Jawaban yang sama

5 2 0
                                    

Assalamualaikum readersku..terimakasih untuk yg masih setia nungguin cerita aku yg kurang menarik ini...maklumin yaah....autornya amatiran...

Karena banyak hal yang menghalang..tadinya mau aku hapus aja nih cerita...pekerjaan dan kewajiban didunia nyata membuat waktu autor g bersisa buat lanjutin nih cerita..

Tapi apa yg udah dimulai harus diakhiri yah...G enak kan kalo digantung...


Happy reading...maafkan typo dan penulisan yg kurang tepat.




Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Dua minggu bukanlah waktu yang sebentar hanya untuk sebuah jawaban iya atau tidak. Meski jawaban itu butuh dan harus atas ridhoNya.

Dua makhluk Tuhan yang memiliki persamaan gender tetapi berbeda generasi tengah duduk berhadapan disebuah kedai soup buah, keduanya tampak saling terdiam.

Perempuan yang hampir paruh baya itu tersenyum lembut.
"Bagaimana jawaban kamu nak Salma?"

Ya...kedua perempuan itu adalah bunda Iren dan Salma, keduanya berjanji untuk bertemu.

"Sebelumnya saya minta maaf bunda, apa Satya tahu soal perjodohan ini? Saya nggak mau kalau persetujuan hubungan ini hanya satu pihak saja". Tanya Salma hati-hati. Gadis itu tampak memilin khimar abunya.

Bunda Iren lagi-lagi tersenyum.
"Bunda sudah bilang sama Satya, dia pasti setuju sayang. Terus kamunya gimana?"

Salma menunduk, ada rasa yang entah apa, tiba-tiba hatinya menghangat. Setelah ia melaksanakan sholat istikharah dan memberitahukan perihal perjodohan ini pada ibunya ia tak lagi ragu, apalagi pak Hadianto begitu antusias mendengar putri keduanya akan dikhitbah.

"Ikuti kata hatimu nduk..." . Kata-kata ibunya ditelpon malam itu yang selalu terngiang dipikiran Salma.

Salma memang belum pulang untuk membicarakan perjodohan ini, bukannya ia ingin berlaku tidak sopan tetapi kewajibannya sebagai pendidik membuat ia tak bisa mengambil waktu libur dengan leluasa.

Hari minggupun dirasa begitu singkat untuk membicarakan hal sepenting ini.

Salma tampak menghela nafas pelan.
"Saya sudah istikharah bunda, semoga jawaban ini yang terbaik setelah saya meminta petunjukNYA".

Mimpi yang sama selama hampir satu minggu setelah Salma menjalankan sholat istikharah. Dalam mimpinya ia melihat kakek dan neneknya tengah duduk berdampingan disebuah bangku, tepatnya disebuah taman yg teduh disamping kakeknya tengah duduk seorang laki-laki yang terlihat tak begitu asing sedang bersenda gurau dengan kedua orang tersayang nya yang kini telah berada di alam yang abadi.

Setelah terdiam sepersekian menit akhirnya Salma kembali bersuara.

"Semoga ini yang terbaik untuk saya dan Satya bunda. Saya menerima perjodohan ini". Salma menghela nafas yang sempat ia tahan saat mengutarakan kata terakhir.

Semoga mimpinya adalah petunjuk dariNYA. Semoga kakek dan neneknya juga meridhoi keputusannya meski sudah tak lagi disisinya.

Bunda Iren tampak sumringah. Ia menggenggam erat jemari Salma.

"Terima kasih ya sayang, bunda seneng banget. Kapan bunda bisa kerumah kamu?"

Salma membelalakkan netranya yang sipit. "Secepat itu bunda?" Tanya gadis mungil itu.

"Kalo kita punya niat baik, bukannya harus segera dilaksanakan?" Bunda Iren memainkan alisnya membuat Salma terkekeh kecil, lucu juga calon mertuanya ini. Ups emang udah boleh dibilang calon mertua?

"Nanti Salma kabari ya bun, saya harus bicarain dulu sama ibu bapak".

Bunda Iren tersenyum kemudian mengangguk, ia juga harus menyiapkan segalanya terlebih dahulu.

💙💙💙

Tok..Tok..Tok...
"Satya bunda masuk ya". Teriak bunda Iren dari luar kamar putra bungsunya itu.

Satya menghela nafas kasar, ia tahu apa yang akan bunda bicarakan di malam yang beranjak larut ini.

"Masuk aja bun.."

Bunda Iren menyembul dari balik pintu, bibirnya tersenyum tampak sumringah membuat alis tebal Satya saling bertaut.

"Belum tidur kamu?"

Satya menggeleng, masih banyak tumpukan kertas berserakan diatas meja kerjanya. Ia sengaja membawa tugas kantornya kerumah, selain sebagai accounting ia kini merangkap sebagai pengawas lapangan menggantikan Pak Wawan yang cuti sementara karena alasan kesehatan.

Tugasnya dilapangan sebagai pengawas membuat kerjaan dikantornya keteteran. Terkadang Satya tidur hingga larut malam.

"Kamu nggak lupa kan kalau mau bunda jodohin sama kenalannya bunda". Kata bunda Iren hati-hati, ia takut apa yang akan ia bicarakan kali ini membuat mood Satya menurun.

Satya menarik kedua ujung bibirnya seraya menghela nafas lembut.

"Satya nggak lupa kok bun..."

"Terus menurut kamu gimana? Kamu mau kan? Dia baik, sholeha, sopan...pokoknya idaman banget lah".

"Memangnya perempuan itu mau sama Satya? Bunda tahu sendirikan siapa yang selama ini Satya cari?" Perkataan Satya yang sarat kegamangan. Ia tak ingin gadis itu terluka jika tahu calon suaminya menginginkan gadis lain.

"Perempuan itu sudah menerima perjodohan ini Satya". Satya terhenyak dari tempat duduknya. Mana mungkin tanpa mengenal ia, gadis itu menyetujui permintaan bundanya.

"Bunda yakin? Bunda nggak lagi bercanda kan?" Satya tak percaya.

Bunda mengangguk berkali-kali meyakinkan putranya.

"Bahkan gadis itu sudah istikharah, dua minggu bunda nungguin jawabannya. Dan alhamdulillah banget dia nerima anak bunda yang nggak bisa move on ini". Bunda terkekeh kecil.

Satya mencebik kesal. Bukannya ia tak bisa move on tapi hatinya yang terlampau menginginkan gadis mungil bermata sipit itu.

"Satya takut bun. Satya nggak mau gadis itu kecewa nantinya".

"Makanya biar dia nggak kecewa mau ya? Bunda pengen kamu bahagia Satya". Ada sirat pengharapan di binar netra bunda, orang tua mana yang tak ingin melihat anaknya bahagia.

Satya beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri bundanya yang duduk ditepi kasur. Satya memeluk bundanya penuh sayang.

"Satya menerima perjodohan ini, asal bunda bahagia". Entahlah atas dasar apa Satya menerima perjodohan ini meski hatinya seolah berteriak, tapi kebahagiaan bundanyalah yang saat ini begitu penting untuknya.

Kebahagiaan bunda Iren tak terkira dalam sehari ia mendapat dua jawaban yang sama. Senyumnya tercetak jelas di bibir tipisnya.

"Semoga kamu benar-benar bahagia ya nak, bukan karena bunda sebagai alasan kamu bahagia". Batin bunda Iren membalas pelukan putranya tak kalah erat.

Segini dulu yaah...Semoga berkenan🙏






Seven Year laterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang