Satu

66 5 6
                                    

Pagi itu, seorang laki-laki manis tampak sedang terburu-buru memakai sepatu di teras rumahnya. Dilihat dari seragam yang dipakainya dapat dipastikan bahwa ia adalah seorang siswa SMA.
.
.
.
Aku Calvin Valenanda. Biasanya dipanggil Calvin atau Nanda. Ini hari pertama aku masuk di sekolah baruku, dan sialnya aku hampir terlambat.

Aku buru-buru memakai sepatuku kemudian berlari ke sekolah. Untunglah jarak dari rumahku ke sekolah tidaklah terlalu jauh. Sekilas tadi aku mendengar suara teriakan ibuku yang mengingatkanku untuk membawa payung, namun karena sudah cukup jauh dari rumah aku memutuskan untuk terus berlari tanpa mengambil payung terlebih dahulu. Lagipula hari ini tampak cerah, tidak mungkin akan turun hujan kan?
.
.
.
Setelah sekitar lima belas menit berjalan dan sedikit-banyak-berlari, Calvin sampai di sekolah barunya. Ia buru-buru menuju ruang kepala untuk menanyakan dimana kelas barunya.

Setelah mengetahui kelas barunya, Calvin buru-buru masuk ke kelas karena iya sudah terlambat.
.
.
.
Tok....tok....tok....

Aku mengetuk pintu kelas XI IPA-3 yang akan menjadi kelasku mulai sekarang. "Permisi", ucapku.

"Masuk", terdengar sahutan dari guru yang sedang mengajar.

Aku pun langsung masuk ke dalam kelas. Bu Ratna-guru yang sedang mengajar saat ini sekaligus wali kelas XI IPA-3-memintaku untuk memperkenalkan diri.

"Calvin Valenanda, pindahan dari luar kota", ucapku singkat.

"Calvin, kamu bisa duduk di bangku kosong di sebelah Alicia, Alicia angkat tanganmu!", ucap Bu Ratna, guru mapel matematika sekaligus wali kelas XI IPA-3.

Gadis yang dipanggil Alicia tadi mengangkat tangannya. Aku pun menuju tempat duduk kosong di sampingnya sesuai perintah dari guru. Bu Ratna kembali melanjutkan pelajaran yang tadi sempat tertunda karena kedatanganku.

"Calvin", aku mengulurkan tanganku pada Alicia, gadis yang duduk di sebelahku.

"Alicia", jawabnya singkat tanpa membalas uluran tanganku.
.
.
.
Teng....teng....teng....

Bel istirahat berbunyi, Calvin pun membereskan buku-bukunya dan berniat untuk makan siang.

"Kantin?", Alicia yang duduk di sebelah Calvin bangkit dari kursinya.

Calvin terdiam sesaat memproses maksud perkataan Alicia, "Kau....mengajakku?", tanyanya kemudian.

"Tak apa kalau kau menolak", ucap Alicia tak sabar.

"Eh, iya aku mau", jawab Calvin cepat.

"Kalau begitu cepatlah", seru Alicia datar.

"Iya sebentar", sahut Calvin sambil meletakkan bukunya di laci meja.

Alicia berjalan keluar kelas dan Calvin mengikutinya dari belakang. Meski gadis di depannya ini terkesan dingin, tapi sebenarnya Alicia cukup baik. Buktinya ia mau mengajak Calvin yang notabenenya adalah seorang murid baru pergi ke kantin bersama.

"Alicia....terimakasih".

"Sama-sama".
.
.
.
Aku terus mengikuti gadis di depanku. Setelah sekitar lima menit berjalan kami berdua sampai di kantin.

Kami berdua duduk di kursi paling pojok. Alicia yang memilih tempatnya, mungkin ia kurang suka keramaian. Setelah pesanan kami datang, kami pun makan dengan tenang tanpa berbicara sedikitpun.

Setelah makan kami pun kembali ke kelas. Alicia cenderung pendiam, ia jarang mengucapkan kalimat panjang.
.
.
.
Teng....teng....teng....

Sesaat setelah keduanya sampai di kelas bel masuk berbunyi. Calvin dan Alicia kembali ke tempat duduknya dan menyiapkan buku untuk pelajaran berikutnya.

Saat pulang sekolah....

Calvin tampak menggerutu karena terjebak hujan akibat tidak membawa payung. Padahal tadi pagi cuacanya cerah, kenapa sekarang tiba-tiba turun hujan, pikirnya.
.
.
.
Sudah sekitar lima belas menit aku menunggu, namun hujan tak kunjung reda. Sekolah sudah mulai sepi, sepertinya aku terpaksa menerobos hujan.

Aku mendekap erat tasku dan berlari menerobos hujan, semoga saja buku-bukuku tidak basah karena hujan. Aku mengambil jalan pintas agar lebih cepat sampai di rumah. Meski baru pindah kesini seminggu yang lalu, aku sudah cukup hafal dengan daerah ini, jadi tidak perlu takut tersesat.

Saat melewati sebuah taman terbengkalai, mataku menangkap sosok seorang gadis tengah duduk di ayunan taman tersebut. Namun aku tak terlalu menghiraukannya karena hujan yang semakin lebat dan aku harus segera pulang ke rumah.
.
.
.
Malam harinya Calvin tampak kesulitan tidur. Pikirannya bertanya-tanya siapakah gadis yang dilihatnya di taman tadi. Tak mau ambil pusing, Calvin mengeyahkan pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepalanya dan bergegas untuk tidur.

To be continue....

Gadis HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang