-----Daxter mengunci bibir Solyn, meski gadis itu berkali-kali berusaha melipat bibirnya namun Daxter ahli dalam hal tersebut, justru dengan mudah menyusup masuk hanya untuk menggigit bibir bawahnya. Solyn lantas melepaskan buku di tangannya, untuk mendorong Daxter, ketika telinganya mendengar langkah sepatu. Untungnya, Daxter kini dengan sendirinya menjauh.
Solyn terengah-engah, langsung menolehkan kepalanya ke arah Jayden pergi. Tapi laki-laki itu belum muncul sama sekali.
"Takut, hum?" bisik Daxter, membuat Solyn menatap laki-laki yang menyeringai lebar itu.
"Daxter..."
"Lebih takut mana, orangtua kita yang tahu, atau Jay? Atau keduanya? Itu akan menarik kalau mereka tahu," lanjut laki-laki itu. Solyn tidak tahu harus menjawab apa, karena sebenarnya Daxter juga seperti tidak ingin mendengarnya, laki-laki itu melirik ke arah perginya Daxter ketika mendengar lagi suara langkah sepatunya.
Daxter melihat Solyn sekilas, kemudian pergi begitu saja.
"Apa-apa, gak ada Sheo di luar, kok." Suara Jay mengomel terdengar, dengan cepat Solyn menunduk ke bawah mengambil buku di lantai.
"Eh, Daxter ke mana?" tanya Jay, menoleh ke kanan kiri, tapi Solyn dengan tidak berani menatap laki-laki tersebut, menggeleng pelan.
"Pergi, mungkin."
"Oh," Jay bergumam, dan mengangguk sekali.
Solyn lalu melihat jam tangannya, beberapa menit yang sangat dekat, belum istirahat akan berakhir.
"Jay, gue duluan ya. Bentar lagi masuk, thanks," kata Solyn.
"thanks for what, Solyn?" tanya Jay, Solyn mendadak diam, lalu menggeleng tidak bisa berpikir.
"-thanks, karena lo udah denger cerita gue. Ya..."
Jay mendengkuskan kekehan, menganggukkan kepala dan mengulurkan tangan dan mengacak rambut Solyn dengan lembut.
"Iya, gue merasa bangga jadi orang yang udah lo percaya buat denger cerita lo. Gue harap lo bisa lebih terbuka, lebih dari ini, Solyn."
-----
"cigarette?"
Daxter melihat benda yang di ulurkan untuknya tersebut sebelum mengambilnya, Jay tersenyum sebelum mengarahkan mancis ke rokok yang dia apit di kedua belah bibirnya.
Namun Daxter tidak berniat menggunakan benda tersebut, entah kapan terakhir kalinya dia menghisap nikotin yang candu itu. Ah, sejak dia menemukan sesuatu yang lebih candu yang dia hisap setiap hari. Daxter tersenyum tipis, sayangnya meski dalam keadaan sedikit remang dan hanya mengandalkan lampu kelap-kelip club, Jay bisa melihat senyum itu.
Jay ikut tersenyum, senyum sinis. Menyingkirkan nikotin dari mulutnya sebelum menyesap martini dalam sekali teguk.
"Anjing, bisa-bisanya dengan santai ngajak tidur. Mana bahasanya singkat padat dan brengsek banget, sex with me, and you got my brain." Egil menukas heboh, di sebelah Sheo yang hanya berdecak kesal dan menyodorkan kakinya ke laki-laki tersebut, karena dengan kurang ajar mengintip chatnya.
"Eh, anjing. Jangan ngadi-ngadi ya lo ngajak tidur adik gue, she's still seventeen, bastard."
"Lalu apa? Di luar sana, tujuh belas udah punya dua anak," balas Sheo.
"fuck you, jerk."
"you too, jerk."
"Pokoknya gue gak mau Joyara hamil duluan, gak terima. Kalo sampe kejadian, anak kalian gue buang ke rawa-rawa." Jay mengancam, yang mengundang tawa Egil-tapi segera terhenti, karena sebenarnya dia sedang meneguk martini, yang mana membuat tenggorokannya sakit-bangsat.
Sheo hanya mendengkuskan, seolah ancaman Jay hanya angin lalu baginya dan dia tidak takut sama sekali.
Jay memutar bola matanya, laki-laki itu lantas mengambil botol dan mennaruhnya ke atas meja di depan mereka.
"let's play truth or dare, guys!" serunya. Merupakan permainan yang sering mereka mainkan ketika ke tempat itu, ataupun di kelas.
Karena mereka menyetujui semua, mereka memainkannya. Awalnya hanya tawaan yang keluar, karena kekonyolan seperti melakukan tantangan atau menuturkan kejujuran.
Saat ujung botol berhenti tepat ke arah Daxter, laki-laki yang kini masih sadar meski telah banyak menenggak martini.
Jay mengambil alih saat Egil akan bersuara. "lemme!" Dan Daxter memilih truth.
Jay menatap Daxter dengan mata sayunya. Laki-laki itu mengeluarkan senyum sinis. "Dax, apa hubungan lo sama Solyn?"
Semua orang terdiam di sana, begitu juga Daxter yang memang selalu dingin, kali ini menolehkan kepalanya pada Jay, dengan tatapan datar lantas alisnya terangkat.
"Dare!"
"Lo udah pilih truth, dude."
"Nothing."
"Are you sure?"
"Untuk apa lo tahu?"
Jay terkekeh sinis, sebelum menunduk dan menjadikan botol berdiri di atas meja dengan tangannya. "because strangers don't kiss each other."
----