O1 :: sepenggal kisah hidup Gatra

4.9K 355 19
                                    

***

━Jogjakarta, 05 Juli 2020.

Brak

"KENAPA KAMU GAK MATI AJA?!"

"SAYA MUAK LIAT MUKA KAMU INI!! KAMU ITU CUMAN BISA JADI BEBAN SAYA!!"

Gatra hanya menunduk ketika teriakkan keras menyapa gendang telinganya. Dengan takut-takut menatap bundanya yang sekarang tengah menatapnya dengan tatapan seperti biasa. Tatapan benci, ah ... tatapan itu tatapan yang biasa ia dapatkan.

"B-bunda.." ucapnya lemah, tangannya berusaha menggapai badan bundanya yang sudah terduduk dengan bahu yang bergetar. Berniat merengkuh tubuh ringkih itu kedalam pelukkannya.

Belum satu inci pun tangannya menyentuh tapi sudah ditepis kasar oleh tangan si Bunda. Gatra sama sekali tak terkejut ini sudah biasa. Sekali lagi sangat biasa bagi Gatra. Meski begitu ia tak marah.

"JANGAN PERNAH MANGGIL SAYA BUNDA KARENA SAYA BUKAN IBU KAMU!! SAYA GAK PERNAH LAHIRIN ANAK CACAT KAYA KAMU!!" Teriak Maya, bunda-nya. Kemudian melangkah pergi meninggalkan Gatra dengan keterdiamannya.

Kepalanya menunduk menatap kosong lantai rumah yang terkena sinar lampu ruang tengah. Sebegitu tak sempurnanya dirinya ini dimata bunda-nya.

Menegakkan badannya, kemudian menepuk pelan dada kirinya menyemangati diri. "Tak apa Gatra, bunda hanya sedang lelah malam ini."

Setalahnya hening tak ada suara apapun kecuali suara burung hantu di luar sana. Netra coklatnya menatap ke arah tangga lantai dua. Di mana kamar para kakaknya berada, menatap lekat pintu dengan bahan dasar kayu mahoni itu dengan harapan sang kakak akan keluar dan melindunginya dari amarah bunda. Namun, itu semua hanya angan-angan semata.

Memilih melangkahkan tungkainya ke arah kamar di samping tangga. Kamar yang tak terlalu luas namun lumayan untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Kamar yang ia tempati selama kurang lebih 9 tahun ini. Memilih merebahkan tubuhnya yang lelah karena terlalu banyak hal yang ia lewatkan hari ini.

Ringisan kecil keluar dari bibir mungilnya ketika tak sengaja menekan pinggang bagian kirinya. Diangkatnya pelan kaus biru yang ia pakai sekarang, menatap repleksi dirinya dari cermin berukuran sedang yang berada di kamarnya. Bagian pinggangnya berwarna biru keungungan, ah ... luka-nya bertambah kembali. Menyentuh pelan luka itu kemudian mengelusnya.

"Luka baru lagi ya ... mungkin tadi karena terbentur ujung meja ruang tengah saat didorong bunda," gumamnya pelan kemudian mengambil obat salep untuk luka lebam.

Mengolesnya secara telaten agar obatnya merata ke seluruh luka lebamnya, "nah sudah ... mari Gatra kita istirahat meski hanya sebentar. Berdo'a saja untuk hari esok."

Dengan pelan membaringkan tubuhnya di atas kasur lipat yang lumayan masih bisa untuk dipakai. Menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut kecil tipis yang tak mungkin bisa menutupinya dengan sempurna dan tak akan mungkin menghalau rasa dingin ketika angin malam menerpa kulit berwarna tan miliknya. Memejamkan matanya untuk bisa mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Persiapkan tenaga untuk menghadapi apa yang akan terjadi esok hari.

***

━Jogjakarta, 6 Juli 2020.

Malam berganti dengan pagi, sang mentari pun telah menampakkan wujudnya seakan mengisyaratkan untuk para manusia beranjak dari mimpi indahnya. Sinar mentari yang samar-samar dengan lancangnya masuk melalui celah jendela kamar yang penghuninya masih terlelap di dalam dunia mimpinya. Menggerakkan kelopak matanya saat tidurnya terasa terusik. Tangannya mengucek pelan matanya, kemudian meregangkan badannnya yang terasa kaku.

Gian Pramatya; Lee Haechan [ end. ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang