The Wise Sorcerer
Solomon x Reader!
.
Obey Me! © NTT. Solmare Corp.
Story © Nikishima Kumiko.
.
.Kedua kaki milikmu terhentak secara bergantian, sementara irismu memperhatikan Solomon yang tengah serius dengan pekerjaan ramuannya. Tak berlangsung lama, helaan napas kau keluarkan seraya mengucap dalam batin. Kau berdoa, semoga saja penyihir berambut putih itu tak menjadikan dirimu sebagai kelinci percobaan lagi.
Kau mengerjapkan mata ketika mengingat sebuah macaron yang Luke buat untukmu. Daripada tak memiliki pekerjaan, kau pun mengeluarkan dessert tersebut dari dalam laci meja dan membukanya. Senyum manis terulas jelas di wajahmu, mendapati macaron berwarna-warni nan harum.
Luke adalah murid Barbatos secara tak langsung dalam hal dessert, meskipun malaikat kecil tersebut tak akan mengakuinya, namun kau percaya pada hasil macaron yang ia buat.
"Oh, [Name]? Akhirnya kau tersenyum selama dua jam terakhir ini," sahut Solomon seraya ikut menampilkan senyuman. Hanya saja, irisnya tak menatap ke arahmu sama sekali.
Bahumu terangkat, merasa cuek padanya, lalu memakan macaron dengan acuh. Kau melemparkan tatapan sinis padanya sembari mengeluh, "Kau asik bereksperimen sementara aku tak diperbolehkan untuk membantu atau ikut andil sama sekali. Bagaimana bisa aku tidak bosan?"
Pemuda dengan helaian rambut putih tersebut tak menjawab keluhanmu dan malah segera menolehkan kepalanya kepadamu, memperhatikan lekat dirimu yang tengah menikmati makanan. Merasa salah tingkah, kau tersedak lalu mengerutkan dahi, memberikan tatapan penuh kebingungan.
"Kenapa dari tadi kau menatapku, Solomon?"
"Ah, tidak apa-apa. Hanya saja aku berpikir kau semangat sekali ketika mencicipi macaron buatan Luke," balas Solomon dengan tenang. Ia memegang dagunya, lantas kembali fokus pada ramuannya sembari bergumam kecil, "apa mungkin ... aku harus belajar darinya juga, ya."
Kau tak mendengar gumaman Solomon dan membuka D.D.D kemudian mengirimkan chat pada Simeon, mencoba untuk membunuh kebosanan yang melanda dengan menanyakan sesuatu mengenai novel yang ia tulis. Namun, malaikat eksotis tersebut tak membalas sama sekali, mungkin saja ia juga tengah sibuk.
Padahal ini tugas kelompok, tapi Solomon malah asik sendiri. Mulutmu kembali membuka, memanggil sosok penyihir di hadapanmu, "Solomon, aku juga ingin membantuーTapi, aku tidak ingin jadi kelinci percobaan, ya!"
"Eh? Selama ini kau menganggap dirimu sebagai kelinci percobaan?" tanya Solomon kaget.
Dengan segala percobaan ramuan dan masakan Solomon yang seperti racun? Bagaimana bisa kau tidak menganggap dirimu layaknya hewan percobaan Solomon? Kau pun mengendikkan bahu, mengiyakan dengan malas perkataan pemuda tersebut seraya berdiri lalu berjalan mendekatinya. Di tanganmu terdapat macaron.
"Tidak heran, sih. Maafkan aku karena telah bertindak dan membuatmu berpikir seperti itu."
Solomon mengutarakan permintaan maaf dengan senyuman khasnya, terlihat seperti tak tulus karena aura misterius dan suspicious terpancar dari ulasan senyumnya. Namun, kau tahu kalau penyihir tersebut benar-benar serius akan perkataannya.
Kau membuka mulut, memberikan kode agar Solomon juga ikut membuka mulutnya. Solomon mengerjapkan mata, sedikit kebingungan, tapi tetap melakukannya sesuai perintahmu.
"Enak, kan? Dessert buatan Luke dan Barbatos memang yang terbaik, lho," ujarmu seraya menyeringai bangga.
Semburat merah tersirat di pipi Solomon. Kemudian pemuda itu terkekeh kecil melihat tingkah menggemaskan milikmu, "Kau benar, haha."
Irismu melirik ke arah meja, menampakkan berbagai botol ramuan, peralatan serta bahan-bahan. Bibirmu kau kerucutkan ketika menangkap botol ramuan berwarna-warni layaknya pelangi. Kau pun menunjuk benda itu dan melemparkan pertanyaan pada Solomon. Belum pernah sekalipun kau mempelajarinya, atau mungkin saja ramuan tersebut adalah hasil kreasi Solomon selama dua jam terakhir ini?
"Yang itu ramuan untuk apa, Solomon?"
"Ah? Ramuan berwarna-warni itu akan aku gunakan untuk bahan masakanku selanjutnya. Jadi, seburuk apapun penampilan masakan ... kalau menggunakan ramuan tersebut, maka akan berasa seperti makanan favoritmu."
"E-eh ... Begitu, ya."
Kau menegak ludah seraya mengulas senyum paksa. Entah umur pemuda di hadapanmu ini telah menginjak berapa tahun, yang jelas ia telah lebih dari ratusan tahun. Namun, kenapa skill memasaknya yang sangat buruk harus disamakan dengan skill ramuannya yang hebat? Apa Solomon telah menutup mata tentang segala kejadian atau dianya saja hanya benar-benar tidak peka?
Kepalamu kau tolehkan, berkeringat dingin. Sepertinya kau harus memberitahu orang-orang yang tinggal di Purgatory Hall agar waspada pada Solomon.
"Dan aku ingin mencobanya pada macaron yang Luke buat tadi!" ujar Solomon, tersenyum senang.
Warna pucat telah mengambil alih wajahmu. Dengan segera, kau berlari seraya membawa semua barang-barang dan tak lupa macaron yang Luke berikan padamu. Meninggalkan Solomon dengan raut penuh kebingungan, tak mengerti sama sekali apa yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Scenarios ⇢Obey Me! × Reader [✓]
Fanfiction"Sebuah cerita tentang kau dan karakter Obey Me! Shall We Date." [Obey Me! Shall We Date? x Reader] Obey Me! © NTT Solmare Corp. Story © Nikishima Kumiko