L i m a

560 93 10
                                    

Saat itu, Fukada [Name] baru saja pulang sekolah. Ada kelas tambahan yang memberikan pembelajaran bagi mereka yang ingin menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh sebab itu ia pulang sampai matahari terbenam. Dia tinggal di komplek yang cukup jauh dari sekolah. Perlu melewati jalan tikus agar rutenya menjadi lebih pendek, tapi sedikit seram bila melewatinya seorang diri.

Biasanya, Baji Keisuke akan menemaninya dengan sukarela meski rumah keduanya itu berbeda arah. [Name] merasa segan awalnya, namun rasa nyaman yang ditawarkan membuatnya lupa diri sehingga hampir setiap hari lelaki tampan itu mengantarnya pulang. Toh, selama Keisuke tidak keberatan mana mungkin [Name] menolak.

Tapi akhir-akhir ini si gondrong kesayangannya itu tidak menampakan batang hidungnya sekalipun itu di sekolah, ataupun di tempat biasa mereka bersama; atap sekolah. Berulang kali perempuan Fukada itu menunggu kehadiran pacarnya itu di tempat biasa, namun sia-sia, yang ditunggu tak kunjung datang. Baji Keisuke seolah menghindar darinya.

Entah perihal apa lelaki itu berubah menjadi ambekan yang tidak jelas. Padahal sebelumnya itu hubungan keduanya baik-baik saja. Masih saling melakukan modus cringe yang cukup menghibur.

[Name] jadi bingung harus bagaimana. Mendekati Keisuke itu sulitnya minta ampun, si ganteng-ganteng unik. Harus bertahan dari sorotan mata tajamnya tiap kali bersirobok, suara beratnya yang gemar melontarkan kalimat pedas yang melebihi kadar kepedasan cabai Carolina reaper. Ia jadi merasa usahanya selama ini sia-sia kalau begini.

Apa karena [Name] terlalu fokus belajar makanya Keisuke berubah?

Kepalanya menggeleng keras, menepis simpulan konyol tersebut dari pikirannya. Mana mungkin! Sebelumnya mereka telah merundingkan hal ini dan Keisuke setuju-setuju saja selagi [Name] tidak sampai melupakan kewajiban mereka; kencan di waktu senggang.

Tapi ya itu, waktu senggangnya hampir tidak ada... besok deh, ia akan menemui Keisuke di kelas, minta maaf mungkin.

Matanya memandang lurus jalanan yang minim oleh pencahayaan. Hanya terdapat satu lampu jalan saja di tempat itu. Alisnya menukik ketika melihat sepasang sepatu familer tersusun rapi dibawah sorotan lampu, lengkap dengan ransel di sisiNya. Netranya membola seketika.

"Baji-kun?!" Pekiknya heboh. Detik berikutnya teriakan murka familier menyusul, itu bukan suara bongsor kesayangannya.

Dengan cepat [Name] menyalakan flash ponselnya. Menelusuri jalanan yang cukup luas itu hingga suara sorakan riuh banyak lelaki terdengar memekakkan telinga, tepat di arah lapangan bermain, sebelah kiri dari tempatnya berpijak. Terdapat pagar bonsai yang menjulang tinggi di sana. Sehingga menutupi keberadaan orang-orang juga cahaya yang terdapat. Tubuhnya mematung kala menyaksikan pemandangan yang di suguhkan.

"Izana?!" ungkapnya tidak percaya.

Itu sahabatnya sedari sekolah dasar dulu. Si pendek yang sangat menyukainya dengan terang-terangan, mengabaikan status pertemanan mereka untuk menuntut hubungan lebih. Yang lebih mengejutkan lagi, di bawah laki-laki berambut putih itu, terdapat Keisuke, yang mendaratkan pukulan membabi-buta pada sisi wajah si Izana, singkatnya, mereka saling menghantam wajah dengan posisi yang ambigu.

Perkumpulan orang-orang yang [Name] yakini sebagai rekannya Kurokawa itu sibuk mengabadikan momen serta mengadakan siaran langsung di sosial media. Beberapa diantaranya menyebutkan nominal uang yang harus di berikan terhadap siapapun yang benar menebak perkelahian itu; taruhan. Bahkan ada yang dengan santai memakan snack seolah sedang menonton film laga aksi dengan raut wajah yang tegang.

Sorot mata [Name] menggelap.

“Baji-kun?!”

Perempuan itu menyusup melalui celah yang cukup lebar. Seketika suasana yang ricuh berubah menjadi hening. Saling memandang satu sama lain.

𝐋𝐈𝐌𝐄𝐑𝐄𝐍𝐂𝐄  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang