Setelah kejadian yang menimpa Ail minggu lalu, selama itu juga Ail tak diizinkan keluar rumah bahkan ke sekolah pun. Bukan Al yang melarang melainkan Bunda, setelah kejadian malam itu, Al memutuskan untuk segera kembali ke Spore esok harinya. Jangan tanya bagaimana keadaan Ail, dia sudah sangat lelah membujuk Bunda setidaknya hanya untuk ke sekolah tapi jawabannya selalu “Ntar Bunda pikirin dulu." Untuk orang-orang yang boleh mengunjunginya pun terbatas, hanya sahabat dekatnya juga Reza dan Anggara yang sesekali mampir.
“Pokoknya Ail ngga mau tau! Senin lusa Ail ke sekolah." kesal Ail untuk yg kesekian kalinya, bayangkan seminggu di rumah tanpa melakukan apa-apa.
“Ail—"
“Bun, ini udah mau seminggu. Abang Al udah ke Spore, lagian Ail nggak pernah nolak jikapun Bunda nyewa bodyguard untuk Ail."
Bunda terdiam, memikirkan perkataan Ail. Sebenarnya dia juga tak tega mengurung Ail di rumah tapi tak ada pilihan lain selain itu.
“Ayaaah, bantuin Ail." Kini Ail merajuk pada sang Ayah yang sedang memainkan tabletnya.
“Iya, senin lusa kamu ke sekolah." ujar Ayah enteng tanpa beban, Bunda yang mendengar itu mendelik menatap kesal suaminya. Sedangkan Ail, jangan tanya, senyum kemenangan merekah dibibirnya.
“Mas!”
“Ail udah bilang ngga masalah nyewa bodyguard, hal apa lagi yang meresahkan hatimu?” Ayah menyimpan tabletnya seraya menatap Bunda.
Bunda menghela napas kasar, kalah telak dengan dua orang dihadapannya ini. Mereka sedang berada diruang keluarga. Ail duduk di sofa yang berbeda dengan kedua orang tuanya, menatap penuh kemenangan pada Bundanya.
“Oke, baiklah. Tapi dengan satu syarat." Bunda menatap Ail.
“Apa itu Bun?"
“Bodyguardnya 20 orang."
Ail ternganga di tempatnya. Syarat macam apa itu. “Bun, Ail Cuma ke sekolah bukan lamaran! Ya kali 20 orang. Masa iya ke sekolah bawa banyak mobil buat tumpangin tuh bapak-bapak, ngabisin bensin aja! Pokoknya ngga mau tau, terserah Bunda mau berapa. Senin lusa Ail tetep ke sekolah!”
Setelah mengatakan itu Ail memilih meninggalkan orang tuannya, tak ingin memperpanjang debat, bisa-bisa Bunda berubah pikiran.
***
Ifa berada tepat di depan pintu rumah Ail, sesekali memencat bel. Bi Sumi muncul dengan serbet masih menggelantung dipundaknya.
“Eh, non Ifa. Silahkan masuk non”, Ifa tersenyum membalas ucapan Bi Sum.
“Ailnya ada, Bi?”
“Iya ada, lagi di kamar. Sepertinya masih tidur karena tadi tidak ikut sarapan." Ifa mengangguk, dan permisi ke kamar Ail.
Sesampainnya di depan pintu kamar Ail, Ifa memutar gagang pintu terkunci, ah, dasar kebo. Tak pikir panjang Ifa mengetuk pintunya tak santai. Menyebabkan Bunda yg sedang berada dibawah meneriakinya.
“Ifaaa. Nak, lagi diatas yah?”,
“Heheh, Iya Bun. Lagi mau bangunin Ail nih." Ifa balas berteriak.
“Ada kunci duplikat kalo ngga mau susah gedor-gedor."
“Ngga usah, Bun. Ifa lebih suka gini.”
“Ya udah, kalo gitu. Semangatt!”
Ceklek.
“Rumah gue bukan hutan!” Ail tiba-tiba membuka pintu kamar dengar raut wajah kesalnya. Masih memegang boneka Unicornnya, Ail kembali kekasurnya tanpa menutup pintu. Ifa masuk dengan wajah cengirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Twin Story
Teen FictionHidup tak bisa ku tebak. Ternyata yang selama ini ku anggap tak ada. Berakhir bersama ku -- Aileen, Azkia. Kenapa kenyataanya begitu menyakitkan untuk ku - Bunda, Mama. Maaf, Bun - Ayah, Alvaro. Maaf, Ma - Papa. Cr pict : ig @_womencity