BAB 4

29 3 0
                                        

□□□□□□

Salju sangat lebat hari itu, tetapi tidak dapat membatalkan jadwal untuk pergi ke kuil, sementara bagi anak kecil seperti Naruto dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya di sini selain berdoa. Ibu dan ayah pergi ke dalam, dan dijaga ketat oleh para biksu. Ia menunggu bersama pengawal, juga pengasuhnya.

"Anak itu yang akan jadi pewaris, 'kan?"

"Iya, aku dengar sih begitu."

Naruto menunduk sambil memeluk boneka rubah besarnya yang hangat, dia tidak mau tahu, karena baginya semua urusan di kuil itu tidak penting. Hanya ada rasa dingin yang menyebalkan, dan setelah pulang dari sini selalu terkena demam.

"Akhirnya mereka punya anak laki-laki."

"Uzumaki memang terkenal selalu melahirkan anak perempuan, 'kan? Mereka selalu membeli atau mengadopsi anak laki-laki sebagai penerus untuk dinikahkan dengan putri mereka."

"Ini sebuah keberuntungan, maka dari itu mereka selalu datang ke kuil saat musim dingin tiba."

"Seperti mempersembahkan sesuatu pada Dewa Bulan."

"Dewa Bulan?"

"Mereka menjualnya ke Tsukuyomi-no-Mikoto, bukankah begitu?"

Naruto mendongak, melihat pengawalnya. "Albert, siapa itu Tsukuyomi-no-Mikoto?"

Albert menatap orang-orang yang keluar masuk kuil. Namun mereka kemudian lari kocar-kacir ketika mata Albert menatap dingin—yah, Albert mengusir mereka dengan tatapan tidak bersahabat itu agar Naruto kecil tidak mendengar apa pun—kalimat yang keluar dari mulut mereka sejujurnya membuat anak itu kebingungan.

"Aku dijual? Apakah aku tidak lagi anak ayah dan ibu?"

"Tidak, Tuan Muda, jangan dengarkan siapa pun, apalagi rumor yang tidak jelas," kata Albert dengan nada yang hangat. "Suatu hari nanti Tuan Muda pasti mengerti."

Albert tidak pernah mengatakan semua yang ingin diketahui olehnya, dan semua orang dewasa selalu begitu ketika berhadapan langsung dengan anak-anak, sementara Naruto merasa gelisah karena menunggu jawaban yang memuaskan hatinya di tengah salju yang entah mengapa menjadi badai ekstrem.

Setelah diketahui bahwa di luar sangat tidak memungkinkan, barulah Albert mengajak Naruto kecil pergi ke dalam, melewati bilik-bilik yang sepi, tetapi di bilik lain dia mendengar lonceng kematian, juga sebuah upacara kematian. Dan kali ini Naruto mendengar sesuatu bukan tentang keluarganya atau tentang dirinya, tetapi bocah laki-laki itu menunduk dengan tatapan kosong menggunakan hakama gelap.

"Orangtuanya meninggal karena demam tinggi."

"Sekarang dia diasuh oleh keluarga ayahnya."

"Kasihan sekali."

"Ya, keluarga Mr. Hizashi akhirnya mengambil anak itu, dan sekarang mereka punya dua anak laki-laki, tetapi kelihatannya mereka tidak senang."

"Bukan tidak senang, tapi ini terlalu mendadak, aku juga akan berwajah seperti mereka."

Mata Naruto bertemu dengan mata bocah itu, dingin, tak bersahabat, tetapi terlihat sedih. Mungkin perasaan mereka sama, kuil menjadi hal yang mengesalkan untuk mereka apalagi di musim dingin yang esktrem ini.

"Tuan Muda tunggu di sini sebentar ya, saya akan ambilkan jaket agar Anda lebih hangat."

Naruto mengangguk ketika Albert berpamitan, sedangkan dia berdiri di dekat bilik di mana upacara pemakaman sedang berlangsung. Akan tetapi matanya tak dapat dialihkan dari bocah laki-laki yang mungkin seumuran dengannya. Rambut anak itu sangat gelap, tetapi matanya jernih, dia punya pipi yang lebih tembam darinya.

TALKING To The MoonWhere stories live. Discover now