Bagian 7

7 5 4
                                    


"Terkadang melampiaskan jauh lebih baik dari pada mendendam."






Lany baru saja tiba di rumah pukul lima sore. Dilihat mobil ayahnya belum terparkir di garasi. Ia mematikan motor lalu masuk ke dalam rumah.

Rumah itu terasa sepi. Seperti tak berpenghuni. Ia menyelinap masuk ke
Kamar lalu mengunci pintu.

Lany merasa tubuhnya lelah, sebelum membersihkan diri, terlebih dahulu ia merebahkan tubuhnya di kasur.

Ingatannya kembali berputar saat berbincang dengan Pak Raihan.

Lany dipersilahkan duduk oleh Raihan. Ia membiarkan Lany berbicara terlebih dahulu.

"Maaf Pak, saya baru menemui bapak." Lany tampak memperbaiki posisi duduknya, ia sedikit merasa bersalah.

"Tak apa. Apa sudah dipikirkan baik-baik?" tanya Raihan hati-hati.

Laly terdiam sesaat. Memang waktu itu, ia sempat menelfon bosnya dan membicarakan sesuatu. Namun gadis itu belum menemukan jawaban yang pasti.

Lany mengangguk. Terlihat bosnya memamerkan senyum saat gadis itu menyetujui kesepakatan mereka.

"Atasan saya ini orang yang baik. Ia memintamu menjadi guru les untuk anaknya, jadi saya harap kamu bekerja sama dengan baik." Raihan berdiri diikuti Lany. "Untuk surat  pengunduran kamu, saya terima dan memaklumi nya. Ini gaji kamu dan kartu nama atasan saya," ucap Raihan menyodorkan sebuah amplop dan sebuah kartu nama.

"Terima kasih pak, saya tak akan melupakan kebaikan bapak," balas Lany keluar dari ruangan.



Lany bangkit dari kasur. Ia merasa badannya sangat lengket, kemudian mengambil handuk dan membersihkan diri.

Selesai mandi, Lany mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah. Ia mengambil sebuah amplop dan sebuah kartu nama dari dalam tasnya.

Ia meraih kartu nama itu dan membaca nama dari pemilik restoran terkenal di Jakarta. Saat ingin menghubungi nomor yang tertera di kartu itu. Ketukan pintu mengganggunya. Ia membuka pintu dan terlihat bi Ina  membawakan nampan berisi makanan dan segelas air putih.

"Non pasti belum makan," ucap bi Ina menyodorkan nampan itu ke Lany.

"Makasih bi, tahu aja aku belum makan," balas Lany. Kemudian menaruh nampan itu di mejanya.

"Tuan dan Nyonya belum pulang non." Lany tampak mengerutkan keningnya. Ia menatap bi Ina untuk memberi penjelasan.

Sebelum bi Ina membuka suara. Deru mobil berhenti, menandakan seseorang baru saja tiba.

Lany dengan terburu-buru keluar dari kamar dan menuju pintu. Ia mematung di tangga melihat ke tiga orang itu sedang tertawa sambil berjalan masuk ke rumah.
Entah mengapa dadanya serasa sesak. Ia melihat Laras bergelayut manja di samping ayahnya sedangkan ayahnya terlihat mengelus rambut pirang gadis itu sambil tangannya yang satu digandeng oleh si iblis wanita gila.

Air mata Lany hampir saja jatuh jika tidak disapa oleh Robi, ayahnya.
Lany turun dari tangga dan menatap ketiga orang itu dengan pandangan yang sulit di artikan, sedetik kemudian ia tersenyum.

"Ayah dari mana? kok enggak ngajak Lany?" tanya Lany berhadapan dengan Robi, Laras dan Rika.

"Ayah baru aja dari mall, kamu tahu enggak, ayah tadi habis main Timezone sama  Laras, ayah kalah dan Laras yang menang. Lihat dia dapat boneka banyak bangat," ucap Robi berapi-rapi.

Dada Lany bagai ditikam belati. Semenjak bundanya meninggal. Ayahnya tak pernah mengajaknya jalan-jalan. Bahkan membelikannya boneka saja tak pernah lagi.

Dont Leave Me (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang