Satya masih betah mengunyel pipi Sarah, memainkan rambut dan sesekali mengecup apapun yang bisa di kecup.
Sarah mengernyit, mencoba menghalangi Satya yang tidak bisa diam itu semenjak kejadian kemarin terjadi.
"Basah wajahnya, udah." pinta Sarah agak jengkel namun tertahan.
Satya bukan berhenti, dia malah mengecup bibir Sarah beberapa kali hingga Sarah menghindar.
"Plis, udah!" suara Sarah terdengar agak merengek saking frustasi namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Satya dengan santainya menghentikan aksinya itu, diraih ponsel Sarah yang dibiarkan di atas meja.
"Coba gue cek, lo leor ke cowok lain ga. Awas aja kalau chattan sama cowok selain gue!"
Sarah mendengus pelan. "Setiap hari di awasin, dibawa ke sana-sini sama kamu. Gimana bisa buat selingkuh!" balasnya dengan bibir mengerucut.
Satya menatap Sarah tajam. "Jadi kalau ada kesempatan lo bakalan selingkuh gitu?" tanyanya agak naik darah.
Sarah kembali mendengus. "Bukan gitu!" dengan lelah Sarah menjawab lalu memilih bungkam.
"Secara gue paksa lo buat pacaran, pasti niat selingkuh adakan?" tuduh Satya seraya menarik lembut leher Sarah lalu di kecup gemas pipinya sekilas.
"Jadi aku di mata kamu gitu? Gampangan?" tanya Sarah sendu. "He'em, aku emang gampangan. Gampang kamu tidurin, gampang juga ditinggalin. Ah, apa kamu nuduh kayak gini buat jadiin alesan kita putus? Kamu bosen?" tembak balik Sarah yang membuat Satya bungkam sejenak.
"Kita bahas apa sih, sayang? Pas-pas, lewat." Satya mencoba kabur namun Sarah tidak bisa berhenti.
Perempuan sedang PMS jelas sangat sensitif.
"Aku tahu, kamu cepet bosen. Aku ga papa, tinggalin aja." kata Sarah yang diabaikan Satya.
Satya mengotak-ngatik ponsel Sarah yang tidak banyak ini itu, bahkan aplikasi untuk selfie pun tidak ada. Ponsel Sarah terlihat baru bahkan.
"Ini ponsel kamukan?" Satya menatap Sarah yang entah sejak kapan sudah berderai air mata. "Loh? Serius nangis?" diusapnya air mata itu dengan panik namun Sarah tepis.
Satya mencoba membiarkan Sarah menyelesaikan tangisannya, setelah reda barulah Satya menarik Sarah dan memeluknya walau sedikit ada penolakan.
"Gue ga kayak yang lo pikirin, ga usah cengeng, lo jelek."
***
"Gue ke belakang." dikecupnya rambut Sarah lalu meninggalkan kelas bersama Riko. Dosen baru saja keluar.
Tak lama Selina datang dengan ramahnya yang khas. "Hei, ngapain?" tanyanya seraya duduk di kursi tempat Satya.
"Baru beres salin catetan, aku lupa ga bawa kaca mata jadi liat ke Satya."
Selina tertawa pelan nan geli. "Selama ini Satya ga pernah catet, bahkan kerjain tugas aja jarang. Serius Satya catet?" tanyanya tidak percaya.
Sarah mengangguk. "Aku bilang ke dia kalau aku ga bisa liat tulisan di depan karena kaca mata ketinggalan, akhirnya dia yang tulis." tunjuknya pada buku Satya.
Luar biasa, Selina semakin penasaran dengan gosip yang beredar. "Jadi, kamu beneran pacaran ya?" tanyanya.
Sarah terlihat gugup, bingung dan takut. Takut Selina membencinya jika tahu kalau semua memang benar.
"Iya juga ga papa kok, aku udah ga suka Satya, beneran deh."
Sarah tersenyum tipis. "Iya, belum lama kok," jelasnya.
"Wah terus, gimana? Enak ga pacaran sama dia? Awal jadian gimana?" Selina terlihat riang dan penasaran.
***
"Kenapa lo ga mau tanggung jawab? Bukannya lo ngaku sendiri soal anak dalam kandungannya?" Satya melirik Riko yang tengah menghembuskan asap rokok itu.
Riko diam sesaat. "Masalahnya rumit, lo ga akan paham karena yang lo tahu cuma selangkangan, ranjang, udah." balasnya di akhiri senyum miring, seolah mengkode Satya, benerkan?
Satya mendengus, sialnya memang benar. Selama merokok dia terus terbayang gairahnya yang menghabisi Sarah hingga tepar.
"Intinya, gue mau tahu alesan lo ga mau tanggung jawab padahal lo ngaku sama gue waktu itu."
Riko menatap lurus apapun di depannya setelah mematikan rokok. "Gue ga mau lo terseret, itu aja." jawabnya malas-malasan.
Satya memicingkan matanya curiga, dia mencium bau yang tidak beres pada sahabatnya itu.
"Jadi, sebenernya anak itu bisa jadi anak gue apa gimana?"
Riko menatap Satya, menepuk bahunya sekilas dengan senyuman tipis. "Dia bukan anak lo, dia anak gue. Pokoknya kisah gue sama Adila rumit, pokoknya lo ga akan terlibat sama masalah yang ga di bikin sama lo." yakinnya.
Satya menatap lurus wajah Riko yang sulit dia baca itu. Dia malah semakin penasaran dan ingin tahu.
"Gue yang salah di sini, biar gue beresin walau gue harus jadi cowok brengsek yang belum mau tanggung jawab, ga tahu kalau suatu saat nanti. Bisa aja gue tanggung jawab." sambung Riko.
Keduanya harus menghentikan perbincangan karena mulai banyak anak dari jurusan lain yang juga akan merokok.
***
"Sayang, gue mau balapan besok, boleh? Endingnya mungkin akan ada sedikit adu jotos," Satya merangkul Sarah selama keduanya melangkah untuk menuju parkiran.
Sarah yang awalnya sibuk mengamati sekitar kini mendongkak. "Adu jotos? Apa bagusnya coba," balasnya.
"Gue laki kali."
"Tapi laki ga harus berkelahi kali." balas Sarah spontan.
Satya tertawa pelan, semakin hari rasanya Satya semakin lepas saja tawanya. Semua karena Sarah dan semenjak ada Sarah.
"Gairah anak muda kali."
Sarah menghela nafas pendek. "Gairah kamu ternyata di ring juga ada ya." bisik Sarah karena takut anak-anak yang di lewatinya mendengar.
Satya kembali tertawa walau pelan. "Lo pikir gairah gue di ranjang doang sama lo?" godanya yang berhasil membuat wajah Sarah memerah.
Satya sontak memeluk dan mengusap kepala Sarah dengan gemas. Rasanya dia tidak menyesal membuat Sarah menjadi kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Anak Muda (TAMAT)
RomanceSatya, anak muda yang memiliki gairah yang berapi-api. Khususnya gairah dalam tanda kutip. Dia melakukan s*ks bebas, balapan, mabuk-mabukan dan hal lainnya. Hingga suatu hari, Sarah datang sebagai anggota baru di keluarganya. Anak baik-baik yang ing...