12; sugar and smoke

11.7K 964 24
                                    

—————

Langkah Solyn yang berjalan dengan Yena terhenti saat Jayden berdiri di depan mereka, laki-laki itu tersenyum miring, masih memakai Jersey basketnya, rambutnya sedikit lepek karena keringat tapi tidak mengurangi kadar ketampanan yang mungkin bersifat mutlak. Dibanding Daxter yang memiliki fitur wajah tegas dengan rahang yang menonjol dan freckles di wajahnya, karena laki-laki itu blasteran Ayahnya. Sementara Jayden memiliki fitur wajah soft layaknya orang asia dengan kulit putih dan wajah bersih tanpa freckles.

Solyn menggeleng, menegur dirinya dalam hati karena membandingkan kedua laki-laki tersebut.

“hai,” sapanya, Solyn kikuk jadi hanya tersenyum tipis.

“Ngapain lo di sini?” tanya Yena, dengan wajah malas, melipat tangan di depan dada.

“woy, lo tahu gak?” tanya Jay pada Yena.

“Apa?”

“Ternyata KIKO enak tahu.”

“Waduh, bangsat. Bisa-bisanya gue denger lo serius itu,” keluh Yena, mendengkus kesal membuat Solyn terkekeh kecil dan Jay yang tersenyum jenaka, sebelum laki-laki itu memandanginya.

“Pulang bareng gue yuk, kan kita mau makan seblak ntar.” kata Jay.

“Oh, masih mau seblak?” tanya Solyn, teringat pesan laki-laki itu semalam.

“Iya lah,” jawabnya, lalu meliriki Yena, memberi isyarat agar gadis itu pergi. Yena yang menerima sinyal hanya memutar bola matanya, gadis itu lalu menepuk pundak Solyn yang lebih pendek darinya.

“Gue duluan ya, ayang beb gue juga jemput.”

Tanpa menunggu respon Solyn, gadis itu berlalu sementara Solyn mengerutkan keningnya bingung, Yena punya pacar?

“Ayok.” ajak laki-laki itu lagi.

Akhirnya Solyn mengangguk. “ya udah.”

Jay tersenyum miring, sebelum berjalan lebih dulu dan membiarkan Solyn mengikutinya di belakang. Mereka ke parkiran sekolah, sedikit menunggu lebih lama karena motor Jay diparkir paling depan jadi harus menunggu kendaraan lain pergi.

Solyn menghela nafas, menjilat bibirnya sendiri setelah ingat bahwa Jay itu temen Daxter kalau laki-laki itu mengantarkanya pulang artinya dia pasti melihat mobil Daxter di halaman rumah, Solyn menghembuskan nafasnya yang ditangkap Jay.

“Kenapa? Lo keberatan?” tanya laki-laki itu, sontak Solyn menggeleng dengan tegas.

“Bukan! Gue, cuma menghela nafas doang kok, tadi belajar lumayan capek,” jawab gadis itu, memberi alasan.

Kemudian Jay mengangguk, “iya, sekolah itu bikin capek, gak sekolah gue jadi bego, sekolah masih aja tetep bego.”

Solyn tertawa mendengarnya. “Lo lucu.”

“Emang,” sahutnya dengan percaya diri, lantas setelah mendapat ruang untuk mengambil motor, Jay meminta Solyn untuk tetap berdiri di sana, sementara dia mengambil motornya.

Laki-laki itu kemudian mengangkat helmet, Solyn kira akan memasangkannya ke dirinya sendiri, tapi ternyata laki-laki itu memasangkan ke kepala Solyn.

“Eung?” gumamnya kaget, Jay tersenyum meliriknya sekilas sementara dia mengatur posisi helmet dengan benar.

“Kenapa?”

“Lo gak pake?”

“Tenang aja, gue pro kalo motor jadi gak akan jatuh sih, gue lebih takut lo yang gak pake,” jawabnya, membuat Solyn memangguk sekaligus bingung. Laki-laki itu terlalu frontal ketika bicara, tapi juga seperti teka-teki untuknya.

“Takut kenapa?”

“Takut lo digondol jamet kudasi.”

Solyn memasang wajah bingung, dan Jay terkekeh melihatnya. Refleks gadis itu menahan nafas saat Jay mendekatkan wajahnya, mengikis jarak saat laki-laki itu memasang sabuk helmet ke lehernya.

“bercanda, tapi gak juga sih.” ucapnya, sambil mengangkat bahu.

“Oke, ayo naik.” perintahnya, menaiki motornya sendiri, tapi Solyn menunggu sampai laki-laki itu menoleh padanya. “Apa?”

“Anterin gue sampe depan gang aja ya ntar,” ujarnya, Jay mengerutkan keningnya. Mengusap keringat di sana sekilas.

“Kenapa? Lo malu dianterin sama gue?”

“Bukan, bukan gitu.” Solyn sedang memutar otak, agar Jay tidak curiga padanya. “Gak papa sih, gak enak aja sama tetangga.”

“Sama aja artinya lo malu dianter gue,” jay cemberut.

“Ih, gak gitu.”

Laki-laki itu tersenyum miring. “Iya-iya gue ngerti, ya udah naik. Ini namanya; ganteng doang anter cewek depan gang.”

Solyn tersenyum sebelum meraih pundak laki-laki itu, seraya menginjak stepfoot untuk naik. Jay ternyata selucu itu.

—————

sugar & smoke Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang