Satya berjalan santai menuju kantin kampus, di sampingnya ada Sarah dan Riko.
Riko tampak asyik dengan ponselnya, sedangkan Satya sesekali berbincang dengan Sarah yang ada di samping kirinya.
"Mie lagi?" di tatapnya Sarah dari atas ke bawah. "Tapi sebelah mana gendutnya?" lanjutnya dengan berhenti di depan sesuatu yang menonjol.
Sarah melotot, menampar pelan pipi Satya agar menjaga pandangan. "Ngapain sih?" jengkelnya.
Satya terkekeh pelan seraya merangkul Sarah gemas. "Canda." di cubitnya pipi Sarah sekilas.
Sarah mendengus namun detik berikutnya merasa lega, Satya sudah tidak semurung kemarin. Perubahan pada laki-laki memang lebih cepat di banding perempuan. Kalau Sarah yang berada di posisi Satya, mungkin Sarah masih murung.
"Berapa sendok pedesnya?" Satya membiarkan Sarah duduk lebih dulu.
"Satu aja." Sarah melempar senyuman, membuat Satya mengulurkan tangan dan mengusap pipinya.
"Siap, di tunggu ya." Satya mengedipkan sebelah matanya genit nan jenaka.
Riko meringis tanpa suara melihatnya, sungguh menjijikan, dia mencoba sabar karena di jadikan nyamuk.
Sarah yang risih namun berdebar itu sontak mencari kesibukan lain, seperti bermain ponsel.
"Dia ga sealay itu sebelumnya, Sar." kata Riko di sebrangnya.
"Iyah, ga nyangka jadi gitu." balas Sarah. "Ga pesen, Ko?" lanjutnya.
"Lagi begah perutnya, minum aja muntah." keluhnya.
Sarah perhatikan, Riko memang pucat.
"Mungkin efek Adila yang hamil, kata dokter imbasnya bisa kena gue. Makanya gue percaya kalau dia bayi gue." sambung Riko.
Sarah mangut-mangut pelan. "Jadi, kalian kapan nikah?" tanyanya ragu dan tidak enak, bahkan Sarah menyesal bersuara.
"Ga tahu."
***
Satya melirik Riko yang terlihat lemah itu, dia masih saja asyik dengan game.
"Kenapa dia?" tanya Satya pada Sarah.
"Ga enak perutnya, efek hamil Adila katanya." jawab Sarah sebelum menyuapkan satu sendok mie ke dalam mulutnya.
"Oh, yang muntah-muntah itu?"
Sarah hanya mengangguk dengan mulut penuh dan sibuk mengunyah.
"Makanya nikahin, biar ga di siksa sama Tuhan!" ceplos Satya seraya melempar kerupuk ke arah Riko.
Riko hanya mendengus dengan fokus masih pada ponsel.
"Gue sih berani tanggung jawab kalau itu bener anak gue, gue laki!" seru Satya dengan bangganya.
"Terus aku gimana?" Sarah sontak merutuki pertanyaannya.
Satya sontak menoleh, menatap Sarah lekat beberapa saat. "Cie, sekarang lo gelisah gue tinggal ya?" dicoleknya pipi yang merona itu.
Sarah gelagapan, dia memilih meneruskan makannya tanpa berkontak mata dengan Satya. Malu.
"Kan, gue jadi jatuh cinta lagi." tatapannya menyorot Sarah dengan intens.
Bertemu dengan Sarah sungguh anugrah.
Satya jadi tahu caranya mencintai satu perempuan. Ternyata, satu perempuan saja sudah cukup.
***
"Lo pacar Satyakan? Si anjing gila yang hampir bikin satu nyawa orang melayang, gue ga tahu soal dia yang masih hidup atau engga, uang emang segalanya." ceplos perempuan menor nan centil itu.
Sarah terdiam beberapa saat. "Maksudnya?" tanyanya tidak paham.
"Lo ga tahu ternyata, oh mungkin baru ya pacarannya." perempuan itu meraih tissue untuk mengeringkan tangannya lalu di tepuknya bahu Sarah. "Nanti juga tahu, hati-hati aja. Bisa aja lo di buang juga, Satya bukan orang baik, lo pasti tahu soal itu." lanjutnya di akhiri senyum tipis.
Sarah menatap kepergian perempuan itu, dia tidak kenal siapa. Tapi Sarah tidak terpengaruh, baik buruknya Satya biar dia cari tahu sendiri.
Tapi soal nyawa, Sarah terganggu soal itu. Dia penasaran maksud perempuan tadi itu apa.
Sarah keluar toilet, melangkah pelan sebelum izin masuk ke dosen dan kembali ke kursi.
"Kenapa? Ada yang ganggu lo?" tanya Satya yang mendapat gelengan dari Sarah.
Mereka pun mendengarkan penjelasan dosen dengan fokus, ah ralat, tidak dengan Satya karena dia sibuk menatap perubahan Sarah.
Pulang ngampus, Sarah menatap sekitar, mencoba mencari perempuan tadi dengan mengabaikan Satya dan Riko yang tengah berbincang itu.
"Satya-Satya-" Sarah menepuk lengan Satya agar mengikuti pandangannya. "Perempuan itu, dia siapa? Kenal sama kamu?" tanyanya.
Satya menatap arah yang di tunjuk Sarah. "Ga kenal, paling dia salah satu yang suka sama gue." balasnya asal ceplos.
"Satya!"
Satya, Sarah dan Riko menoleh saat ketiganya baru sampai di parkiran itu.
Adila berdiri dengan perut yang di halangi jaket. "Aku mau ngomong sama kamu." katanya mengabaikan Riko yang mengepalkan tangan di samping Satya.
"Satya sibuk!" Riko menjawab dengan agak jengkel.
"Satya, aku mohon. Nikahin aku." Adila mendekat dengan berderai air mata, untung di sekitar parkiran agak sepi.
"Gue ga perlu ngomong, bayi lo punya Riko bukan gue, makanya lain kali jangan jadi pelacur yang tidur sana-sini, jadi cewek lo terlalu murah, Dil."
Perkataan sinis Satya sontak melukai Adila, bahkan Sarah pun langsung menegur Satya yang terlalu merendahkan perempuan.
"Udah, Sat." Riko menepuk bahu Satya dengan rahang mengeras, ditatapnya Adila dengan tajam dan dingin.
"Lo! Ikut gue pulang!" diseretnya tangan rapuh itu, Riko mengabaikan tangisan Adila.
Sarah menatap Satya. "Ga boleh gitu, orang bisa berubah jahat hanya karena ucapan. Kalau Adila apa-apain kita gimana? Kalau dia nekad sakitin kamu gimana?"
"Hm, iya deh, maaf bawel." acuh Satya seraya mulai membuka pintu mobil. "Lebih baik masuk, gue mau bikin lo hamil." lanjutnya santai yang berbeda dengan Sarah, melotot dan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Anak Muda (TAMAT)
RomanceSatya, anak muda yang memiliki gairah yang berapi-api. Khususnya gairah dalam tanda kutip. Dia melakukan s*ks bebas, balapan, mabuk-mabukan dan hal lainnya. Hingga suatu hari, Sarah datang sebagai anggota baru di keluarganya. Anak baik-baik yang ing...