Sederhana

13 5 0
                                    

Haii kamu yang baca cerita ini, terima
kasih untuk itu!


Mohon dikoreksi dan selalu support yang terbaik untuk aku yaa!

Jangan lupa vote dan komennya!

Enjoy and Happy Reading!

————————————————————

Wajahnya mulai tenggelam
Tawanya mungkin akan hilang
Suaranya mulai samar tak terdengar
Bohong jika kukatakan tak merindukannya

~~

Valerie memberhentikan sepedanya lalu singgah di tempat kopi sebentar, lelah setelah mengelilingi kota dengan sepeda merahnya, jadi, dia berniat untuk istirahat sejenak. First time, Valerie ke tempat ini tanpa sengaja, dan duduk, namun seperti ada sesuatu pada tempat yang ia duduki.

"Dompet milik siapa ini?" Valerie meletakkan dompet itu kembali di meja, mungkin aja pemiliknya akan datang dan mengambil dompet tersebut.

Sekitar lima belas menit Valerie duduk disana, datang seorang laki-laki yang mengenakan kaos hitam dipadukan dengan celana jeans hitam menghampirinya.

"Permisi.."

"Dompet?"

"Emm iya- lo Vale kan?"

"Loh Reyfan? Ini dompet lo?

"Iya tadi buru-buru, eh ternyata dompet gue ketinggalan, gue cari-cari ternyata disini."

Valerie berdiri dan mengambil dompet itu, langsung diberikan kepada Reyfan sambil sedikit tersenyum.

Matahari yang terasa terik sekali berubah menjadi sejuk yang menyapa Valerie. Reyfan terus berjalan, menyusuri lorong jembatan, sedangkan Valerie hanya bisa memandangi punggungnya dari belakang yang membuatnya ingin terus mengikutinya.

"Masih jauh, ya?"

Mungkin Valerie sudah mulai bosan. Hampir setengah jam mereka berjalan, walau sebenarnya jadi hanya terasa sebentar karena ocehan Reyfan yang tak henti-hentinya membuat Valerie jengkel.

"Cak Rey?!"
"Caaakkkk!!!!"

Segerombolan anak kecil berlari, menghampiri, memeluk Reyfan bersamaan. Pakaian yang tidak terlihat seperti pakaian itu semakin membuat mereka terlihat lusuh. Reyfan membalas pelukan mereka, seaman senang apabila kaos yang ia kenakan harus ikutan kotor.

"Cak Rey, hari ini kita mau belajar apa?" tanya salah seorang anak laki-laki dengan topi yang sudah ditambal berkali-kali.

"Kemarin kita belajar materi apa?"

"Perkalian!!" seru anak yang lain.

"Berarti hari ini kita belajar..."

"PEMBAGIAN!" seru mereka berbarengan.

"Eitss.. tunggu dulu. Hari ini Cak Rey bawa teman, lhoo.." Reyfan segera menyenggol pundak Valerie seakan memberi kode untuk menyuruhnya memperkenalkan diri.

"Ha? Oh, haii teman-teman.. aku Valerie, panggil Vale aja yaa, salam kenal." sapa Valerie dengan hangat.

"Kak Vale cantik seperti putri Aurora!" kata seorang anak perempuan yang rambutnya mengenakan pita.

Valerie segera membungkukkan tubuhnya, kemudian tersenyum. "Wah.. sepertinya si putri Aurora kalah cantik denganmu."

Ada tujuh anak, tiga diantaranya perempuan dan empat lagi adalah laki-laki. Valerie belum mengerti sepenuhnya, untuk apa Reyfan itu mengajaknya ke tempat ini, melihat kehidupan di lorong jembatan. Valerie tak sanggup membagongkan bagaimana anak-anak itu bisa tersenyum dalam dimensi yang tak pernah mereka inginkan.

Anak perempuan yang bilang Valerie seperti putri Aurora tadi meraih tangan Valerie dan menghentikan lamunannya. "Kak Vale, ayo," ajaknya perlahan.

Ia menuntun Valerie mengikuti jejak lainnya yang sudah jalan terlebih dulum Hati Valerie rasanya seperti teriris. Ia kira yang merasa asing di bumi ini cuma ia sendiri, ternyata tidak. Ia tidak sendirian. Ia sedikit lega tapi hatinya terus bergetar. Mungkin ia menangis, tapi ia masih cukup normal untuk tidak menangis di lorong jembatan dengan kondisi yang begitu kumuh dan tak terurus itu.

Langkah berhenti di sebuah lahan kecil, masih sepanjang lorong jembatan. Ada papan tulis, spidol, dan penggaris, juga beberapa hasil karya mereka yang meletakkan di tumpukan kertas.

Reyfan mengambil spidol hitam dan mulai mengajarkan materi pembagian, sesuai janjinya. Sementara itu, Valerie berdiri di belakang anak-anak yang fokus mendengarkan penjelasan Reyfan.

Kalau ia ingin aku melihatnya mengajar dengan maksud seperti ini, kenapa tidak bilang sejak awal?

Valerie meninggalkan mereka, berbalik arah kemudian berjalan pelan menyusuri lorong jembatan ini, mumpung tidak ada seorangpun disini. Ia berniat hanyut dalam lamunannya, supaya ketika ada kendaraan yang melewatinya, ia takkan menyadari, dan kereta itu akan langsung menghantam tubuhnya dan membawanya ke dimensi yang lain, dimensi yang mungkin lebih baik dari sekarang.

Sesekali ada orang yang lewat dengan membawa karung di punggungnya, juga ibu-ibu yang membakar sampah sehingga membuat polusi udara karena asapnya.

Orang-orang di sini tidak ramah, Bun. Mungkin keramaian mereka sudah habis sepanjang siapa lorong kereta ini.

————————————————————

Gimana dengan chapter kali ini?
Aku harap kalian suka!

Jangan lupa vote yaa-!

Follow ig ku @oliviasagitha_

Sampai jumpa di chapter-chapter selanjutnya

Tanpa dirimu aku selalu baik-baik saja

Ilusi dengan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang