15. Butuh Hiburan.

87.9K 3.7K 92
                                    

       Satya menuntun Sarah menuju danau yang cukup ramai di kunjungi pemuda-pemudi yang entah itu hanya nongkrong dengan sahabat atau bahkan dengan pacarnya.

"Duduk di sana." pinta Sarah.

Satya melirik telunjuk Sarah lalu memindai tempat yang di maksud itu, sontak Satya menggeleng, banyak sekali laki-laki di samping dan di depan mereka kalau duduk di sana.

"Cari tempat lain."

Sarah memberengut sedih. "Padahal deket sama air mancur, deket ke danaunya juga. Plis, ayo!" nada suara Sarah terdengar agak manja di telinga Satya.

Satya menelan ludah, berpaling sesaat dengan salah tingkah. Dia tidak sanggup di tembak terus menerus oleh ke uwuan Sarah hari ini.

Tidak, jangan. Pokoknya dia harus mencoba menahan untuk tidak menyentuh Sarah agar mereka semakin dekat dan saling terikat.

Perlu di ingatkan lagi, kalau ke pepet ya beda lagi. Dari pada meledak di rahim yang lain, mending di rahim Sarah. Pikir Satya simple.

"Hm.." balas Satya dengan pura-pura acuh, padahal bibirnya kembali berkedut menahan senyum. Pesona Sarah membuatnya lupa diri, Satya padahal belum pernah seperti ini.

Rasanya geli, rasanya berdebar. Sarahnya yang manis, membuatnya oleng.

"Udaranya sejuk banget, enak." ceplos Sarah setelah keduanya duduk di kursi taman.

Satya mengangguk. "Namanya juga deket air." balasnya acuh tak acuh.

Sarah mengangguk setuju. "Mau ini?" tawar Sarah saat mengeluarkan beberapa biji coklat mini.

Satya meraih coklat itu satu, membukanya dengan sesekali melirik Sarah yang sama sibuknya seperti dirinya.

Kalau saja hubungan mereka tidak di perjelas, mungkin saat ini Satya akan menyeret Sarah ke mobil, berciuman dengan mulut di penuhi coklat.

OH F**K! Erang Satya dalam hati, kepalanya menggeleng samar, mencoba mengenyahkan fantasi gilanya itu.

Gairah sialan! Satya menekuk wajahnya, memakan coklat itu dengan pandangan lurus ke arah danau. Siapa tahu dengan itu, dia bisa lebih relaks dan otaknya lebih bersih.

"Apa mereka ga malu?" Sarah membalikan tubuhnya ke arah Satya, wajahnya terlihat memerah.

Satya menoleh ke arah Sarah sekilas. "Kenapa?" tanyanya heran.

Sarah mengkode dengan lirikan mata, membuat Satya mengedarkan pandangan dan terpaku di arah yang di tunjukan Sarah.

Satya tersenyum miring dengan kerennya, menatap lagi Sarah dengan tatapan berkilat mesum khasnya.

"Mau coba?" tawar Satya yang sontak membuat Sarah melotot sesaat.

"Cuma orang gila yang ciuman di tempat umum kayak gini." ujar Sarah pelan dan terdengar sebal.

Satya terkekeh dengan begitu tampannya. "Gila karena cinta ga masalah, ayolah!" godanya yang berhasil mengundang Sarah untuk memukul bahunya.

Kebersamaan yang manis.

***

Satya menoleh. "Apa?" sahutnya saat Riko memanggilnya.

"Lo ga ngobatkan? Ganja si Ado ga lo pakekan?" tanyanya bertubi-tubi.

"Pergaulan gue emang bebas, tapi buat ngobat gue masih pikir dua kali. Lo tahu sendiri, gue tiap bulan di cek kesehatan sama nyokap." balas Satya acuh.

Riko mangut-mangut. "Syukur deh, gue cuma mau kasih kabar. Si Ado ketangkep polisi!" terangnya.

"APA?!" kaget Satya.

"Nyokap, bokapnya suruh tutup rapat masalah ini. Biasalah, karena punya duit." jelas Riko dengan sesekali menyesap rokoknya.

"Kok bisa? Lagi transaksi?"

Riko mengangguk. "Karena punya dia masih di lo, jadi dia beli lagi saking malesnya bawa ke tempat lo. Lo pasti di panggil polisi nanti." di matikan rokok itu. "Makanya gue takutnya lo juga pake." lanjutnya.

"Gue ga pake."

Riko mangut-mangut. "Akram, dia ikut andil sama kejadian ini." ujarnya dengan tenang namun tatapan berkilat emosi.

"Maksud lo?"

"Dia yang laporin Ado, katanya ingin menolong teman yang tersesat!" setelahnya berdecih, padahal mereka tahu kalau Akram iri pada Ado karena perempuan lugu yang di taksirnya lebih memilih ML dengan Ado ketimbang dengan Akram.

Lagi-lagi karena perempuan.

Sialan memang racun dunia itu batin Riko misuh-misuh.

***

"Kenapa?" tanya Sarah yang sibuk menata makanan yang di masak oleh Raya.

Satya hanya mengecup pipi Sarah lalu duduk di kursinya dengan wajah masih di tekuk tidak bersahabat.

Sarah menelan ludah, merasa gugup dan rasanya dia tidak punya salah. Padahal sudah seminggu mereka berhubungan normal tanpa bersetubuh di ranjang.

"Malem ini, hibur gue ya,"

Sarah menelan ludah, dia pikir Satya sudah tidak berpikir soal begituan.

"Gue butuh hiburan." Satya mulai memilih lauk pauk, mengabaikan Sarah yang mematung dan gugup itu.

"Sarah, kalau bisa bantuin lagi bunda," panggil Raya yang langsung di iyakan Sarah.

Sarah melihat Raya yang kesulitan.

"Kalau pembantu cuti ya gini, bunda kerepontan. Mau makan keluar bunda lagi ga enak badan," keluhnya dengan sibuk memotong sayuran.

"Ada Sarah, bun. Biar Sarah bantuin."

Raya mengangguk senang. "Jadi mantu bunda mau ga? Udah cocok sama Satya." kekehnya.

Sarah merona, di tanya seperti itu rasanya mendebarkan. Ada rasa geli yang menggelitik, namun rasanya Sarah suka.

Tunggu! Sebenarnya Satya kenapa ya?

Gairah Anak Muda (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang