14 [Something]

926 79 16
                                    

Bunyi pisau yang memotong daun bawang adalah salah satu bunyi yang paling dominan, selain bunyi minyak di penggorengan. Lea tanpa terlihat sibuk menyiapkan hidangan untuk makan malam. Padahal tadi Jimin sudah bilang dia akan memesan makanan diluar saja, jadi Lea tidak usah repot-repot untuk memasak. Namun wanitanya itu sedang ingin mencoba memasak menu baru, jadi apa boleh buat. Yang penting Lea senang saja meskipun bahan yang harus Jimin beli sangat mahal, membuat pria Park itu sedikit mengelus-ngelus dada. Ya, meskipun Jimin kaya namun pria itu lebih memilih menghabiskan uangnya dengan membeli baju mahal ketimbang makanan yang habis sekali makan. Tidak tanggung-tanggung Lea membeli beberapa kilo daging Wagyu A6, Caviar, hati angsa, Truffle dan jenis bahan makanan lainnya yang Jimin tidak ketahui.

"Kau mau coba?" tawar Lea yang sedang memegan steak Wagyu A6 dengan parutan truffle diatasnya.


"Aku mau coba bibirmu saja," tentu mendengar jawaban Jimin barusan membuat Lea hanya bisa sabar dengan otak mesum sang kekasih.




"Kau serius tidak hamil? apa kita perlu cek ke dokter besok?" tanya Jimin yang sepertinya masih agak sedih setelah mengetahui Lea sama sekali tidak hamil. Tadi sore Lea melakukan tes kehamilan dengan test pack kehamilan yang mereka beli di perjalanan pulang.

"Jimin, aku benar-benar tidak sedang hamil," ucap Lea kemudian mendekatkan tubuhnya untuk memeluk Jimin. "Memangnya kau suka dengan anak-anak?"


Jimin membalas pelukan Lea, "aku suka dengan anak-anak."


Lea mengadahkan wajahnya agar bisa melihat wajah Jimin, "Kalau begitu kenapa tadi siang kau terlihat tidak suka dengan Hani?"

"Yaaaa! bocah itu pengecualian!" seru Jimin seolah-olah dia punya masalah tidak terselesaikan dengan Hani.

"Memangnya apa yang salah dengan Hani? anak perempuan itu lucu."

"Aku tidak suka dia memanggilmu Mama," jawab Jimin membuat Lea tertawa. "Kau terlalu berlebihan," ucap Lea kemudian mengecup pelan bibir Jimin.

"Bukan begitu, jika Hani butuh sosok seorang ibu dan dia juga sudah merasa nyaman denganmu. Aku takut kau akan diambil dariku," ucap Jimin benar-benar serius.

"Jimin aku tidak mungkin menjadi Mama Hani dan jikapun iya, aku hanya akan menjadi Mama nya tanpa status hubungan yang berarti," ucap Lea agar Jimin tidak terlalu khawatir, "Lagipula aku mana mungkin menikah dengan Papa Hani, aku sudah punya kau."

Jimin tidak membalas perkataan Lea lagi, meskipun dia sedikit tidak yakin akan hal itu. Apalagi tatapan Taehyung ke Lea kemarin bukan seperti tatapan biasa. Terlihat dengan begitu jelas jika Taehyung menaruh ketetarikan pada Lea.

***

Seperti hari-hari biasanya Lea siang ini pergi ke supermarket untuk berbelanja bahan makanan. Karena hobinya sendari dulu adalah memasak makanan enak, jadi tidak heran Lea selalu memberi bahan makanan. Setelah membayar belanjaannya Lea memilih untuk singgah ke sebuah cafe untuk membeli minuman. Kebetulan dia merasa haus setelah banyak berjalan hari ini. Singga sebuah teriakan marah anak kecil membuat perhatiannya teralihkan, Lea kenal dengan suara itu meskipun tidak begitu yakin.


"HANI TIDAK MAU MAKAN!" benar pemilik suara itu adalah anak kecil yang Lea temui kemarin. Jelas suara teriakan itu membuat seluruh tamu cafe menjadikan Hani pusat perhatian.

Lea sedikit terpaku melihat Hani yang sedang marah-marah, bahkan mendorong bekal makanannya sampai hampir tumpah.

"Halo Hani," panggil Lea dengan senyuman ramahnya, meskipun sebetulnya dia sedikit merasa takut Hani akan mengamuk padanya. Karena tidak suka disamperin oleh orang asing.

"Mama kenapa bisa ada disini?" balas Hani melunak.

"Mama ingin membeli minuman jadi mampir ke cafe ini dan tidak sengaja bertemu Hani disini. Boleh Mama ikut duduk disini?" tanya Lea hati-hati.

"Tentu boleh," jawab Hani tanpa beban, mempersilahkan Lea untuk duduk bergabung denggannya dan Bibi penjangganya.

"Mama lihat Hani sedang marah tadi, kenapa Hani marah-marah?"

"Hani sedih," lirihnya dengan wajah yang seketika cemberut.

"Hani sedih kenapa? ayo cerita pada Mama," Lea lalu mendekatkan bangkunya pada bangku Hani agar bisa mengusap lembut bahu anak perempuan itu.

"Papa mau pergi ke luar kota, jadi Hani dirumah hanya bersama Bibi," jelas Hani dengan mata yang berbinar.

"Hani anak yang pintar bukan? Hani pasti bisa jadi anak yang mandiri meskipun sering ditinggal Papa berkerja. Lagipula Papa keluar kota itu juga demi Hani, agar Hani bisa makan dan sekolah. Papa pergi ke luar kota bukan karna kemauannya sendiri, tapi karna pekerjaannya." mendengar itu Hani mulai memahami sedikit kondisi Papanya.

"Lain kali Hani jangan marah seperti tadi lagi, kasihan Bibi dimarahi sama Hani. Lagipula apa Hani tidak malu dilihati banyak orang?" ucap Lea menasehati.


"Hani malu . . ." cicit Hani menyadari kesalahannya.

"Kalau begitu Hani harus berjanji untuk tidak mengulanginya lagi," Lea memberikan jari kelingkingnya pada Hani.

"Hani janji Mama," ucapnya sekaligus membalas tautan jari kelingking Lea.


"Boleh Hani minta sesuatu pada Mama?" pinta Hani dengan mata berbinarnya.

"Tentu, Hani mau minta apa dari Mama?"

"Hani mau besok Mama menemani Hani bermain, apa boleh?"


Lea tersenyum kemudian menganggung menyanggupi, "tentu saja boleh," setelah mengatakan itu Hani memberikan Lea nomor telepon dan alamat rumah miliknya. Agar besok Lea bisa menghubunginya.

"Tapi Mama jangan ajak om jelek," ucap Hani membuat Lea tertawa, dia sama sekali tidak merasa. tersinggung Hani mengatakan jika pacarnya jelek. Malahan terdengar lucu dikupingnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐏𝐫𝐞𝐜𝐢𝐨𝐮𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang