20. TANGIS YANG MEREDA

316 54 18
                                    

Happy Reading

"Mungkin, menangis lebih baik. Dari pada tertawa namun terpaksa." -TITIKLUKA2

20. TANGIS YANG MEREDA.

Aku beneran diajak jalan jalan sama Ranu. Sebenarnya aku tidak masalah. Aku juga sudah minta izin ke Mama dan bagusnya Mama ngizinin. Cuma masalahnya adalah aku mendadak jadi canggung parah ke Ranu.

Sebab cowok itu baru saja buka suara kalau dia sedang mendekatiku. Siapa yang tidak canggung coba kalau habis difrontalin kayak gitu, terus langsung diajak jalan.

"Mau kemana, Nu?" tanyaku karena motor Ranu tak kunjung berhenti. Sudah hampir 20 menit kami hanya mutar mutar jalan.

"Lo mau nya kemana?" tanya Ranu balik.

"Terserah," Aku ngeluarin jawaban andalan cewek.

"Yakin mau ikut gue kamana aja?" Ranu ngeyakinin.

Aku ngangguk yakin walaupun kayanya Ranu tidak ngeliat anggukanku.

"Iya terserah lo."

"Berarti kalo gue bawa ke KUA mau dong?" Ranu ngegobambal.

Aku hanya tertawa menanggapi nya.

"Belum tentu juga sih, Nu. Kan gue nggak ada rasa sama lo," balasku sengaja sekejam itu.

"Jujur amat, Lan," Ranu melengkungkan setengah bibirnya. Aku bisa melihatnya dari kaca spion.

Aku tahu itu terdengar menyakitkan. Ya setidaknya memang itu salah satu cara agar Ranu tidak menaruh harapan lebih jauh.

Setelah itu kami tidak bicara apapun lagi. Aku fokus ngeliatin pemandangan gedung gedung tinggi besar yang kami melewati, sedangkan Ranu fokus mengendarai motor.

Tidak lama motor Ranu berhenti. Kami sudah sampai ke tampat yang Ranu tuju. Aku mangap, melongo, terkejut. Parah deh, pokonya segala ekspresi kagetku keluar. Sebab Ranu membawaku ke tempat Rumah pohon yang selalu aku kunjungi bareng Bintang.

(Jadi ini definisi bumi selebar daun kelor)

"Kenapa? Lo nggak suka tempat kaya gini?" tanya Ranu karena aku masih berdiam diri. "Kalau nggak suka kita pindah aja. Sebenernya gue juga nggak suka tempat kaya gini, sih. Terlalu norak," tambah Ranu sudah bersiap ingin pergi, tak lupa dia mengatakan kata norak diakhir kalimatnya.

(Dia nggak tau aja ini tempat kesukaanku! Enak aja dia bilang norak. Huh.)

"Eh, nggak usah, Nu! Di sini aja gapapa. Udah terlanjur juga. Lagian kalau ganti tempat nanti lo capek nyetir motor mulu," Aku membiarkan kami mengunjungi tempat ini.

Lagi pula aku merasa tidak enak jika harus cari tempat lain. Selain takut Ranu capek, ini juga sudah malam. Kalau cari tempat lain takut kemalaman pulangnya.

Ranu ngangguk, mengiyakan.

"Yaudah ayo," Aku jalan duluan.

Lalu berhanti saat menyadari Ranu tidak ikut jalan. Cowok itu malah diam di tempatnya sambil menatapku datar.

"Lah? Lo ngapain di sana? Sini!" Aku melambaikan tangan, mengode agar Ranu cepat cepat nyusul.

Tapi dia tidak kunjung bergerak.

Aku menghela napas lelah.

Akhirnya aku balik lagi nyamperin Ranu.

"Lo ngapain diem aja? Kesurupan lo, Nu? Jangan bercanda ya, Nu. Ini tempat lumayan serem kalo malem. Jangan main main lo. Gue takut setan!" Aku memperingati Ranu agar tidak main main. Habis dia seperti orang kesetanan.

TITIK LUKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang