Rasa yang sama

4 2 2
                                    

Happy reading gaess....
Sorry for typo🙏🙏🙏

           "Saya maafin kamu....Salma"

           Salma mendongak kearah asal suara, sedetik kemudian dia menunduk lagi. Dahinya mengkerut.

           Dia mencoba mengingat siapa laki-laki di depannya.

           Satya mendudukkan dirinya disingle sofa didepan Salma. Gadis itu masih menunduk.

          "Jadi nama kamu Salma?" Bunda Iren membawa nampan berisi segelas teh dan cemilan.

          "I...Iya bun". Kali ini Salma mengangguk dan menatap bunda Iren yang duduk disampingnya.

          "Maafkan saya ya bun baru bisa kesini sekarang, kemarin saya sibuk banget ngurusin anak-anak didik saya yang mau ujian semester ganjil". Terang Salma.

          "Nggak pa-pa nak Salma, Satya juga udah mendingan kok. Iya kan Satya..." Bunda Iren melirik kearah putranya yang tak henti menatap ke arah Salma, sedangkan yang ditatap malah sibuk menatap keramik dingin dibawah kakinya yang berkaos kaki.

           "Satya.."
       
           "Eh...Iya bun. Satya udah mendingan". Satya gelagapan saat bundanya tau dia tengah menatap Salma lekat..astaghfirullah...dirinya membatin berkali-kali.

           "Alhamdulillah... kalau gitu saya pamit pulang ya bun, sudah mau ashar". Salma meraih tangan bunda Iren mencium takhzim.

           "Kog cepet banget?" Kali ini bunda Iren meraih Salma kepelukanya.

           "Ini bun, buat Satya". Salma menyerahkan paperbag di atas meja.

          "Kok repot-repot sayang.." Bunda Iren tersenyum hangat.

          "Apa Salma ini yang dicari Satya? Sampai-sampai saat Salma di depannya hilang kata-kata". Bunda Iren geleng-geleng kepala melihat anaknya yang masih duduk diam dalam pikirannya sendiri.

           "Satya...Salma mau pulang nih. Kamu anterin kedepan gih". Satya segera berdiri setelah sadar Salma tak lagi di depannya.

           Sesaat didepan pintu setelah Salma mengenakan kembali alas kakinya.

          "Satya...makasih buat semuanya. Aku nggak nyangka kalau yang nolongin aku itu kamu, waktu kamu dibawa kerumah sakit aku nggak sempet liat kamu karena waktu itu pak lek Imam buru-buru takut kamu kenapa-kenapa". Salma tetap menundukkan pandangannya.

           Satya tersenyum meski Salma tak melihatnya. Jantungnya begitu bertalu berjarak hanya satu meter dengan gadis pemilik sebagian hatinya itu.

           "Iya sama-sama. Pak Imam juga udah nolongin aku". 

            "Aku pamit, assalamualaikum..." Salma segera menuntun sepeda kayuh merah mudanya .

             "Salma tunggu.." Satya sedikit berjalan cepat, jika ia berlari kepalanya sedikit berdenyut nyeri.

            Salma berhenti.
            "Boleh minta nomor handphone kamu?" Tanya Satya hati-hati, dia takut gadis itu tak memberikannya. Salma sama sekali tidak berubah setelah pertemuan terakhirnya waktu pengambilan ijazah semasa SMP dulu.   
           Gadis itu tetap tak banyak bicara, meski mereka dulu ketua kelas dan wakil ketua kelas, sangat jarang berkomunikasi. Salma akan berbicara padanya hanya untuk hal-hal penting.

            Salma menghela nafas, kemudian mengangguk. Dia menulis angka-angka kedalam secarik kertas, kemudian menyodorkan kearah Satya. Sedetik kemudian gadis itu kembali menuntun sepedanya keluar pagar rumah Satya.

           "MAKASIH SALMA....WAALAIKUMMUSALLAM". Satya sedikit berteriak. Senyumnya kali ini benar-benar mengembang.

         💙💙💙

           Semenjak kedatangan Salma ke rumahnya seminggu yang lalu, Satya terlihat lebih bersemangat dalam hidupnya. Setelah kemarin hampir 2 bulan dia hilang tujuan. Sekarang dengan diketahuinya keberadaan Salma hatinya melega.

           Meski Satya telah mendapatkan nomor handphone Salma, dia tak lantas menghubungi gadis itu. Sungguh ia tak tahu harus berkata apa. Berkali-kali ia mengetik berkali-kali pula ia menghapusnya.

           "Belum tidur kamu?" Bunda Iren melihat putranya itu masih berdiri di balkon di jam 22 lewat.

           Satya menggeleng.
           "Belum ngantuk bun'.

          "Mikirin Salma?....Bunda nggak nyangka, orang yang kamu cari-cari selama ini ternyata tinggalnya deket sama kita". Bunda mengelus bahu Satya lembut.

          "Ini yang dinamakan kalau jodoh nggak kemana...dan...kalau jodoh pasti ketemu". Kali ini bunda Iren tersenyum sambil memainkan alisnya naik turun menggoda putranya yang tengah galau ini.

          "Udah nggak usah terlalu dipikirin, udah malem..gih tidur". Bunda kemudian keluar dari kamar Satya.

          Satya menutup pintu balkon, ia baringkan tubuhnya diatas kasur. Netranya mengarah kelangit-langit kamarnya. Nafasnya menghela berat.

           Apa benar yang dikatakan bundanya, bahwa jodoh pasti bertemu? Apa pertemuannya dengan Salma malam itu karena ia berjodoh dengan gadis itu? Semoga benar demikian. Itu pintanya dalam setiap doa-doanya. Bahwa Salma-lah jodohnya, meski ia merasa gadis itu tidak memiliki rasa yang sama...terhadapnya.

Segini dulu ya gaess,makasih buat yang masih nungguin satya🙏🙏🙏

            

           
          
          

          

Seven Year laterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang