❄❄❄
"Tak pernah membenci waktu. Juga tak pernah membenci takdir. Hanya saja, sedikit kecewa dengan diri yang terlena dan lupa, bahwa waktu dan takdir bermain dalam segala hal."
❄❄❄
Di tengah kesibukan Bandara Soekarno-Hatta, tepatnya di Terminal 3 yang melayani penerbangan internasional, sebuah pesawat komersial besar mendarat dengan mulus di landasan. Pesawat ini memiliki ekor berwarna biru tua dengan gambar burung garuda yang megah. Ciri khas tersebut membuat pesawat ini mudah dikenali sebagai salah satu maskapai nasional yang terkenal.
Di antara keramaian penumpang yang keluar dari pesawat, tampak seorang pria yang menarik perhatian--dengan penampilannya yang stylish, tampak berbeda di antara kerumunan. Dia mengenakan jaket kulit hitam yang pas di tubuhnya, dipadukan dengan kaos putih polos dan jeans berpotongan slim. Sebuah kalung bertali hitam dengan liontin berbentuk bulan sabit berwarna putih menggantung di leher, menambah kesan edgy pada penampilannya.
Dia menggeret sebuah koper hitam berukuran sedang, yang rodanya bergerak mulus mengikuti setiap langkahnya. Langkahnya tegap dan penuh keyakinan, seolah setiap langkah telah direncanakan dengan matang.
Ada ketenangan dalam gerakannya, namun juga ketegangan yang tersembunyi di balik kacamata hitamnya. Matanya yang tajam mengamati sekeliling dengan seksama, seolah mencari sesuatu. Kini setiap kenangan kembali dengan jelas dalam pikirannya.
Perjalanan ini bukan sekadar perjalanan biasa; ada tujuan penting yang membuatnya kembali, dan semua itu bermuara pada pertemuan yang sudah lama tertunda, yaitu dengan Chiara.
Namun sebelum itu, dia singgah terlebih dahulu di toko bunga favoritnya. Meski berada di luar negeri selama enam tahun terakhir, dia tak pernah absen mengirim bunga kepada Chiara.
Ya, dia adalah Diero, laki-laki tengil yang dengan sengaja melibatkan dirinya untuk berada dalam setiap lembaran baru hidup Chiara.
Hari ini, laki-laki itu memilih mawar putih—simbol kemurnian dan ketulusan perasaannya. Dia selalu mengirim sebuah buket bunga tanpa mencantumkan nama, karena tahu Chiara akan menolaknya jika mengetahui siapa pengirimnya.
Setelah itu, Diero pun bergegas menuju tujuan akhir.
Sesampainya di lantai 17, Diero melangkah menuju resepsionis. Saat dia menyebutkan ingin bertemu dengan Chiara, kebetulan Liora ada di dekat sana. Dengan sigap, Liora mengarahkan Diero untuk menunggu di ruang tunggu, dan bergegas menuju ruang Chiara untuk memberitahukan kedatangan tamu tak terduga ini.
Selama menunggu, Diero sangat gugup. Tangannya gemetar saat memegang sebuah buket bunga.
Setiap detik yang berlalu terasa seperti menit, dan setiap menit seperti jam. Pikirannya dipenuhi oleh kemungkinan reaksi Chiara, kekhawatiran akan penolakannya, dan harapan akan pertemuan yang penuh makna.
Hatinya berdebar tak karuan, dan kakinya terasa berat, seolah menanggung beban seluruh dunia. Bunga di tangannya tampak seperti simbol dari semua perasaan yang dia simpan selama bertahun-tahun, dan kini, semuanya berada di ambang realitas yang tak terduga.
Akhirnya, setelah menunggu beberapa menit yang terasa seperti keabadian, Liora kembali dengan ekspresi riang. Diero segera beranjak dari duduknya, rasa antusiasme dan kecemasan bercampur dalam setiap gerakannya. Ia mengikuti Liora menuju ruangan Chiara.
Sesampainya di depan pintu, Liora memberi Diero satu senyuman tipis sebelum menghilang ke lorong. Laki-laki itu berdiri sejenak di depan pintu, memejamkan mata sejenak untuk mengumpulkan keberanian. Hatinya bergetar, dan ia mengatur napas dalam-dalam. Dengan penuh keyakinan, ia mengetuk pintu dengan ritme yang tenang namun penuh makna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Charmolypi 2 : Caraphernelia
Romance[Sequel Charmolypi] Update Kembali 2 November 2024 ❤️ 🕊🕊🕊 Bukan perjalanan hati kosong yang menemukan isinya, bukan pula dua belahan hati yang saling melengkapi. Ini hanyalah kisah dua hati yang bertemu dengan kehancuran---entah akan diperbaiki a...