Azkia sedang menunggu jemputan ketika jam pulang sekolah berbunyi sekitar 10 menit lalu, dia kembali mendengus ketika melihat belum ada tanda-tanda jemputannya datang.“Nunggu grab yah, neng?”, sapa pak satpam yang sedang duduk dengan kopi ditangannya.
“Lagi nunggu jemputan, pak”, Kia membalas seadanya, moodnya buruk, dia tidak suka menunggu lama.
Dari kejahuan, dia melihat mobil yang familiar di pandangannya, ketika mengetahui mobil itu adalah mobil jemputannya dia kembali mengumpat, ”dasar mamang, dikira gue ngga laper apa nungguin”, sebelum pergi dia pamit ke pak satpam. “Mobilnya udah datang pak, aku duluan yah”“Iyaa hati-hati neng”.
Kia berlalu pergi, dia memasuki mobil dengan keadaan badmood, dibantingnya pintu mobil dengan keras tanda dia sedang marah, mobil melaju pelan membelah jalanan.
”Mamang kenapa lama sih?? Aku tuh laper tau!”, sarkas Kia tanpa melihat sang pengemudi, tapi tak ada jawaban dari sang supir. Mengetahui tak ada balasan dari sang supir, Kia menoleh pada rear-view-mirror dengan memicingkan matanya,”Aku tuh lagi ngomong mang! dijawab dong!”, kesal Kia, tapi tetap saja tak ada balasan dari sang supir.
Kia di buat naik tensi, sungguh dia paling tidak suka bila di tanya tapi tak di jawab. Dia bangkit dari kursi dan melihat supir yang tak membalas ucapannya. Kia terpaku di tempatnya, matanya membulat, dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Kenapa? Mau ngomong apa?!”, sarkas pria itu melirik Kia.
“Denish!”, pekik Kia tertahan.
“DENISH! SUMPAH DEMI APA KAMU DISINI?”, sungguh Kia tak bisa menahan keterkejutannya. Denish hanya mengangkat bahu santai tak menanggapi ucapan Kia.
Kia buru-buru berpindah duduk ke depan dengan tidak santai.
“Eh eh eh, apa yang kamu perbuat, Kiaa!”, Denish panic melihat kelakuan ajaib Kia,”Aku lagi nyetir tau! Kalo aku nabrak gimana? Kamu kepental ke depan dan patah tulang, Mau?!”
Kia memberenggut kesal tapi mengabaikan kata-kata Denish,”Ishh, kamu kapan nyampe kesini?”
“Jam 1 siang tadi”, Denish menjawab santai.
“Kenapa kamu ngga telpon aku? Kenapa ngga ngabarin mau datang? Kena—“
“Udah, nanti aja sesi interviewnya, mau makan dimana? Tadi katanya laper”
“Mau makan banyak, mau belanja juga, soalnya bank aku lagi disini”, Kia menarik turunkan alisnya.
”Baru juga kemaren aku transfer, dasar matre!”.
“Yah beda dong! Beda rasa tau ngga belanja sendiri dengan dibelanjain”
“Ya udah, duduk baik-baik, seatbelt jangan lupa”.
Kia melebarkan senyumnya, sumpah demi apa dia sangat merindukan kekasihnya itu, bertukar sapa lewat ponsel tak menurunkan intensitas rindunya.
***
Hampir 2 jam mereka memutari Mall, Kia mengobati kerinduannya dengan bangunan ini. Di Surabaya, setiap akhir pekan Denish pasti akan menemaninya ke Mall, meski hanya sekedar membeli Ice Cream. Kia memasuki toko sneakers diikuti Denish di belakangnya.
“Ngga capek apa kamu? Aku udah ngga tahan mau jalan lagi, kaki aku rasanya mau patah”, Denish duduk pada salah satu sofa yang disediakan toko, keluhan yang kesekian kalinya.
“Aku udah bilang, kamu istrahat ke spa aja, kamunya ngga mau!”, Kia mengatakan itu tanpa menoleh pada Denish, sneakers lebih menarik untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Twin Story
Teen FictionHidup tak bisa ku tebak. Ternyata yang selama ini ku anggap tak ada. Berakhir bersama ku -- Aileen, Azkia. Kenapa kenyataanya begitu menyakitkan untuk ku - Bunda, Mama. Maaf, Bun - Ayah, Alvaro. Maaf, Ma - Papa. Cr pict : ig @_womencity