tiga belas

503 89 20
                                    

Acara reuni akbar yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Krucil-krucil pengurus OSIS tentu saja bahagia.

Tidak ada lagi pertengkaran tidak bermutu di ruang OSIS.

Tidak ada lagi babu membabu sampai pagi.

Tidak ada lagi rapat yang menambah beban pikiran.

Say hi to freedom!

Katanya sih begitu.

Maunya sih begitu.

Nyatanya?

Nyatanya mereka jadi lebih sibuk dari biasanya.

Sekarang sudah hampir pukul tujuh. Karena itulah semakin banyak pergerakan di lapangan dan di aula.

Rena sudah berkali-kali menggerutu karena namanya bolak-balik disebutkan lewat walkie talkie.

Tidak menyahut sebentar saja, satu kepala menyembul dari pintu.

"Ren, dicariin Satria tuh!"

"Itu anak nggak bisa gue tinggal apa ya?" geramnya kesal. Pada akhirnya tetap langkahkan kaki kecilnya menuju si Ketua OSIS tanpa protes.

Ia sempat berhenti di dekat panggung, tepuk keras punggung Yana yang sedang asyik bergelayutan di lengan Malka.

"EH ANJING!" si pemilik punggung berseru.

"Pacaran mulu. Kerja!"

"Iya bawel!" Yana mengaduh, "Biasa aja dong mukulnya."

Rena tertawa, buru-buru pasang kembali ekspresi normalnya waktu sosok Satria terlihat di depan mata.

Lengan kemeja digulung sampai ke siku, rambut acak-acakan.

Duh, Tuhan, nikmat mana yang Engkau dustakan?

Rena otomatis menggerutu.

Siapa sih yang dulu mengusulkan agar mereka pakai kemeja formal hari ini?

Satria menoleh, "Oh, Ren?"

"Iya? Kenapa, Sat?"

"Tolong pasangin dasi gue."

Walkie talkie masuk ke saku rok sementara ia mendekat. Permintaan tolong sederhana itu nyatanya buat jantung Rena heboh sendiri.

Wajah Satria kalau dilihat dari dekat begini, efeknya luar biasa.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Pipi lo."

"Pipi gue kenapa?"

"Merah."

"Gue tabok tadi," sahut Rena asal, mati-matian menahan senyum.

Padahal memang sudah jadi rahasia umum kalau wakil ketua OSIS kesayangan kita semua ini punya rasa pada Pak Ketos.

Sumbernya jangan ditanya.

Siapa lagi kalau bukan mulut ember milik Yana?

Bukan hanya karena itu, sih.

Interaksi keduanya selalu lucu untuk dilihat. Undang pekik gemas setiap kali mereka saling melotot karena berselisih pendapat.

Gosipnya, itu salah satu alasan mengapa anggota OSIS betah tinggal di ruang rapat sampai berjam-jam.

Mungkin sebentar lagi akan dibuka akun fanbase untuk meramaikan kapal 'Saturn'.

Saturn, Satria Rena.

Siswa zaman sekarang kreatif sekali ya.

"Oh iya, Ren. Kembaran lo mana?"

"Caca? Tadi gue liat lagi nemenin anak yang jaga pintu masuk. Kenapa?"

"Gapapa."

"Sat."

"Ya?"

Rena gigit bibirnya ragu-ragu, "Lo naksir kembaran gue?"

Satria tertegun. Kepalanya menunduk perlahan untuk tatap Rena yang masih fokus membetulkan posisi dasinya.

Telapaknya mendarat di puncak kepala si gadis mungil, usap pelan sambil terkekeh, "Sekeliatan itu ya?"

Ada yang patah tapi bukan ranting.





























"Lo ngapain sih?"

"Tebar pesona."

Sahutan cuek itu sukses buat Jovan yang bertugas menjaga pintu masuk menepuk jidat. Hebat sekali dirinya.

Hebat.

Betah berteman dengan seorang Marsha selama bertahun-tahun.

"Kayak ada yang mau aja sama lo."

Marsha mendengus, "Emang lo kira gue nggak tau?"

"Apaan?"

"Lo dulu sempet naksir gue kan waktu SMP?"

Jovan terdiam sebentar lalu mengedikkan bahu acuh, "Khilaf itu gue."

Plak!

"Congor lo," tangan Marsha melayang ke kepala Jovan dalam hitungan detik.

Rahasia kecil hanya untuk kita saja, Marsha dan Jovan sempat berpacaran diam-diam selama beberapa bulan waktu SMP dulu.

Alasan putusnya masih jadi bahan tertawaan di antara keduanya sampai sekarang.

Orang macam apa yang putus hanya karena masalah bubur diaduk?

Obrolan mereka terhenti waktu tamu mulai berdatangan. Ada wajah-wajah yang mereka kenali, ada juga yang tidak.

Jovan sontak berdiri di samping Nessa yang bertugas mencatat dan mendata tamu. Sesekali kirim lirikan galak pada kakak-kakak senior yang muncul dengan eskpresi genit.

"Maaf, Kak. Bukannya mau nggak sopan, tapi matanya bisa tolong biasa aja nggak? Pacar saya nggak nyaman."

Posesif.

Nessa?

Malu-malu tapi mau.

Gadis itu sibuk merona dan tertawa sendiri.

Sukses buat Marsha ingin melempar keduanya dengan botol air mineral. Bisa-bisanya mereka bermesraan begitu di depan jiwa jomblonya.

"Ca?"

"Hm?"

"Ca? Caca, kan?"

"Ya iya emang nama gue Caca. Kenapa, sih?"

"Kamu inget saya?"

Marsha buru-buru mengangkat kepala. Nyaris memekik kaget saat wajah yang familiar menyapanya ramah.

"Mas Yuda?"

Yuda tersenyum, "Caca panitia acara?"

Helai-helai rambut diselipkan ke belakang telinga. Kemeja juga dirapikan. Tak lupa dehaman heboh di akhir.

"Iya, Mas."

"Sibuk nggak?"

"Nggak terlalu sih..."

"Bagus, deh," Yuda mengulurkan tangan, "Temenin saya sebentar, yuk?"

"Kemana, Mas?"

"Ke pelaminan."

"H-hah?"

















Halooo! Ada yang kangen aku kah? Maafkan aku yang ngilang ini...ada beberapa hal yang harus diurus jadi ya gini...terlantarkan.

Semoga up kali ini cukup buat ngobatin kngennya kalian yaaa!

Aku usahain untuk sering up ke depannya^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita Kita!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang