17

2.8K 402 48
                                    

Tap heart 🌟









Andreas duduk santai di atas meja kerjanya, tangannya ia masukkan kedalam saku. Tatapan matanya tajam walaupun sesekali si empu akan tertawa mendengar gurauan Jeremy.

"Hentikanlah, jangan membuatku tertawa lagi."

"Lagipula sekarang ini perusahaan mu sedang di ujung tanduk untuk apa kita malah tertawa disini?"

"Biarkan menjadi urusan Justin. Tidak perlu membantunya sama sekali biarkan dia yang menanggung," Andreas berujar kelewat santai.

"Pria bodoh itu pergi begitu saja seminggu lalu tanpa mengabari sama sekali. Dan untuk apa percaya padanya?"

Andreas tersenyum menanggapi Jeremy, "Perusahaan yang berada di ujung tanduk lebih baik di hilang kan saja bukan, dari pada mencoreng nama baik keluarga? Jika Ayah tahu pastinya Justin akan mendapatkan getahnya."

"Kau tak pernah berubah ternyata. Kukira karena Justin adikmu, kau tidak akan membunuhnya."

"Aku tidak membunuhnya."

"Tapi kau membunuhnya secara perlahan jika paman tahu."

"Apa aku peduli?"

Jeremy tidak lagi menanggapi Andreas dan memilih memilah berkas yang terlihat berantakan di meja kerja.

Dia menghentikan kegiatan nya saat mengingat sesuatu yang ingin dibicarakan sebelumnya, "Pembunuhan berencana Jelena sudah kudapatkan, mau kau apakan dia?"

"Entahlah, kupikir bisa saja bekerja sama dengannya. Siapa orangnya?"

Andreas berjalan kearah kaca besar di dekat lemari dan mendekatkan wajahnya perlahan. Tampak Jeremy menampilkan raut ragu untuk melanjutkan pembicaraan kembali.

"Ada apa dengan raut wajahmu itu? Apa kau takut aku akan mengkhianati mu,"

"Itu kau tahu."

"Asal kau tidak berpikir untuk berkhianat mungkin aku akan berbaik hati padamu."

"Apa Justin mengkhianati mu?" Jeremy bertanya hati-hati.

"Mungkin iya mungkin tidak."

"Sudahlah tidak ada gunanya berbicara dengan mu. Ini buktinya, aku akan pergi ke perusahaan sekarang."

Setelah Jeremy menyerahkan map hitam itu, dia berjalan keluar dengan ekspresi ragu tapi dengan cepat mengubah mimik wajahnya agar tidak menimbulkan kecurigaan.

"Bodoh sekali dia."

Andreas mengambil korek api di sakunya dan mengambil map hitam itu kemudian membakarnya tepat di tempat sampah dalam ruangannya.

Ponsel berdering membuatnya mengalihkan pandangan dari map terbakar itu dan mengangkat panggilan dengan santai.

"Halo. Ada apa?"

"Suruhan nyonya mencoba untuk mengunduh file anda."

"Blokir aksesnya setelah itu berikan file itu nantinya secara cuma-cuma saat aku menyuruhmu, mengerti?"

"Siap tuan."



🍂




"Nah anak mama sudah cantik."

"Aku kan selalu cantik, mama bagaimana sih."

"Baiklah, dasar anak ini."

"Mama peluk!"

Jelena memeluk erat Yola dan mencium pipi gembil si kecil berulangkali.

"Yola sayang sekali sama mama," Yola memegang pipi Jelena dan mencium dahinya dengan sayang.

Mi casa (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang