Teguran Untuk Floria

16.8K 1.4K 12
                                    

Selepas kepergian Floria, pintu itu kembali tertutup dengan rapat. Duchess Anabella memutar tubuhnya. Matanya meneliti raut wajah Duke Alex.

Biarkan saja dia tidur di sini, aku sudah puas melihat Floria yang pergi dengan kemarahan di hatinya batinnya.

Duchess Anabella melangkah pergi, ia menyibak selimutnya. Lalu membaringkan tubuhnya. Matanya menatapa langit-langit tanpa berkedip. Entah apa yang ia harus lakukan selanjutnya. Sejujurnya, ia biza berbagi, asalkan jangan mengusiknya. Jika di ingat-ingat, bukan kesalahan Floria sepenuhnya, tetapi salah laki-laki di sampingnya.

Hatinya terasa terbakar, saat melihat Duke Alex memperlakukan Floria dengan lembut. Dan sekarang laki-laki di sampingnya, memintanya kembali. Padahal dia sendiri yang menginginkan kepergiannya.

"Duchess." Duke Alex meneoleh ke sampingnya. Wajahnya seolah mengatakan dia tengah memikirkan sesuatu.

"Emmmmm….." 

"Apa Duchess tengah memikirkan sesuatu?"

Duchess Anabella memutar tubuhnya kesamping, membelakangi Duke Alex. Keduanya tangannya mengatup sebagai bantalan pipinya.

"Ya, aku memikirkan sesuatu,"

"Apa aku boleh tau?" Tanya Duke Alex. Setidaknya, dengan Duchess bersikap terbuka kembali. Ia bisa memperbaiki hubungannya. "Setidaknya Duchess membagi pikiran Duchess."

"Tuan yakin ingin mengetahuinya."

"Aku sangat yakin,"

"Tentang surat dimana Tuan menginginkan perceraian itu."

Seketika tubuh Duke Alex langsung pias. Dahinya mulai berkeringat dingin, detak jantungnya begitu cepat. Tidak ada yang bisa ia jawab selain kata maaf yang ia bisa ucapkan.

"Jujur saja, aku sudah menerima kedatangan mu. Bahkan aku juga tidak menolak kamu ingin menikah lagi. Aku paham, dia masa lalumu yang sulit kamu lupakan. Aku telah bodoh memberikan perasaan ku pada mu, Duke. Dari dulu aku sudah tahu, kamu mencari kekasihmu tanpa sepengetahuan ku, tapi aku menutup mata dan telinga. Aku berharap suatu saat nanti kamu akan menoleh ku, sampai saat ini, rasanya aku tidak ingin bertahan. Kali ini pun aku juga sudah menyerah, saat aku menyerah akan cinta mu dan aku memilih membuka lembaran baru. Saat itu pula aku menutup rapat perasaan ku."

"Duchess,"

Duke Alex melingkarkan tanganya di perut Duchess Anabella. Kepalanya menempel erat di punggungnya. Sebuah penyesalan yang tak bisa dia ungkapkan. Ia bodoh, rasa di hatinya sudah di gantikan. Namun karena mengingat masa lalu, ia tidak bisa membedakannya.

Duchess Anabella merasakan cairan hangat di punggungnya dan tubuh gemetar di belakangnya. Seperti seseorang yang tengah menangis.

"Apa Tuan menangis? Untuk apa?" Sejujurnya ia ingin menangis mengatakan semuanya. Namun ia tahan, ia tidak boleh terlihat lemah.

"Duchess….." Isakan itu semakin keras. Sedangkan Duchess Anabella tak berniat sedikitpun memutar tubuhnya dan menenangkannya. Hatinya juga butuh ketenangan. 

Ia pun berusaha menutup hati dan matanya menuju alam mimpinya.

Setelah selesai menangis, Duke Alex menyusul alam mimpi sang istrinya. Matanya panas dan lelah karena menangis, sebuah penyesalan yang akan ia ingat sepanjang hidupnya.

"Duchess…" Gumamnya di sela-sela kelopak mata itu tertutup.

Malam telah berganti pagi, nyanyaian burung yang bertengger di pohon pun menyeruak memasuki telinganya. Bibirnya tersenyum, saat aroma yang ia kenal memasuki hidungnya. Aroma rose yang sangat menenangkan. Perlahan Duke Alex membuka kelopak matanya, samar-samar ia melihat wajah di depannya. Ia menutup kembali matanya berulang kali sampai penglihatannya kabur. "Duchess." 

Tangannya terangkat menyentuh pipi mulusnya yang putih dengan bersemu merah. "Aku salah, maafkan aku." Lirihnya seraya membuang nafas masarnya. Tangannya terus mengelus pipinya. Di tatap wajah istrinya dengan penuh cinta. Hal terindah dan anugerah terindah dalam hidupnya di berikan istri seperti Duchess Anabella. Wanita penyabar, lemah lembut, baik hati. Sifatnya yang ia sukai, namun sekarang wanita di depannya mulai berubah.

Kepalanya  terangkat sedikit demi sedikit. Hingga wajah itu semakin dekat, nafasnya pun saling menyapa sampai bibir itu menempel sempurna di bibir Duchess Anabella. Sentuhan yang sangat dalam, bahkan ia tidak ingin mengakhirinya. Berharap waktu berhenti saat itu juga.

Ketukan pintu itu menghentikan kehangatan di bibirnya. Dengan perlahan, Duke Alex turun dari ranjangnya. Ia membuka pintu itu dan mendapati seorang wanita yang tersenyum manis.

"Tuan, saya sudah menyiapkan sarapan Tuan dan aku ingin … " 

"Flo, kamu tahu kan, aku menghabiskan waktu ku dengan Duchess. Kamu harus paham Flo, aku tidak ingin mengecewakan Duchess dan juga kamu. Jadi kamu harus tahu aturan." Tegur Duke Alex.

"Emmm, Tuan …"

Lenguhan Duchess Anabella membuat Duke Alex menghampirinya.

"Iya sayang, tidurlah." Duke Alex mengelus kepala Duchess Anabella. Lalu mengecup keningnya dan membenarkan selimutnya. Hingga menutupi tubuhnya sampai ke dadanya. Setelah di rasa tenang, ia kembali melihat Floria yang berada di hadapannya.

"Lain kali, jika kamu sudah menyandang status istri kedua ku. Kamu harus tahu aturannya."

"Tapi Tuan aku … " Floria tida terima, Duke Alex sangat perhatian pada Duchess Anabella. Lambat laun, dirinya bisa di singkirkan oleh wanita di depannya.

"Dengar Flo, kalau kamu tidak bisa mematuhi aturan. Aku tidak yakin bisa melangsungkan pernikahan kita." Ancam Duke Alex.

"Maaf, Tuan. Lain kali tidak akan terjadi lagi." Ucapnya dengan menahan amarah bercampur cemburu. Floria pun pergi setelah memberikam hormat. 

Zoya yang baru datang menahan tawanya. Ternyata, majikannya bermain seapik mungkin. Ia yakin, majikannya mendengarkan semuanya.

"Dan kamu Zoya, apa pekerjaan mu, hah? Apa kamu tidak bisa mengatakannya? Apa mulutnya sudah bisu? Lain kali aku tidak ingin terjadi lagi."

"Baik Tuan."

Yah, kenak semburannya batin Zoya.

Hurt! Mr Duke (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang