitu dia sampai didepan rumah. Perempuan itu melangkah masuk, tidak ada niatan apapun selain membaringkan tubuhnya diatas kasur empuk yang ada di kamarnya.

"Kamu baru pulang?" Tanya sang Mama.

Keysa mengangguk sekilas dan kembali melangkah.

"Jangan lupa jam enam nanti kita ada acara di rumahnya om Idris."

"Aku gak mau ikut, capek banget soalnya."

"Tapi acaranya penting banget Key, kamu harus ikut." Wulan mulai mendekati anaknya itu.

"Terserah mamah aja." Jawab Keysa dan tanpa mempedulikan apapun lagi dia kembali melangkah ke kamarnya.

"Key! Keysa! Mamah belom selesai ngomong!"

Gadis itu tak menyahut dan dengan santainya menutup pintu kamar sebelum akhirnya berbaring diatas ranjang. Keysa terlalu lelah, bahkan hanya untuk membersihkan wajahnya. Dia juga merasa lapar, tapi tak ada niatan untuk pergi ke dapur apalagi Mama nya ada dirumah kali ini.

Keysa memandang langit-langit kamar dengan perasaan yang campur aduk. Sekarang, ponsel adalah satu-satunya benda yang ia pikir bisa mengusir rasa kesalnya. Tangannya menekan icon aplikasi Instagram. Notifikasi mulai bermunculan, dari mulai pengikut baru sampai direct message.

Perempuan itu tak peduli, dia bahkan tak pernah mengecek semua notifikasi itu satu persatu.

"Bosen anjir." Gerutunya, tapi seolah teringat sesuatu, gadis itu kemudian tersenyum. "Ah iya ya, kenapa gak maen pake akun kedua aja?"

Dia yang pada dasarnya jarang bermain media sosial, jadi melupakan akun keduanya tersebut. Keysa bisa melakukan apapun dengan akun keduanya itu. Dari mulai stalking sampai julid.

ARUNIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang