Bagian 14.

2.3K 305 40
                                    


Jenandar Arioshi Raws.

Laki-laki 28 tahun itu berjalan sendirian di sebuah bandara tanpa pengawalan atau apapun yang biasanya selalu ada di belakangnya,keadaannya saat ini bisa saja membuat musuh langsung menyerangnya dengan mudah.

Mata tajam di balik kacamata hitamnya menyorot ke pria lain yang saat ini menunggunya di depan mini fan berwarna hitam elegan.

"Selamat datang kembali tuan yoshi" Sambut si pria bertubuh bongsor sambil sedikit membungkuk.

Yoshi tidak menanggapinya melainkan langsung menaiki fan mini tersebut dengan wajah datarnya.

...

Pukul sepuluh pagi Yedam baru saja membuka matanya,ini hari minggu yang ia tunggu-tunggu untuk tidur sepuasanya.

Mata bulat miliknya mengedarkan pandangan sekeliling kamar.

Tunggu.

Ini bukan kamarnya.

Kamarnya bercat warna biru muda dengan beberapa hiasan awan,kenapa sekarang berubah menjadi hitam suram seperti wajahnya ajun.

Kaki mungilnya turun dari ranjang besar yang sudah sangat berantakan itu,lalu membuka pintu kamar dan berjalan menyusuri rumah besar yang entah milik siapa.

Seingatnya semalam ia sedang meminum milkshake stroberinya di cafe tempatnya bekerja.

"Saya akan mengurusnya,Terima kasih"

Ucapan seseorang di bawah sana yang membuat senyumnya mengembang sampai pipi gembulnya menutupi mata sipit miliknya.

"Mas doyoung" Teriaknya sambil berlari menuruni tangga dengan binar senang.

Doyoung menoleh dengan cepat mendekati si mungil yang membuatnya merasa ngeri melihat yedam berlari menuruni tangga seperti itu,takut jika si mungil akan melukai dirinya sendiri.

"Jangan lari nanti jatuh"

"Damie ndak akan jat--"

Bruk!

Ucapan Yedam terpotong karna ia sudah lebih dulu terjatuh tepat di pijakan anak tangga terakhir.

"Damie!" Doyoung langsung mendekat dan memeriksa keadaan di mungil.

Wajah yedam memerah matanya sudah berkaca-kaca dengan bibir melengkung kebawah,sebentar lagi siap untuk menangis.

Doyoung segera menggendong si mungil dan mendudukannya di salah satu sofa.

"Hiks,lutut damie sakit" Yedam dengan air mata berlinangnya.

"Saya udah bilang jangan lari damie!" Omel Doyoung sambil mengusap lutut Yedam yang memar kebiruan.

"Damie ndak sabar mau peluk mas Doyoung,hiks" Kepalanya mendongak menatap Doyoung dengan tatapan polosnya.

"Saya bisa samperin kamu tapi engga dengan lari seperti tadi"

Yedam menunduk dengan tangisnya lalu menunjuk tangga terakhir yang membuatnya terjatuh tadi.

MUNGIL : DODAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang