——————
Pagi itu sekolah heboh, ramai membicarakan salah satu siswa yang bunuh diri dengan lompat dari atas gedung, tepatnya di sekolah sebelah yang tidak jauh dari sekolah Jay. Jay sendiri sudah muak mendengar obrolan yang tidak kunjung habis hari ini, kebanyakan para gadis di kelasnya yang menerka-nerka alasan kenapa terjadi bunuh diri, diketahui siswa tersebut merupakan kelas sepuluh, masih terlalu muda untuk merasakan stress karena ujian sekolah, tapi mungkin ujian hidupnya lebih berat.
“Cewek apa cowok, sih?” tanya Egil, sambil mencomot pisang goreng di depannya.
“Apa?” tanya Sheo, bingung.
“Itu, yang bunuh diri,” jawabnya, membuat Jay yang mendengar lagi memutar bola mata jengah.
“Itu bukan bunuh diri, bukan. Itu namanya mati dengan gaya,” sahut Jay, yang membuat Egil hampir tersedak karena tertawa sambil makan.
“Gak ada obrolan lain selain bunuh diri itu apa?” lanjutnya, lalu melirik Daxter yang duduk di sebelahnya, seperti biasa dengan gadget di tangan dan airpods di telinganya, Jay amati laki-laki di sebelahnya semakin hari, makin dingin.
Teringat ucapan Daxter yang terlalu kasar di obrolan chat waktu itu, Jay mendadak kesal. Dia tahu harusnya tidak merasa begitu, dibilang Solyn temannya, nyatanya mereka baru mengenal beberapa hari. Tapi Jay tetap merasa kesal, entah karena apa. Bukan berarti dia mengasihani Solyn karena dia tunarungu, tapi karena sesuatu yang lain yang membuatnya tidak terima gadis itu dikatai bodoh atau tuli. Sebelumnya, dia juga tidak terlalu peduli untuk hal yang seperti ini.
Mungkin yang mengganggunya adalah Daxter, maybe.
“Kenapa lo liatin gue kayak gitu?” tanya Daxter, membuat Jay sadar dia terlalu lama melihat Daxter.
Jay menggeleng tanpa menjawab. Jay kembali melihat ke depan, awalnya pada Egil yang lagi-lagi menyomot pisang goreng lalu menyeruput thai tea. Lantas pandangan Jay beralih ke belakang Egil, melihat Solyn berjalan bersama Yena mendekati stand minuman. Jay tersenyum kecil, sebagai respon.
“Gue duluan ya,” ujarnya, lantas berdiri.
“Mau ke mana lo? Balik ke kelas?” tanya Sheo.
“Ada Solyn, gue mau minta nomornya,” jawabnya, lalu melirik Daxter yang sama sekali tidak menoleh.
“Oalah, oke deh, fighting ya! Kalo dah jadian jangan lupa traktir gue ke mall.” Egil terkekeh sebelum mendapat jitakan di kepalanya dari Sheo, dan juga pelototan dari Daxter. Egil menelan ludah, lalu mengangkat dagu seolah bertanya, bukan pada Sheo—karena laki-laki itu lanjut bicara dengan Jay.
Tapi kemudian Daxter ikut berdiri. “Gue duluan,” katanya dingin.
Egil mengerutkan kening bingung dan menoleh pada Sheo. “what's wrong with Daxter?” tanyanya, meniru aksen Inggris yang biasa Daxter gunakan.
—————