Lotus 10

510 80 65
                                        


•🌸🌸🌸🌸•

Perth bergegas pergi meninggalkan Aula Giok tanpa menghiraukan panggilan kedua pamannya yang tampak bingung. Perth bukanlah tipe orang yang meninggalkan suatu acara tanpa pamit. Meskipun ia terhimpit waktu, Perth selalu menjunjung tinggi kesopanan apalagi jika ia sedang menjamu tamu. Tapi kali ini berbeda, Mean dan Yacht menangkap kekhawatiran dari paras tegas pemuda itu. 

"Ada apa dengannya?" tanya Yacht pelan. 

Mean menggeleng. "Entahlah, tidak biasanya ia pergi begitu saja. Bahkan Mark pun terlihat sama paniknya."

"Apa terjadi sesuatu?" 

Lagi-lagi Mean menggeleng tanda tak tahu. Sementara Tuan Su dan putrinya yang ikut terheran-heran melihat kepergian Perth, mendekati dua kakak beradik ini. 

"Pangeran kedua, apa yang terjadi dengan Yang Mulia? Kenapa ia pergi dengan terburu-buru?"

"Ah, Tuan Su, maaf atas kelancangan keponakan saya. Sepertinya ada hal mendesak yang terjadi hingga ia harus pergi tanpa mengucapkan apapun." Mean membungkukkan punggungnya, sebagai ucapan maaf. 

"Apakah perlu kita mengejar Yang Mulia untuk membantunya?"

"Ah, tidak perlu, Tuan Su. Saya yakin ini hanya masalah kecil. Hanya saja Perth perlu menyelesaikannya sendiri. Lebih baik kita menikmati jamuan malam ini saja." tentu Mean menolak. Ia tidak ingin terlalu ikut campur urusan Perth, terlebih lagi jika keponakannya itu tidak memberitahunya, pasti itu urusan pribadi. Dan Perth tidak menyukai jika urusan pribadinya dicampuri. 

"Baiklah, Pangeran." Tuan Su menoleh pada putrinya yang berada di belakangnya. 
"Bersabarlah, lain kali kau pasti bisa berbincang dengan Yang Mulia." 

Mean dan Yacht saling melirik, mengerti apa maksud dari perkataan tamunya tersebut. 

"Maafkan Perth, Tuan Putri. Saat ia kembali, aku akan memberitahunya agar meluangkan waktu untuk anda." Yacht segera menimpali. 

"Tidak apa-apa, Pangeran. Yang Mulia pasti sangat sibuk. Aku mengerti."

"Terima kasih atas pengertian Tuan Putri." Yacht dan Mean menautkan kembali tangannya dan membungkuk. Lalu kemudian mempersilahkan tuan Su dan Putri Bai untuk menikmati hidangan kembali. 




•🌸•


Saint menyusuri jalanan kota dengan tatapan mata penuh kekaguman. Sesekali kepalanya mendongak ke atas, melihat banyaknya lampion berwarna kuning keemasan yang disusun berjajar sedemikian rupa. Kota tampak meriah, para pedagang beraneka rupa nampak saling menjajakan dagangannya. Beberapa anak kecil berlarian sembari membawa lentera cantik di tangannya, juga para muda-mudi yang berbincang dengan malu-malu. 

Bibir Saint menyungging senyum. Semenjak ia tersadar dari pingsannya kala itu, tempat ini menjadi hal paling ramai yang pernah ia lihat. Menyeret kakinya yang masih terasa sedikit sakit, Saint terus berjalan tanpa tujuan. Sampai ia berhenti tepat di depan penjual aksesoris. Matanya langsung tertuju pada sebuah gelang dengan krincing kecil. 

Sekilas Saint melirik kakinya yang terluka. 

"Rasa-rasanya aku pernah memakai gelang kaki." gumamnya pelan. 

"Tuan Muda, apa ada yang anda sukai? Silahkan pilih." 

"Ah, tidak. Aku hanya melihat-lihat." dengan cepat Saint menolak tawaran penjual itu.

'Tidak mungkin aku pernah memakainya.' Hatinya mengatakan demikian, tapi ingatannya sekilas membawanya ke mimpi itu lagi. Pemuda dalam mimpinya memakai gelang kaki.

the Lotus of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang