4. The Abyss of Destruction

43 5 2
                                    

Arin melebarkan matanya saat darah membanjiri kaki lelaki tua yang kini tengah mengerang kesakitan, anak buah lelaki tua itu beralih menodongkan pistol ke arah laki-laki yang telah menembak bos mereka. Lelaki tua itu berteriak, meminta anak buah mereka untuk menuruti perintah putranya.

Arin menatap wajah-wajah tegang dari anak buah lelaki tua itu, mereka enggan, dari ekspresi wajahnya Arin tahu mereka ingin menembak mantan bos muda yang kini tengah menyeringai mendengar suara kesakitan yang berasal dari mulut ayahnya. Gadis itu bergerak mundur, setiap langkah yang berhasil ia lakukan tak membuat anak buah lelaki tua itu menoleh ke arahnya, mereka kalut dengan perintah laki-laki itu yang menyuruh mereka untuk meletakkan pistol dan mengangkat tangan. Kesempatan emas bagi Arin, gadis itu terus melangkah mundur sampai hilang di balik pintu.

Arin berhasil keluar dari ruang mayat yang baunya lebih pekat dari bangkai, tempat itu gelap, baginya bau pendosa lebih pantas disematkan untuk ruangan persegi dengan hospital bed di dalamnya, ralat, bukan ruang mayat saja tapi seluruh bagian dari rumah itu. Gadis itu yakin, salah satu diantara manusia-manusia itu pasti telah mencicipi tubuh perempuan sebelum mencongkel jantungnya. Kini pilihan Arin tinggal dua, lari ke tengah hutan menyelamatkan diri atau pergi ke sana dan menyelamatkan laki-laki itu.

Arin berdebat dengan pilihannya, ia mau selamat tapi laki-laki itu mungkin saja ia kalah dan dibunuh ayahnya. Gadis itu setengah berlari menuju mobil pick up berwarna hitam yang catnya mulai memudar. Ia mengetuk-ngetuk kemudi mobil. Sadar pilihannya tak punya banyak waktu, gadis itu menyalakan mesin mobil dan mulai menginjak pedal gas.

"Lepaskan Ayah nak, lihat kau melukai kaki ayah."

Lelaki tua itu kehabisan tenaga akibat darah yang terus mengucur deras dari kakinya, ia terduduk tak berdaya dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Lelaki tua itu memegangi dadanya, kepalanya menggeleng pelan sambil memanggil nama putranya.

Laki-laki yang masih memiliki segumpal darah dari lelaki tua itu berjongkok, memeluk ayahnya dengan perasaan bersalah tiba-tiba. Ia tak berniat membunuh ayahnya, tembakan di kaki lelaki tua itu ia lakukan untuk melindungi gadis yang sekarang justru melarikan diri dan tidak memperdulikannya. Seperti kacang lupa pada kulitnya, laki-laki itu menolak pasrah pada ayahnya, tetapi kenyataan menghakiminya.

"Nak, hari ini Ayah akan—" lelaki tua itu membalikkan keadaan secepat menuang sup pada cawan.

Lelaki tua itu tertawa keras, seandainya mayat ruangan itu bisa mendengar mungkin mereka akan bangun dan melempar lelaki tua itu dengan bantal karena telah mengganggu tidur mereka.

"Ada kata-kata terakhir anakku?" ucapnya dengan penuh penekanan ketika mengatakan anakku pada laki-laki yang kini ia cekik lehernya. Laki-laki itu mulai kehabisan napas, ia merancau tak jelas, lelaki tua itu terus menekan tangannya di leher laki-laki itu sampai bola matanya tak lagi terlihat.

"See you in hell my handsome boy."

Arin menabrakkan mobil pick up hitam itu pada pagar besi yang melingkari rumah terkutuk itu tepat pada waktunya, semua di ruangan itu menoleh membuat laki-laki itu akhirnya bisa bernapas.

"Here's your fucking hell father!" laki-laki itu mengambil pistolnya kembali dan berlari mundur sambil menembakkan peluru berkali-kali. Anak buah ayahnya tak tinggal diam, mereka menembaki laki-laki itu agar tidak keluar dari pintu. Bunyi khas thriller movie mulai menjamah telinga Arin, gadis itu takut bukan main beruntungnya peluru mereka meleset.

"Let's go bitch!" teriak laki-laki itu membuat Arin memutar matanya malas, mulut laki-laki itu memang seharusnya direparasi.

Arin menyetir mobil pick up itu secara ugal-ugalan, matanya bergerak gelisah, anak buah lelaki tua itu mengikuti mereka dengan mobil lain, pergelangan tangan gadis itu sakit bukan main. Ia ingin menukar posisi dengan laki-laki di sampingnya tapi apalah daya, nyawanya berada di tepian antara surga dan neraka. Gadis itu harus melawan hidupnya sampai rasa sakit di tangannya mendadak mati rasa.

NOT FOR SALE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang