BAB 3

37 7 0
                                    

□□□□□□

Punya tubuh yang mudah tidak berdaya memang sangat susah. Pada akhirnya Hinata pingsan setelah pria itu memeluk pinggangnya erat dengan menunjukkan senyum yang seakan siap meremukkan tubuhnya. Sebuah mata kelam yang menakutkan seperti dasar laut yang begitu dalam hingga menimbulkan sebuah misteri tak terpecahkan.

Pagi yang dingin, dengan gorden yang tersibak, sementara pintu balkon yang terbuka lebar, dan Hinata dapat melihat bahu lebar yang dibalut oleh kemeja gelap—bahu pria itu yang sangat kokoh, seolah-olah telah melalui banyak masalah dan melintasi sebuah kegelapan. Hinata merasa ketakutan sekarang, tidak seperti pagi yang selalu kosong dan ingin sebuah kebebasan. Gadis itu merasa sesuatu sedang mencekik lehernya, barangkali atmosfer yang berbeda membuat Hinata kembali terjatuh di atas kasurnya sambil kembali menenggelamkan diri di dalam selimut.

"Selimut?" Hinata membuka matanya kembali, ia terbangun dengan terkejut. "Tadi malam—" dia melihat di dalam selimut, dan cukup lega karena tidak terjadi sesuatu yang aneh. "Tidak apa-apa—tidak ada yang terjadi."

"Terjadi? Apa kamu berharap terjadi sesuatu pada kita?" pundak pria itu bersandar di pinggiran pintu balkon, ujung bibirnya ditarik, mulai siap menggoda. "Ah, sayang sekali, aku tidak terlalu suka tidur dengan gadis pingsan. Mungkinkah reputasiku akan lebih hancur?"

Hinata membisu.

"Kenapa kamu diam saja? Mau langsung sarapan?"

"Aku ingin tidur saja," alis Naruto terangkat. "Aku kurang enak badan."

"Kurang enak badan?"

"Ya!" Hinata kembali berbaring, tetapi bahunya terlihat gelisah.

"Baiklah, aku tidak akan menggodamu pagi ini, aku benar-benar tidak ingin melihatmu pingsan lagi dan lagi."

Naruto mengambil jasnya dan pergi dari kamar Hinata, sementara di depan kamar gadis itu dia melihat Sakura yang akan mengantarkan sarapan.

"Dia tidak ingin diganggu."

"Tapi dia harus sarapan."

"Lebih baik panggil dokter sekarang juga, wajahnya terlihat pucat, aku tidak mau melihatnya seperti itu."

"Oh, perhatian sekali," Naruto menoleh, menatap wajah Sakura yang menggodanya. "Apa kamu butuh yang lainnya untuk gadis itu? Seperti lingerie yang cantik?"

"Sepertinya kamu terlalu jauh memikirkannya, Sakura."

"Benarkah?" mata Sakura memandang pintu kamar Hinata lebih dalam. "Kamu terlihat menyukainya. Ah, apa sekarang kamu dapat menjawabnya?"

"Menjawab apa?"

"Kenapa kamu membawa gadis itu ke rumah ini?"

Seperti Sakura, Naruto berganti memandang pintu kamar Hinata. "Hanya mengikuti sebuah intuisi yang sesat."

"Intuisi sesat bukan jawaban yang aku inginkan."

"Jadi, jawaban seperti apa yang kamu harapkan, Sakura?"

"Kamu menyukainya?"

"Atas dasar apa aku menyukainya? Apa gara-gara aku membawanya ke sini? Bagaimana kalau ingin menjadikannya budak seks setelah dia mengetahui apa yang terjadi pada malam itu, hehehe, benar-benar sangat menyenangkan."

"Naruto, kamu tidak pernah seperti ini."

"Baiklah, maka aku akan menjadi seperti ini," Naruto mendekati Sakura, mengambil scone di atas piring kecil yang seharusnya untuk Hinata, lalu menggigitnya. "Sakura, tidak ada alasan khusus aku membawanya ke sini, aku hanya melakukan apa yang ingin aku lakukan, itu saja."

TALKING To The MoonWhere stories live. Discover now